Download App

Chapter 2: Meminta Cucu

Tiga setengah tahun berlalu kehidupan mereka berdua tidak ada yang berubah, Nathan dan Adelia masih begitu mesra meski mereka belum dikaruniai momongan.

Tapi kehidupan damai mereka terusik kala orang tua Nathan terus saja mendesak mereka untuk memberikan cucu, terutama sang mama dari Nathan. Tak jarang Adelia menangis dalam diam jika malam tiba dirinya merasa tertekan dengan desakan orang tua Nathan tapi tidak pernah berani mengatakan semua ucapan pedas ibu mertuanya pada sang suami, wanita itu takut jika hubungan antara anak dan ibu harus hancur karena Nathan berat untuk memilih, maka jalan satu-satunya adalah dengan cara Adelia yang memendam rasa sakit dan juga sedihnya sendiri.

Pernah sekali mertuanya berucap tanpa diketahui oleh anaknya karena saat itu Nathan sedang berada di luar kota.

"Adelia, kamu kapan akan memberikan Mama cucu? Mama sudah tidak sabar ingin menimang cucu, bahkan teman arisan Mama yang anaknya kemarin baru menikah beberapa bulan saja sudah hamil sedangkan kamu yang sudah tiga tahun lebih belum juga hamil apakah kamu mandul?" ucapan sarkas mertuanya masih Adel ingat dan membekas di hati bahkan dengan tidak memikirkan perasaan Adelia mertuanya tersebut menyuruh Adelia untuk memeriksakan rahimnya seolah menantunya itu mempunyai penyakit atau hal lainnya yang membuatnya sulit hamil. Ingin rasanya Adelia berteriak dan menangis mengatakan pada mertuanya jika bukan hanya dia yang ingin menimang cucu, Adelia pun menginginkan hal sama yaitu menggendong anaknya sendiri, tapi Tuhan masih belum memberikan kepercayaan pada dia dan juga Nathan meskipun umur pernikahan mereka sudah tiga tahun lebih.

"Coba kamu periksakan diri kamu ke dokter kandungan! Siapa tahu rahim kamu bermasalah karena Mama yakin jika Nathan itu sehat dan pasti masalahnya ada di kamu!" ujar mertuanya mengatakan itu bahkan dengan menuding jari telunjuk ke wajah Adelia membuat wanita itu menangis dan berteriak dalam hati saat mendengar ucapan mertuanya.

Adelia tidak bisa membantah, tidak juga menjawab, dirinya hanya bisa menangis tanpa ingin mengadukan perlakuan kasar mertuanya meski hanya sebatas kata-kata kepada Nathan karena Adelia tidak ingin jika suami dan mertuanya terlibat perdebatan karena dirinya.

Padahal untuk tahun-tahun pertama mertuanya begitu menyayangi Adel selayaknya orang tua sendiri tapi di tiga tahun pernikahan orangtuanya mulai menunjukkan ketidak sukaan terhadap Adelia karena belum memberikan cucu.

Saat ini Adelia tengah merenung menunggu Nathan pulang kerja, tanpa terasa air mata wanita itu menetes begitu saja membasahi pipi saat tanpa sengaja Adelia memikirkan ucapan ibu mertuanya, dia selalu terngiang ucapan yang mampu membuat dirinya banyak berfikiran negatif, dirinya takut jika Nathan meninggalkannya karena belum juga bisa memberikannya seorang anak padahal mereka menikah sudah bertahun-tahun.

Adelia memang belum bisa mengajak Nathan untuk mengantarnya periksa ke dokter kandungan tapi memang karena kesibukannya membuat Adelia tidak enak mengganggu pekerjaan Nathan meskipun suaminya sering berkata jika keluarga adalah yang utama.

Adelia sengaja ingin mengajak Nathan ketika memeriksaka diri, supaya suaminya tahu jika dirinya bermasalah sekalipun. jika memang rahim Adelia yang bermasalah dirinya bisa memikirkan solusi bersama dengan Nathan.

