Sophia melangkah perlahan menyusuri jalan setapak yang akan membawanya menuju sebuah gerbang megah Werewolf Academy. Baginya, bisa bersekolah disana merupakan sebuah kebahagiaan yang tidak dapat terukur dengan segalanya. Gadis manis berusia lima belas tahun itupun tidak berhenti mengulas senyum dari bibir tipisnya yang berwarna kemerahan.
Sekilas pandangan Sophia teralihkan pada beberapa rekan sekolahnya yang diantar kedua orang tuanya menuju asrama yang akan mereka tempati selama tiga tahun ke depan. Ada rasa sedih yang berkecamuk di dalam hatinya ketika melihat sebayanya memiliki keluarga yang sempurna, tidak seperti dirinya yang hidup tanpa belaian sang ayah. Sophia memang tidak mengenal siapa ayahnya sejak dilahirkan hingga sekarang.
"Aku tidak boleh bersedih, sebentar lagi aku akan menjadi seorang werewolf yang sejati," gumam Sophia untuk menyemangati dirinya sendiri. Dia terus melangkah sembari menikmati pemandangan indah di sekitar sekolah.
Werewolf Academy merupakan sebuah bangunan luas yang dikelilingi hutan belantara dan sebuah danau kecil di sekitarnya. Pemilihan lokasi yang jauh dari perkotaan sengaja dilakukan mengingat siapa saja yang akan bersekolah disana. Sekolah ini hanya menampung para siswa keturunan werewolf yang sedang mempersiapkan diri menuju masa perubahan fisik menjelang usia tujuh belas tahun. Kaum werewolf memang baru bisa berubah menjadi manusia serigala sejak usia tujuh belas tahun. Sebelum itu, mereka layaknya manusia biasa yang tidak memiliki kekuatan fisik seperti werewolf umumnya.
Kaum werewolf sendiri dibedakan menjadi dua yaitu werewolf murni yang terlahir dari kedua orang tua seorang werewolf serta werewolf campuran yaitu perpaduan werewolf dan manusia. Werewolf memang diperbolehkan menikah dengan manusia asalkan setiap bulan purnama selalu berkumpul dengan populasinya ketika hendak mengalami perubahan wujud menjadi serigala. Perubahan wujud menjadi serigala merupakan proses penting bagi seorang werewolf. Mereka harus tetap mempertahankan identitas dan eksistensinya untuk menjaga kelestarian hidup kaum werewolf.
"Selamat pagi, apakah kamu juga murid baru disini?" tanya seorang gadis bertubuh kecil dan berambut sebahu. Sophia tersenyum menyambut kehadiran teman pertamanya disana.
"Namaku Bianca Barbara. Aku murid baru di Werewolf Academy," sapa Bianca sembari mengulurkan tangan pada Sophia. Mereka saling berjabat tangan dan berkenalan. Akhirnya Sophia memiliki seorang teman disana.
Bianca Barbara merupakan salah seorang werewolf murni karena kedua orang tuanya seorang werewolf. Dia merupakan putri salah satu tetua dari kaum werewolf. Setiap keturunan tetua akan memiliki tanda bintang di bahu kanannya. Mereka akan selalu dihormati dimanapun berada.
"Kamu merupakan putri seorang tetua, pasti kamu sangat hebat!" puji Sophia sembari menunjukkan tanda bintang di bahu Bianca. Gadis itu tersenyum dan menunjukkan susunan giginya yang rapi dengan sebuah lesung pipi yang menambah manis.
"Ayahku yang hebat, sedangkan aku hanyalah gadis biasa seperti yang lainnya," balas Bianca merendah. Dia memang gadis yang baik dan rendah hati.
Bianca menatap ke arah Sophia dengan lekat. Dia merasa aneh melihat seorang werewolf memiliki kulit putih seperti Sophia. Biasanya kaum werewolf akan berkulit coklat keemasan atau coklat kehitaman layaknya warna bulu serigala. Entah mengapa Sophia terlihat berbeda.
Sophia mengerti apa yang sedang dilihat oleh Bianca. Semenjak menginjakkan kaki di sekitar sekolah, dia memang sudah diperhatikan karena kulitnya.
"Aku terlahir dari werewolf yang menikah dengan manusia, oleh sebab itu kulitku berbeda," ungkap Sophia untuk menutupi keraguan dari teman barunya. Bianca mengangguk dan memahami apa yang dikatakan oleh Sophia. Seorang werewolf memang diijinkan menikah dengan manusia.
