Download App
42.85% Peaceful life

Chapter 3: Hari Pertama SMA (Lunar)

Lunar Turun dari bus yang mengantarkannya ke halte dekat sekolah nya. Sekolah itu masih sepi karena Lunar datang terlalu pagi.

Lunar menyempatkan diri untuk melihat-lihat dan menghafal seluruh tempat yang ada di sekolah sebelum memasuki kelasnya. Mulai dari lab Kimia, Biologi, ruang TIK, dan gedung latihan tari, tempat latihan anak band, dan sebagainya.

Sekolah yang Lunar pilih tidak terlihat terlalu mencolok dari luar karena dekat dengan rumah-rumah warga. Bahkan gerbangnya tinggi-tinggi mungkin sekitar 3 meter, sehingga lebih terlihat seperti pabrik daripada sekolah. Namun saat melewati gerbang, Lunar melihat lapangan sepak bola yang sangat luas.

Lunar langsung pergi ke kelasnya yang sudah dibagikan. Kelasnya bersih berwarna putih. Terpasang foto presiden dan wakil presiden, gambar grafik, tulisan tentang salah satu Kerajaan Hindu tertua di Indonesia, dan lain².

Lunar memilih duduk di bangku tengah, tidak terlalu ke depan atau tidak terlalu ke belakang. Posisi bangku yang pas untuk tidak terlalu menarik perhatian dan tidak terlalu jauh dari papan karena matanya minus.

Lunar menarik napas panjang dan tersenyum.

_Semoga ini menjadi hari pertama yang menyenangkan_

Semakin lama siswa siswi lain yang ia kenal saat orientasi sekolah saling menyapa satu sama lain.

Dari jendela Lunar melihat sosok laki-laki albino dengan mata merah. Sangat mencolok diantara siswa lain. Sangat mudah bagi Lunar mengenal siswa tersebut.

"Ian!!" Panggil Lunar dari dalam kelas. Siswa tersebut menoleh ke arah Lunar dan tersenyum sambil melambai-lambai. Lunar berjalan keluar dan menghampiri Ian dengan semangat.

"Kita satu sekolah ya!! Senangnya bisa satu sekolah lagi denganmu!!" Ujar Lunar. Ian mengelus rambut pendek Lunar. Ian melihat Lunar seperti melihat gadis kecil yang ceria dan sangat imut. Tubuhnya kecil, namun mempunyai tenaga yang kuat.

"Iya. Senang bisa satu sekolah lagi denganmu," Jawab Ian. "Sayang sekali kita tidak satu kelas. Akan lebih baik kalau kita bisa satu kelas seperti dulu." Ujar Ian. Lunar langsung menepis tangan Ian yang terus menerus mengacak-acak rambutnya.

"Memangnya kamu gak bosan melihatku terus? Apalagi aku selalu bersaing dalam segala denganmu. Memangnya kamu mau terus kalah dariku." Ledek Lunar. Ian hanya tersenyum, dan menggeleng-geleng.

"Jika bersaing denganmu membuatku menjadi lebih baik. Sepertinya tidak masalah." Ucap Ian membuat siapapun yang mendengarnya akan salah paham. Lunar langsung menendang tulang kering Ian sehingga laki-laki tersebut merintih.

"Agh!! Dasar cewek barbar!! Apa gak bisa pakai cara lain untuk balas dendam hah?!" Teriak Ian menarik banyak perhatian. Mereka merasa kikuk saat menjadi pusat perhatian di lorong. Yah... Dari awal mereka memang sudah menjadi pusat perhatian karena keakraban mereka yang terlihat seperti berpacaran.

"Aku tidak balas dendam. Aku menghukum mu," Ucap Lunar. Ia sedikit menundukkan kepalanya karena merasa malu. "Dimana kelasmu? Aku antar yuk."

"Apa kamu berniat menaruh boneka clown yang sudah hancur di loker bangku ku saat ulang tahunku nanti?" Tanya Ian. Merasa trauma dengan hadiah yang diberikan oleh gadis tomboy yang satu ini.

"Daripada menaruh boneka clown di lokermu, lebih baik aku ke kam..." Lunar hendak melanjutkan kata 'Kamarmu dan berdandan seperti clown lalu menakutimu' namun ia menahannya karena mereka masih menjadi pusat perhatian.

Sebenarnya bukan tingkah mereka yang menjadi pusat perhatian. Tapi Ian lah yang membuat mereka menjadi pusat perhatian.

Rambut putih, kulit putih pucat seperti susu, dan mata merah. Sudah pasti awal ia masuk sudah menjadi perhatian.

