Malam ini Erick memimpin teman-temannya masuk semakin dalam menyusuri Hutan Terlarang. Kebetulan sekali malam ini adalah Bulan Purnama yang artinya beberapa werewolf akan bisa berubah wujud. Setidaknya mereka masih menyimpan harapan akan bertemu para guru yang ada di the werewolf academy.
Selama beberapa jam, para siswa berjalan. Mereka sudah tidak mempunyai tujuan sehingga hanya mematuhi apa yang dikatakan oleh Erick selaku ketua asrama. Mereka tidak mungkin bisa kembali ke asrama dengan tangan kosong, apalagi adanya kaum penghisap darah yang menunggu disana.
"Sampai kapan kita menunggu?" keluh Helen seperti biasa. Gadis itu memang tidak sabaran.
"Entahlah, tidak ada yang tahu sampai kapan kita harus berada di tempat ini," sahut Rosie. Gadis itu memang kesal dengan Helen namun berusaha tetap netral dan tidak menunjukkan kemarahannya.
"Malam ini banyak nyamuk disini," keluh Helen untuk kedua kalinya.
"Sejak kapan calon werewolf kalah dengan nyamuk?" canda Rosie yang membuat beberapa teman disana tertawa.
"Diam, jangan ada yang tertawa!" tegas Helen karena tidak suka bila ada yang membuli dirinya.
Tiba-tiba Erick meminta semuanya terdiam. Pemuda itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir seraya menatap ke arah semuanya.
"Ada suara lolongan di kejauhan," bisik Erick yang membuat semua seakan menahan napas. Mereka hendak memfokuskan pendengaran untuk mendeteksi suara seperti yang dikatakan oleh Erick.
Sayup-sayup memang terdengar lolongan serigala yang bersahutan. Artinya di dalam hutan ada lebih dari satu ekor werewolf. Mereka harus menemukan sosok werewolf tersebut untuk meminta pertolongan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum werewolf memegang peraudaraan dan kekerabatan yang kuat. Mereka rela melakukan apa saja demi saudara sekaumnya.
"Apakah menurutmu mereka mau membantu kita?" tanya Erick kepada Sophia. Dia merasa gadis itu mampu menjawab semua keraguan dan pertanyaan di dalam benaknya.
Sophia mengangguk dengan mantap. Dia yakin sesama werewolf pasti mempunyai keterikatan yang tidak mudah untuk dilepaskan. Sophia akan mencoba berkomunikasi dengan mereka melalui pikiran. Sudah lama Sophia mempunyai kemampuan itu. Dia akan memanfaatkannya untuk meminta pertolongan di tengah kondisi genting yang terjadi di sekolah.
"Aku akan mencoba berkomunikasi dengan mereka," pamit Sophia seraya melangkah menjauh dari teman-temannya. Gadis itu tidak ingin konsentrasinya terpecah karena adanya teman di sekitarnya.
"Apa yang akan dia lakukan?" tanya Helen setelah melihat kepergian Sophia. Dia sangat membenci Sophia sehingga selalu penasaran dengan apa yang dilakukannya. Bagi Helen, Sophia hanya sebatas gadis pengganggu yang membuatnya gagal menjadi juara di sekolah. Apalagi Andrew yang sudah sejak lama disukai olehnya juga tertarik pada Sophia.
"Dia membutuhkan waktu untuk sendiri," kilah Erick mencoba menutupi kenyataan yang sedang terjadi. Dia tidak mau membuat sahabat-sahabatnya merasa cemas karena menggantungkan harapan pada Sophia. Dalam hatinya, Erick tidak berhenti mendoakan supaya Sophia kembali dengan selamat.
Tak berapa lama, angin dingin mulai berhembus dan membuat sebagian siswa menjadi kedinginan dan merepatkan tangan di atas lengannya masing-masing.
"Di saat seperti ini mengapa udara justru terasa dingin," tanggap Helen seraya merapatkan pakaian yang dikenakannya. Dia melihat sekeliling dan merasa janggal.
"Berhentilah mengeluh karena seorang werewolf tidak pernah merasa takut pada apapun yang terjadi," sahut Erick. Dia sebenarnya juga merasa ngeri namun dia tidak mungkin kalah berani dibandingkan Sophia.
