Download App
7.18% THE WEREWOLF ACADEMY / Chapter 22: FITNAH!!!

Chapter 22: FITNAH!!!

Sophia, Bianca dan Rosie memiliki akhir pekan yang menyenangkan untuk bermain bersama. Ketiganya berencana mengunjungi desa sebelah namun batal karena kebakaran di hutan terlarang. Hari ini sekolah meminta seluruh siswa untuk membantu merapikan bekas kebakaran semalam. Bagi Sophia, hal ini merupakan berita bahagia karena dirinya bisa leluasa bermain di kawasan hutan terlarang. Sebelumnya para siswa dilarang berada di area tersebut karena banyaknya binatang buas yang ada di dalamnya.

"Kapan lagi kita bisa masuk ke dalam hutan terlarang kalau bukan sekarang," seru Rosie gembira. Gadis itu senang bukan main karena bebas mengeksplore semua yang ada disana.

Bianca juga tak berbeda dengan Rosie. Gadis yang merupakan putri tetua suku tersebut merasa penasaran dengan sesuatu yang disembunyikan pihak sekolah di dalam hutan tersebut. Bianca meyakini adanya binatang purba atau langka yang masih hidup disana makanya selalu melarang siapapun untuk memasukinya.

"Pukul berapa kita harus kembali ke asrama?" tanya Rosie.

"Seingatku sebelum jam makan siang, kita harus sudah berada di sekolah," ujar Bianca.

Ketiga sahabat itu berjalan beriringan bersama siswa lain yang juga hendak memasuki hutan. Di sekitar hutan sudah terpasang pagar besi yang tinggi. Pagar tersebut bertujuan meminimalkan akses orang untuk keluar masuk wilayah hutan milik sekolah.

"Menurutmu mungkinkah ada pegasus atau unicorn di dalam hutan?" tanya Rosie penasaran. Kedua rekannya langsung tertawa setelah mendengar pertanyaan konyolnya.

"Zaman sekarang mana ada unicorn, kamu ada-ada saja," balas Sophia.

"Eeh siapa tahu, werewolf dan vampir yang merupakan makhluk sejak jaman mitologi saja masih ada sampai sekarang, bukan tidak mungkin kalau unicorn juga masih ada," imbuh Rosie untuk menguatkan pendapatnya.

"Beda dong, vampir itu memang makhluk abadi. Kalau mereka tidak dibakar ya tidak akan bisa mati. Kalau werewolf memang selalu ada ketika vampir masih ada. Tuhan memang menciptakan werewolf sebagai pengendali vampir supaya tidak semakin banyak," jelas Bianca. Gadis itu memiliki banyak pengetahuan seputar dunia vampir dan werewolf.

"Sophia, mengapa kamu terdiam sejak tadi?" tanya Rosie sembari melirik ke arah salah satu sahabatnya yang sedang melamun.

"Apakah kali ini ada masalah lagi?" tanya Bianca.

Sophia mengangkat wajahnya dan menatap kedua rekannya secara bergantian. Sebenarnya ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis berkulit putih tersebut.

"Hmmm tidak ada masalah sih, aku hanya sedang berpikir mengenai Helen," sahut Sophia jujur. Wajahnya terlihat sedih dan pucat.

"Kenapa dengan Helen?" tanya Rosie.

Sophia menghela napas panjang sebelum mulai menceritakan peristiwa yang dialaminya tadi pagi bersama Helen. Ketika Sophia selesai dari kamar mandi, dirinya mendapati Helen sedang bersih-bersih bersama kedua rekannya. Gadis itu terlihat murung dan sedih.

"Aku menyapa Helen dan kulihat dia menangis," jelas Sophia.

"Dia bisa menangis?" canda Rosie.

Sophia dan Bianca melihat ke arah Rosie yang langsung membuat gadis itu terdiam.

"Maafkan aku!" sesal Rosie dengan tawa tertahan. Dia merasa tidak enak karena menertawakan kesengsaraan orang lain.

"Helen tampak sedang menangis. Aku berusaha bersikap wajar dengan menyapa dan menanyakan sesuatu yang membuatnya berduka tetapi dia justru langsung menangis histeris. Beberapa penghuni asrama yang kebetulan berada disana langsung bergegas menghampiri dan menanyakan apa yang terjadi. Da tahukah kalian apa yang dikatakan oleh Helen?" ujar Sophia.

Bianca menatap lekat wajah sahabat dekatnya. Dia sangat penasaran mengenai kelanjutan ceritanya.

"Helen mengatakan bahwa aku telah menapar wajahnya dan menghina dirinya karena mendapatkan hukuman," imbuh Sophia.

Rosie dan Bianca langsung kaget dan tidak menyangka Helen tega memainkan peranan yang begitu sempurna. Gadis itu memang tidak bisa ditebak.