Lunar menepuk pundak Ian. "Ayo ke kelasmu saja. Aku ingin tahu." Sambil sedikit menundukkan kepalanya Lunar sebenarnya merasa malu setiap menjadi pusat perhatian, jika bukan karena prestasinya.

"Sebentar lagi akan ada penyambutan dari kepala sekolah dan anggota OSIS. Ngomong-ngomong, nanti ada hadiah bagi siswa baru dengan nilai tertinggi." Ujar Ian.

"Benarkah? Aku baru tahu." Ucap Lunar.

"Memang sejak kapan kau peduli dengan hal yang seperti ini."

"Aku memang tidak peduli." Mereka berdua terdiam sejenak dan saling bertatapan. Lalu tertawa pada kekonyolan mereka sendiri.

***

Suara bel berbunyi. Seluruh siswa baru di minta berkumpul di gedung pertemuan, untuk mendengarkan pidato dari kepala sekolah dan melihat siswa baru dengan nilai terbaik mendapatkan hadiah dari OSIS.

"Apa kamu berpikir bahwa kamu akan mendapatkan hadiah?" Bisik Ian. Lunar dengan percaya dirinya mengangguk bahwa ia akan mendapatkan hadiah.

"Apa kau yakin?"

"Kenapa tidak?"

"Mungkin saja ada yang lebih tinggi."

"Mungkin saja, tapi tidak boleh kah aku sombong sebentar saja?" Walau sebenarnya Lunar sendiri tidak yakin bahwa nilainya cukup baik, meskipun ia selalu rangking satu.

"Hati-hati langsung kena karma loh."

"Memangnya orang barat sepertimu kenal dengan karma?"

Ian langsung menjitak kepala Lunar. Lunar nyaris saja berteriak kesal. Ini sudah ke tiga kalinya kepalanya di jitak. Dua kali dari ayahnya dan satu kali dari teman SMP-nya. ''Sebenarnya apa yang salah di kepalaku sampai dijitak tiga kali?!"

"Aku baru satu kali."

"Ayahku dua kali!! terhitung tiga denganmu!!"

"Aku tidak tahu, tuh."

"Karena itu aku tanya!! Ada yang salah dengan kepalaku?!"

"Coba introspeksi sendiri."

Lunar nyaris berteriak dan hampir mengumpat. Tapi untunglah Ian langsung menutup mulutnya, karena pidato kepala sekolah sudah mau dimulai.

***

Tidak ada yang seperti dari pidato kepala sekolah. Hanya menjelaskan visi misi, memberi sambutan pada siswa siswi baru, dan harapan agar siswa siswi bisa belajar dengan tenang.

"Nah!! Baiklah anak-anakku!! Sekian dari saya!! Setelah ini anggota OSIS akan memberikan hadiah pada siswa baru yang memiliki nilai terbaik di angkatan kalian sekarang!!"

Dua anggota OSIS muncul dari belakang kepala sekolah dengan membawa sebuah hadiah.

"Baiklah!! Untuk siswa baru dengan nilai tertinggi adalah EDWARD MORIS!!" Seluruh siswa dan anggota OSIS yang berjaga di setiap sudut bertepuk tangan. Siswa berdiri dari bangkunya dan berjalan ke atas panggung, menghampiri kepala sekolah dan menerima hadiahnya.

"Jika kalian penasaran dengan nilainya!! Ini adalah rekor terbaik sepanjang sejarah sekolah ini!!"

Layar lebar diturunkan, proyektor dinyalakan. Menunjukkan keseluruhan nilai milik siswa bernama Edward Moris.

Seluruh siswa melongo melihat hasil nilainya, tidak terkecuali Ian dan Lunar. Seluruh nilainya 100 tanpa terkecuali sedikitpun.

"Orang gila. Bagaimana mungkin seluruh nilainya seratus?" Ucap Lunar dengan lirih.

"Sebenarnya tidak menutup kemungkinan. Tapi ini benar-benar sudah di luar perkiraan." Ucap Ian.

"Kalau begini tentu saja aku tidak bisa menyaingi nilainya." Gumam Lunar. Ia pun menghela napasnya. Merasa ada sedikit kekecewaan di hatinya.

"Kamu baik-baik saja?" Lunar mengangguk. Walau ia sangat yakin bahwa mungkin saja bukan yang terbaik. Namun karena ini pertama kalinya nilainya bukanlah yang tertinggi, menimbulkan sedikit kekecewaan dengan jiwa perfeksionis-nya.

_Kalau begini aku benar-benar harus belajar mati-matian agar beasiswaku tidak di copot_


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login