Helen hanya bisa diam karena kali ini ketua asrama yang menegurnya. Dia merasa malu karena semua melihat ke arahnya dengan aneh. Padahal pernyataan yang diutarakannya memang sesuai kebenaran. Malam itu memang sangat dingin.
Andrew terus menatap ke arah perginya Sophia. Dia ingin sekali menyusul namun tidak kuasa melakukannya karena hutan begitu luas. Jika salah sedikit maka dia bisa celaka atau tersesat.
Tak berapa lama, Sophia kembali ke lokasi berkumpul teman-temannya. Wajahnya nampak pucat pasi seakan telah menyaksikan sesuatu yang mengejutkan. Semua yang melihatnya menjadi bertanya-tanya.
"Kamu sudah kembali? Bagaimana hasilnya?" cecar Bianca. Gadis itu segera berlari menghampiri sahabatnya dan langsung berpelukan. Sophia nampak lelah dan masih mengatur napasnya yang terasa cepat.
"Mengapa wajahmu memucat?" tanya Bianca. Dia melihat perubahan di wajah sahabat yang sangat disayanginya.
Sophia menggelengkan kepala dan langsung terduduk di atas batu besar. Dia sedang bingung menghadapi kenyataan yang ada di hadapannya.
"Aku dengar kaum penghisap darah berada di wilayah werewolf dan sekarang giliran kita berada di dalam lingkungan mereka," tegas Sophia. Dia sedikit melamun seraya mengingat apa yang dikatakan oleh serigala yang berada puluhan kilometer darinya.
"Maksudmu selama ini kita telah hidup berdampingan dengan mereka tanpa kita sadari dan sekarang mereka hendak menyerang kita?" ulang Rosie. Dia sudah nampak ketakutan jika perang memang tidak dapat terhindarkan.
"Bukan menyerang tetapi aku juga belum tahu tujuan mereka berada di kawasan kita. Sekarang kita hanya mengatur strategi di tempat berbahaya supaya tidak ada yang mengenali kita secara langsung," imbuh Bianca.
Sophia yang baru kembali dari tempat pengasingan hanya bisa terdiam memikirkan semua yang telah diketahuinya. Rasanya tidak mungkin semua kaum werewolf menyerang bersama karena jarak yang cukup jauh.
"Apa yang kamu rahasiakan dariku?" tanya Erick. Dia tidak pernah mengalihkan pandangannya dari sosok manis di depannya. Kecantikan yang dimiliki Sophia memang mampu membius kesadarannya.
"Aku mendengar bahwa kaum vampir telah menciptakan markas baru di sekitar hutan terlarang. Mereka bukan vampir lama yang terstruktur, melainkan mereka kaum vampir baru yang sedang tertarik membuat pasukan," ungkap Sophia
"Untuk apa mereka membuat markas di sekitar asrama kaum werewolf. Apakah mereka memang sengaja hendak membuat masalah kembali antara dua kaum abadi?" tanggap Andrew.
"Tiba-tiba angin dingin berhembus kencang dan membuat semuanya waspada. Mereka mengedus aroma vampir berada di sekitar.
"Mereka datang kemari! Siaga untuk melakukan perlawanan," seru Sophia seraya mengarah ke utara karena dia mengendus datangnya vampir dari sana. Ada seorang vampir yang usianya cukup tua yang menuju kesana.
Seluruh siswa yang mendengar perintah Sophia segera mengambil ancang-ancang untuk melawan. Mereka tidak akan membiarkan tanah milik werewolf direbut oleh kaum penghisap darah.
Helen yang biasanya mengeluh, hanya bisa pasrah jika memang dirinya ditakdirkan untuk bertarung. Dia akan membutikan darah werewolf yang mengalir di tubuhnya memang seorang pejuang sejati. Dia akan membuat bangga ayahnya yang merupakan seorang tetua suku yang cukup disegani.
Tiba-tiba suara angin terhenti dengan munculnya bayangan hitam dari seseorang yang sudah berdiri di tengah-tengah mereka semua. Seorang vampir telah menunjukkan diri secera terbuka dan bersiap untuk melawan calon penerus kaum werewolf. Erick dan kawan-kawan telah memasang kuda-kuda untuk pertahanan. Sekarang tidak ada lagi kata menyerah atau bersembunyi karena musuh sudah berada tepat di depan mata.