"Dia keterlaluan," tanggap Bianca.

"Dia memang tidak memiliki perasaan," tanggap Rosie geram.

Sophia hanya bisa menelan saliva karena perasaannya terluka. Niat baik untuk berteman dengan Helen namun dirinya justru menerima perlakuan yang tidak menyenangkan dari gadis tersebut.

"Lalu apa yang terjadi?" desak Rosie.

"Mereka mengatakan banyak hal yang tidak ingin kudengar termasuk masalah perbedaan warna kulit yang sangat tidak kusukai," imbuh Sophia.

Bianca menatap iba kepada Sophia. Dia mengerti bahwa Sophia tidak suka ketika ada yang membahas mengenai perbedaan warna kulitnya. Seharusnya mereka tidak membedakan seseorang karena warna kulitnya.

"Kamu harus bersabar," ucap Bianca dengan lembut.

Tiba-tiba seseorang menuangkan air ke pakaian Sophia di hadapan Bianca dan Rosie. Beberapa siswa nampak melewati mereka bertiga dengan sikap mengejek. Mereka juga menertawakan pakaian basah yang dikenakan oleh Sophia.

"ASTAGA! Mereka benar-benar keterlaluan," tanggap Bianca ketika melihat pakaian Sophia yang basah kuyup.

"Mereka menuangkan air tanpa meminta maaf," imbuh Rosie geram.

Bianca langsung berlari dan menghampiri sekumpulan siswa yang menyiramkan air ke pakaian Sophia.

"Hey, kalian! Mengapa kalian menuangkan air ke pakaian milik temanku? Kalian tidak meminta maaf dan justru berlalu begitu saja," tegas Bianca.

Keempat muda-mudi itu menertawakan sikap Bianca. Mereka tidak nampak ketakutan dengan tindakan Bianca.

"Gadis itu memang pantas menerimanya karena dia telah membuat sesama temannya dihukum karena sebuah fitnah. Hukuman yang pantas untuk seseorang yang suka menebarkan kebebencian dan fitnah adalah mandi di air kolam yang sangat luas suapa bisa menghapus semua dosanya," celoteh salah satu dari mereka.

"Kamu bercanda? Sejak kapan Sophia menjadi penyebar fitnah dan kebencian? Kalian tidak mengenal siapa dirinya tetapi langsung menyebarkan berita negatif tentangnya. Kalian benar-benar luar biasa," simpul Bianca dengan tegas.

Salah satu keempat siswa melangkah menghampiri Bianca, keduanya saling bertatapan penuh kebencian.

"Beruntunglah kami tidak mengenal gadis sejahat Sophia. Tuhan menghukumnya memiliki kulit pucat karena dia merupakan orang jahat. Dia bahkan tidak pantas disebut sebagai calon werewolf. Apa kata leluhur jika mengetahui seburuk apa perangai teman kalian," ungkap salah satu siswa lainnya.

"Kalian memang keterlaluan! Siapa yang memberikan hak kepada kalian untuk menghina Sophia?" bentak Bianca. Gadis itu tidak gentar membela sahabatnya yang menjadi korban pembulian diantara beberapa siswa.

"Kami tidak memerlukan hak dari siapapun. Asal kamu tahu, kami tidak takut kendati teman kalian melaporkan pada ketua asrama karena pada dasarnya dia hanya bisa mengadu saja," imbuh siswa tersebut sebelum berbalik meninggalkan Sophia bersama kedua temannya.

Sophia merasa sedih karena perlakuan teman-teman tidak berubah padanya. Dia tetap menjadi bahan perundungan diantara yang lainnya. Hatinya sedih dan terluka mendengarkan hinaan yang mereka lontarkan.

"Apakah aku memang seburuk itu?" tanya Sophia lirih. Dia hanya bisa tertunduk dan menahan air mata supaya tidak menangis di hadapan kedua temannya.

Bianca yang merasa kesal karena sikap keempat teman yang melewati mereka segera menghampiri Sophia untuk menghiburnya. Dia tidak mau sahabatnya itu larut dalam kesedihan.

"Kamu jangan memikirkan semua yang mereka katakan! Mereka hanyalah siswa yang tidak mempunyai kesibukan yang bisanya hanya mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu sedih dan menangis, tandanya mereka telah berhasil untuk menjatuhkan mentalmu. Seorang werewolf harus tangguh dan bisa menghadapi semua rintangan," ucap Bianca untuk menghibur Sophia.

Sophia menatap lekat wajah Bianca dan langsung memeluknya. Semua yang dikatakan oleh Bianca memang benar. Seorang werewolf harus tangguh dan tidak mudah menyerah. Dia bertekad mengatasi semua permasalahan yang dialaminya dengan tegar. Dia tidak mau menjadi werewolf yang lemah karena akan membuat Ibunya bersedih.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C22
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login