Download App
4.47% Dendam Winarsih / Chapter 19: Angker Betul

Chapter 19: Angker Betul

Ian dan Paijo pulang untuk mengambil barang-barang mereka. Mereka tak mau tinggal berdua di penginapan alasannya cuma satu, yaitu takut tak ada orang di rumah.

"Kalian mau pergi sekarang atau nanti saja," kata Mang Jupri yang ikut mereka pulang.

"Langsung aja Mang, soalnya rumah sakit ke penginapan jauh. Kami tak mau kemalaman di jalan dan kau tahu Mang nanti kami akan di ikuti sesuatu," ucap Paijo.

"Ya sudah terserah kalian saja," kata Mang Jupri.

Ketiganya melaju menuju penginapan. Sampai di penginapan mereka langsung bersiap. Di bantu sama Bibi Sum, mereka lebih cepat berkemas.

"Ini bekal untuk kalian, di makan ya," kata Bibi Sum.

"Iya makasih banyak Bibi Sum, nanti kami balik lagi ke sini kok," kata Ian.

"Ia, salam sama Nona, semoga Nona sehat selalu dan jangan banyak pikiran bilang sama Nona ya," ucap Bibi lagi.

"Siap akan kami sampaikan pada Nona," ucap Paijo.

Keduanya langsung bergerak menuju rumah sakit kembali. "Kau tahu rumah sakitnya kan? Jangan sampai kau tak tahu jalan ya?" tanya Paijo lagi.

"Iya, aku tahu kok, tenang saja, jangan takut ok," kata Ian.

Tak berapa lama Ian akhirnya sampai juga di rumah sakit. Paijo bisa bernapas lega karena bisa sampai. Keduanya masuk ke dalam karena hari sudah mau senja.

"Kalian anak muda dari kota itu bukan?" tanya seseorang.

Ian dan Paijo menoleh kearah yang memanggilnya dan benar saja itu orang yang mereka kenali. Mang Dadang.

"Mang Dadang bukan?" tanya Ian.

"Ia, kalian kenapa di sini? Siapa yang sakit?" tanya Mang Dadang lagi.

"Oh, Nona sahabat kami demam, sejak kejadian tadi dia demam," kata Paijo.

"Saya dengar kalau sahabat kalian satunya tertidur di sana apa benar itu? Saya sebenarnya tak percaya, karena kalian orang baik. dan saya harap kalian tidak kenapa-napa tadi. Saya harap kalian baik-baik saja," kata Mang Dadang.

"Terima kasih ya Mang, atas perhatiannya," kata Ian.

"Kami duluan ya, Mamang kenapa ada di sini?" tanya Paijo lagi.

"Saya di minta untuk tugas, padahal saya sudah pensiun. Hanya bantuan saja, tapi dapat rezki," kata Mang Dadang.

"Bagus atuh Mang," kata Ian.

"Ya sudah sana pergi sudah mau malam, nanti kalian takut melewati lorong rumah sakit lagi.

Ian dan Paijo pun pergi dari hadapan Mang Dadang. Suasana masih sangat rame tak takut lah pikir mereka namun, suasana terlihat mencengkram dan sangat angker.

"Seram nggak sih?" tanya Ian.

"Lumayan, tapi menurutku angker banget ya," kata Paijo lagi.

"Ia, udah ah jangan ngomong lagi. Ayo cepat kita ke kamar inap Nona," jawab Ian.

Keduanya bergerak menuju ruang inap Nona. Sampai di sana Nona sudah bangun.

"Kalian tidak nyasar kan?" tanya Dino.

"Tidak, aku tak nyasar. Ini barang kalian dan makanan dari Bibi Sum. Katanya dimakan," kata Ian.

Hari sudah menjelang magrib, suasana makin sunyi terdengar suara jangkrik dan segala macam suara binatang malam.

"Aku rasa kita harus cepat kembali ke kota, kita harus cari orang itu. Jika tidak kita akan terus di teror sama Mbak itu. Aku tak mau ada yang terbunuh," kata Ian.

"Tapi bukan kita yang melakukannya. Kenapa kita yang di salahkan?" tanya Nona.

Pranggg!

Dino dan yang lainnya saling tatap. Ian dan Paijo sudah mendekati Dino. Mereka tahu kalau rumah sakit pasti angker.

"Kalian lihat sana," kata Nona.