'Apa aku tidak bisa hamil? Kenapa rasanya sakit sekali saat mendengar Mama berucap tentang cucu? Aku dan Nathan sudah berusaha, tapi memang belum tuhan beri kepercayaan.' Adelia membatin memikirkan ucapan-ucapan mertuanya.

Ceklek

Nathan menghampiri istrinya yang terlihat sedang melamun menatap luar jendela, belakangan ini dirinya sering mendapati Adelia melamun kadang juga tidak fokus bahkan tak jarang wanita itu menangis sendiri tengah malam tapi Adelia tidak pernah mengatakan apapun padanya membuat Nathan bertanya-tanya.

Tapi setiap Nathan bertanya, Adelia tidak pernah menjawabnya wanita itu hanya menjawab bahwa dirinya tidak apa-apa dan baik-baik saja.

"Sayang kamu kenapa? Menangis lagi? Kamu punya masalah apa sebenarnya, coba cerita sama aku! Aku tidak akan tahu apa masalahmu jika kamu tidak bercerita Adel. Lagipula kita sudah punya komitmen untuk saling jujur dan terbuka." Tapi wanita itu hanya menggelengkan kepalanya enggan menjawab. Dirinya hanya membenamkan wajah dipelukan suaminya.

"Kenapa kamu seperti ini? Jangan membuatku bertanya-tanya, katakan! Sebenarnya apa yang kamu rasakan? Jangan membuatku menjadi manusia bodoh yang tidak tahu apa masalah yang sedang istrinya hadapi," tanya Nathan lembut sambil membalas pelukan istrinya.

Adelia termenung antara mengatakan atau tidak perihal ucapan pedas mertuanya, Nathan mengusap lengan Adel membawa wanita tersebut pada kenyataan sambil mengusap air matanya.

"Belakangan ini aku perhatikan kamu sering melamun, ada apa, hmm? Mau bulan madu ke suatu tempat?" tanya Nathan dengan nada sedikit menggoda agar istrinya bisa tersenyum lagi.

Tapi Adelia hanya menggeleng, dirinya bukan menginginkan bulan madu mewah atau romantis tapi dirinya sedang dilema antara bercerita atau tidak.

"Ya sudah jika tidak mau cerita, sekarang istirahatlah ini sudah hampir tengah malam," ucap Nathan mengecup kening istrinya. Dirinya berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena baru pulang kerja dan badannya terasa begitu lengket.

Saat Nathan keluar Adel sudah tidur dengan sisa air mata yang masih belum kering, pria itu lantas mengecup lembut kelopak mata istrinya sebelum kemudian menyusul ke alam mimpi.

Nathan masih betah bergelung dengan selimut tebalnya, tapi suara muntah dari kamar mandi membuatnya terjaga sepenuhnya. Dengan sedikit panik Nathan mengetuk pintu kamar mandi.

"Sayang, Adelia kamu tidak apa-apa? Buka pintunya!" Tapi tidak ada sahutan dari dalam kamar mandi membuatnya semakin panik.

"Adelia Anjani Mahendra, buka pintunya atau aku dobrak!" ancam Nathan di tengah rasa panik dan takutnya, dirinya tidak ingin terjadi sesuatu pada istrinya.

Nathan sudah mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu tapi untunglah Adelia keluar meski dengan wajah pucatnya.

"Ya Tuhan! Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu pucat sekali?" Nathan menggendong istrinya yang terlihat sangat lemas membaringkan tubuh Adelia di ranjang.

"Kamu kenapa, Sayang?"

"Entahlah Mas, mungkin asam lambung ku naik makanya mual." Adelia menjawab dengan menyandarkan kepalanya di bahu suaminya. Nathan megusap lembut lengan Adelia sambil sesekali mengecup puncak kepala istrinya.

"Kita ke rumah sakit! Aku tidak mau jika terjadi sesuatu padamu dan untuk kali ini jangan membantah, mengerti!" ucap Nathan tanpa ingin dibantah membuat Adelia hanya bisa mengangguk pasrah.

Nathan dan Adelia sarapan lebih dulu sebelum berangkat ke rumah sakit, ternyata di meja makan sudah ada mertuanya dengan seorang wanita cantik membuat Nathan dan Adelia sedikit kebingungan.