"Pantas saja aku tidak terlalu mengenali aroma tubuhmu. Rupanya kamu berasal dari werewolf campuran. Tidak masalah, aku menyukaimu apa adanya," ujar Bianca yang membuat Sophia merasa senang. Saat ini memang pertemanan yang sangat dibutuhkan olehnya. Dia sudah lelah selalu menjadi bahan perundungan teman-teman masa kecilnya yang selalu mengejek perihal kulit tubuhnya yang pucat. Sophia tidak pernah bermimpi memiliki kulit putih layaknya manusia biasa.
Berulang kali Sophia berjemur di tempat yang terik untuk mengubah warna kulitnya menjadi coklat tetapi tidak pernah berhasil. Kulitnya justru semakin bersinar bagai porselen ketika terkena sinar matahari yang menyengat. Hal tersebut justru membuatnya semakin tidak nyaman. Sophia pernah bertanya kepada ibunya mengapa dirinya berbeda namun sang ibu tidak pernah memberikan jawaban yang jelas.
"Kamu adalah seorang anak yang istimewa. Jangan pernah bersedih karena warna kulitmu, kelak kamu akan menjadi seorang werewolf sejati yang hebat," jawab ibunya untuk menenangkan Sophia yang sedang merajuk. Perempuan itu begitu sabar menghadapi putrinya yang selalu kesal ketika membahas tentang warna kulitnya yang berbeda.
Seorang gadis berambut panjang berlari dan menyenggol Bianca hingga terjatuh. Gadis itu tidak berhenti atau meminta maaf. Sophia yang melihatnya segera menghampirinya.
"Hey, kamu menabrak temanku!" pekik Sophia dengan berani. Gadis itu menoleh dan menghentikan langkahnya. Dia menatap Sophia dan Bianca secara bergantian.
"Temanmu yang salah karena berjalan dengan pelan," sahutnya.
"APA? Kamu yang menabrak tetapi justru menyalahkan temanku," bantah Sophia.
"Sudahlah, Sophia. Tidak usah memikirkan masalah sepele seperti ini. Mungkin memang aku yang bersalah," jelas Bianca yang membuat Sophia merasa heran. Bianca menarik tangan Sophia untuk tidak melanjutkan langkahnya.
"Maafkan aku kalau tidak bisa berjalan dengan cepat sepertimu," sahut Bianca sambil membungkukkan badannya ke arah gadis yang menabraknya. Gadis itu menyeringai dan berbalik meninggalkan keduanya. Senyumannya terlihat menyebalkan dan membuat Sophia geram.
"Mengapa kamu meminta maaf padanya? Dia yang bersalah," bantah Sophia. Dia tidak terima pada kesombongan gadis tadi.
"Sudahlah, itu bukan masalah besar mengingat apa yang akan terjadi bila kita berdebat dengannya," ungkap Bianca sambil tersenyum dan kembali melangkah memasuki gerbang sekolah yang begitu megah. Sophia masih berusaha maksud di balik kata-kata yang diucapkan oleh Bianca.
"Tunggu, apa maksudmu dengan akibat bila berdebat dengannya?" tanya Sophia penasaran.
"Gadis itu memiliki tanda bintang di lengannya. Aku mencium aroma werewolf yang kuat dari tubuhnya, dia pasti anak salah seorang tetua yang begitu hebat," ungkap Bianca.
Sophia menganggukkan kepalanya. Sekarang dia mengerti mengapa Bianca hanya terdiam meskipun gadis itu tidak meminta maaf. Jika sampai marah, akan terjadi perdebatan diantara tetua yang beresiko pada kedamaian disana. Dia semakin mengagumi sosok Bianca yang begitu dewasa dan pemaaf.
"Mari kita bersama menuju aula untuk upacara penerimaan," ajak Bianca yang disambut senyuman dari Sophia. Keduanya sudah nampak akrab satu sama lainnya.
"Menjadi seorang werewolf sejati merupakan impian terbesarku. Tidak akan kubiarkan apapun menghalangi jalanku meraih keinginanku," gumam Sophia di dalam hati. Sejenak dia menatap gadis di sampingnya yang terlihat manis dan baik hati. Hari-harinya di sekolah pasti sangat menyenangkan. Sophia sudah tidak sabar untuk mulai belajar disana.