"Maaf Nona, aku lelaki tapi kalau udah kayak gitu aku takut sumpah, jangan ajak aku untuk lihat, Ijo aja dah," kata Ian.

Krikkkk!

Kaca jendela seperti ada yang menoreh, dan itu sangat jelas terdengar dan ketukkan di kaca jendela juga terdengar sangat kencang.

Tik tik tik!

"Kalian dengar itu?" tanya Ian lagi.

Mereka menganggukkan kepalanya. "Coba aku lihat," kata Dino.

Nona menggelengkan kepalanya. Dia tak mau Dino keluar.

"Jangan ya, aku mohon padamu," kata Nona lagi.

"Iya benar, jangan lah, serem. Ini rumah sakit, dan tentunya akan membuat kita merinding, lihat ini bulu kudukku sudah kayak gini hahh," kata Ian lagi.

"Iya Dino benar itu. Lebih baik jangan lah, kita jangan terpancing," kata Paijo.

Akhirnya mereka diam dan tak banyak berkata apapun. mereka merapat sekali-kali mendengar suara jalan, dan suara ketuk pintu.

"Kita besok pulang aja, aku tak betah lama di sini. Aku mau pergi dari sini aja," kata Nona lagi.

"Ya sudah kalau begitu. Kita pulang besok saja. Kita tidur di sini saja, kalian jangan pencar ya. Aku tak mau kejadian itu terulang lagi," kata Dino.

Keduanya menganggukkan kepala. Mereka mulai diam dan tak berkata apapun lagi. Mata ke tiganya hanya melek tak ada yang tertidur. Rasa kantuk ada tapi suara aneh dari luar membuat mereka kehilangan rasa kantuk.

"Kita nggak bisa cari di internet, siapa itu lelaki yang bernama Bram itu bisa kita ketemukan di sana mau nggak kalian?" tanya Paijo.

"Mau kami mau, kau benar Jo, kita kan bisa pinjam komputer rumah sakit ini bagaimana kalau kita mulai cari siapa dia. Apa kau punya jaringan internet?" tanya Dino.

"Adanya modem nih," ucap Ian.

"Bisa sini modemnya, ayo kita ke ruang depan mumpung Nona tidur kita pinjam saja komputer mereka," kata Dino.

Dino mulai pergi ke ruangan suster untuk meminjam komputer setelah di kasih izin, dia dan yang lainnya mulai mengkoneksikan jaringan internet. Walaupun belum canggih tapi cukup memadai.

"Dino mencari nama yang di kasih tahu sama Mak dan yang lainnya. Dia menelusuri siapa itu orang yang nama bernama Bram itu, namun yang di dapat nihil.

"Tak ada juga. kita harus bagaimana ini. Kita tak punya jejak sama sekali. dan kalau pun ada kita tak bisa membuktikan dia yang melakukannya. Itu sama saja kita akan kena serang balik sama dia jika dia tak senang sama kita," kata Paijo.

"Paijo benar Dino, kita harus benar mengusut kasus ini," kata Ian.

Ketiganya akhirnya kembali ke ruangan inap Nona. Ke tiganya mulai berjalan santai dan melihat sekeliling sepi.

"Kenapa ya, pergi tadi cepat kita sampai, tapi saat pulang kita lama ya nyampainya," kata Ian lagi.

Paijo melihat kursi roda yang bergerak ke sana ke mari tanpa ada orangnya dan udara juga sangat dingin.

"Gila, ini benar-benar gila. Aku sudah merinding Din. Angker banget rumah sakitnya." bisik Paijo.

Ian dan Dino juga ikut melihat kursi roda bergerak dan tiba-tiba kursi itu melaju dengan kencang ke arah ketiganya.

"AAAAAAA!" teriak ke tiganya.

Kursi tadi berhenti dengan cepat di depan ketiganya. Dino yang di depan menggigil. Begitu juga yang lain.

"Aku, mau pipis Dino," kata Ian.

"Kan masih mau bu--bukan?' tanya Paiji.

Ian menggelengkan kepalanya dan tentunya membuat dirinya benar-benar pipis di celana. Perlahan kursi itu mundur perlahan. Ke tiganya menelan saliva dengan kasar.

"Kali ini apa lagj?" tanya Dino.

Yuk sahabat Hyung silahkan mampir jangan lupa komentar kalian dan juga simpan di rak ya Mauliate Godang.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C19
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login