"Mama kapan datang?" tanya Nathan menyalami mamanya diikuti oleh Adelia.

Mama mertua Adelia tidak menjawab pertanyaan putranya, bahkan dia juga tidak menyapa menantunya.

"Kamu belum berangkat kerja Nath?"

"Belum Ma, mau antar Adelia berobat dulu," sahutnya.

Mama Nathan mengernyitkan dahinya.

"Memangnya istri kamu kenapa?" tanyanya sedikit penasaran tapi bukan bertanya pada menantunya melainkan pada Nathan.

"Tidak tahu Ma, makanya mau periksa juga. Tadi sempat muntah-muntah," sahut Nathan yang mana ucapan tersebut membuat senyum wanita baya yang sedari tadi memasang wajah masam itu terbit.

"Mau mama antar?" Mamanya menawarkan diri padahal tadi seperti orang yang begitu malas berbincang.

"Tidak perlu Ma, biar kami saja berdua," tolak Nathan halus.

"Ya sudah, nanti kabarin Mama ya!"

Mama Nathan berfikir jika dirinya akan menjadi nenek saat mendengar kabar jika Adelia sempat muntah-muntah, pasti Adelia mengalami morning sickness pikir mama Nathan.

"Oh ya, Nath kenalkan ini Marissa, anak rekan Mama yang salonnya jadi langganan Mama." Ibunya memperkenalkan wanita yang sejak tadi diam di sampingnya.

Nathan hanya mengangguk, sementara Adelia merasakan cemburu ketika mertuanya mengenalkan wanita cantik pada suaminya di depan istrinya sendiri.

Adelia yang sejak tadi hanya diam semakin menunduk, terlebih rasa pusing semakin menyerang kepalanya, Adelia mencoba mencengkram meja untuk mengendalikan rasa pusing yang semakin menjadi, berusaha memejamkan mata mengusir pusing serta pandangan yang mengabur, bukannya lebih baik Adelia justru merasa semakin lemas tidak mampu membuka mata.

"Mas ..." lirih Adelia meraih lengan Nathan sebelum akhirnya jatuh tak sadarkan diri.

Nathan panik bukan main melihat istrinya tidak sadarkan diri, karena semenjak mereka menikah belum pernah sekalipun Adelia sakit hingga membuatnya pingsan.

Fikiran buruk mulai muncul di otak Nathan, dirinya takut jika istrinya sakit parah atau semacamnya.

Tanpa pamit pada ibu serta tamunya, Nathan bergegas membawa tubuh lemas Adelia dengan setengah berlari ke rumah sakit.

Sepanjang jalan Nathan terus saja menoleh melihat wajah pucat istrinya, menggenggam tangan dingin Adelia sambil terus bergumam. Bahkan Nathan melajukan mobilnya seperti orang kesetanan karena khawatir.

"Jangan buat aku khawatir kayak gini Sayang, please ... kamu harus sehat!" lirihnya mengecup punggung tangan Adelia.

Sesampainya di rumah sakit Nathan memanggil petugas medis untuk memberinya brankar dorong, dirinya menunggu di luar sambil mondar-mandir khawatir. Bahkan Adelia yang baru saja beberapa menit berada di dalam tapi Nathan merasa sudah seperti berjam-jam.

Nathan menghampiri dokter yang memeriksa keadaan istrinya saat pintu terbuka.

"Bagaimana keadaan istri saya, Dokter? Dia baik-baik saja 'kan?" cecar Nathan tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

"Asam lambung nyonya naik, tensi darah rendah dan juga stress yang berlebihan serta kurang istirahat membuat kondisinya lemah, saya sarankan supaya Nyonya di rawat beberapa hari di sini," ujar dokter sebelum berlalu dari hadapan Nathan.

Setelah di pindahkan ke ruang rawat Nathan dengan setia menunggu Adelia sadar, dirinya tidak pernah sekalipun melepaskan genggaman tangannya dari istri tercinta.

Pintu ruang rawat Adelia terbuka dan menampakan kedatangan ibunya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C2
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login