Download App
8.13% GOD of MAFIA / Chapter 14: DALAM RUANGAN

Chapter 14: DALAM RUANGAN

Telinga Malphas dipasang dengan seksama menempel di jendela milik Gremory. Sikap ingin tahunya tiba-tiba timbul. Hanya jeritan tangisan dan permohonan minta ampun atau minta dibebaskan.

"Pasti wanita itu kesakitan dimasuki milik Gremory. Wanita itu pasti seorang perawan."

Setelah itu Malphas mendengar Gremory menjerit. "Sundal! Jangan seperti seorang wanita baik-baik, milikmu sudah banyak dipakai oleh banyak pria ah ... ah." Gremory sudah di ambang batas, membuat Malphas tersenyum sendiri.

Tidak butuh waktu lama, pintu kamarnya terbuka. Gremory mendorong wanita yang sudah dalam kondisi hancur tak berbusana jatuh tersungkur di depan kamarnya, bahkan milik wanita itu berdarah. Banyak luka di tubuhnya. Disusul Gremory dalam kondisi masih tak berbusana seolah memamerkan tubuh kekar dan pusakanya. Keluar kamar melemparkan baju milik wanita itu. Dilanjutkan dengan menamparkan beberapa lembar uang di tangannya ke arah pipi wanita itu yang menyemburat jatuh tersebar setelah Gremory melemparkan ke arah wajah wanita itu.

Gremory langsung masuk menutup pintu kamarnya. Wanita itu cepat memungut semua uang lalu pergi.

Malphas kembali ke kamar untuk mandi dan berendam. Biasanya, ia menyelesaikan sendiri puncak gairahnya saat berendam. Karena setiap bercinta, ia tidak ingin menunjukan ke lawannya saat ia mengalami puncak kenikmatan. Hanya di depan Hanbi ia bisa mengalami hal tersebut.

Tetapi saat ini, Malphad abaikan. Baginya, KEPUASANNYA UNTUK MEMUASKAN. Ia tidak terlalu membutuhkan rasa puas untuk diri sendiri. Otaknya berpikir, Masokis lebih sadis dibanding sifat sundalnya, walau mereka sama-sama melakukan, yaitu mengusir teman mereka bercinta. Tetapi, Malphas mengusirnya dengan halus dan sopan, sedang yang dilakukan Masokis Sialan itu dengan melempar kasar lawannya, di tambah penghinaan.

Setelah Malphas berendam. Sebelum tidur, ia mencoba melihat ke kamar Gremory dan melihat pintunya sedikit terbuka. Akhirnya, Malphas masuk dan meneliti sekeliling yang tidak melihat satu pun orang di sana. Malphas akhirnya keluar mencari Gremory.

Gremory ternyata duduk di teras belakang. Kepalanya menyandar di sandaran. Wajahnya menengadah tetapi matanya terpejam. Mulutnya menghembuskan asap rokok, terlihat damai dan hening. Malphas mengabaikannya, kembali ke kamar dan tidur.

Hampir setiap malam, selama Malphas tinggal di Perugia. Kedua wanita berkulit hitam itu sudah lebih berani dibanding setelah tahu Malphas adalah boss mereka.

Bahkan tanpa meminta izinnya, mereka mengunakan kamar mandi Malphas untuk berendam, saat Malphas masih bercinta dengan yang lainnya. Hal ini ia maklumi walau ada rasa tidak senang mereka memakai milik Malphas tanpa meminta izin.

Malphas dan Gremory memang sengaja tetap di sini menunggu reaksi dari pengacau itu. Malphas sudah mengirim kabar ke Abaddon menceritakan apa yang terjadi di wilayah Dean.

Hingga suatu saat Dean menghampiri Malphas. "Kau ingin aku yang mengeksekusi dua budak sialanmu. Atau kau akan lakukan sendiri?"

"Apa maksudmu, Kakak? Siapa budak yang kau maksud?" Malphas bertanya.

"Dua sundal sialanmu itu berpikir, bahwa kau membutuhkan mereka. Mereka bisa berbuat seenaknya?" Dean marah yang terlihat dari matanya.

"Apa yang mereka lakukan?" Malphas lanjut bertanya.

"Mereka berpikir, mereka adalah kekasihmu. Mereka berbuat semena-mena, sok mengatur dan berani mencuri uang keamanan ... Sial!" ujar Dean. "Mereka tidak sadar, bahwa mereka hanya sundal."

Malphas tersenyum sambil merengkuh Dean. "Sabar kakakku tersayang."

"Kau bisa berkata sabar karena kau tidak melihatnya, aku setiap hari bertemu mereka. Bahkan kemarin, mereka berani tidak hormat kepadaku," Dean masih marah.

"Aku ingin langsung menembak kepala keduanya, tetapi ...," hening.

"Tetapi apa, Kak, jangan membuatku penasaran?" Malphad sudah biasa manja pada semua kakaknya.

Dean tiba-tiba tersenyum licik. Alisnya bergerak-gerak ke atas mengejek. "Aku rasa, kamu butuh permainan baru."

Malphas menghela nafas. Ia berpikir semua yang berdarah Demon benar-benar tidak ada yang baik. Dean yang terlihat sangat sopan saja bisa memikiran hal jorok.

"Apakah pindah ke sebelah kakakmu yang serius itu sudah merubahmu?" tanya Dean. Memang Abaddon selalu serius di depan umum, selain bersama Malphas dan Apollyon. Ia jarang sekali melucu.

"Ayah ayo pulang. Aku sudah bosan!" teriak anak kecil dari luar ruangan.

"Tunggu, Sayang. Pamanmu masih butuh kuhajar biar pintar," teriak Dean.

Anak itu masuk. "Aku ingin ikut menghajar, Ayah ...! Mana yang harus dihajar?"

Mereka berdua tertawa. Malphas menghampiri anak berambut hitam bergelombang yang mirip Dean, yang mungkin berusia lima tahun. "Keponakanku harus cepat besar biar bisa menghajar pamanmu ini," Malphas berkata sambil mengendongnya dan mengelus kepalanya.

"Baik, mari kita pulang, ibumu sudah menunggumu di rumah," ujar Dean sambil mengambil anaknya dari gendongan Malphas. "Ajak Gremory jika kau ingin makan malam di rumah!" sambungnya sebelum pergi. Malphas hanya mengangguk menanggapi.

Otaknya sudah sibuk berpikir, "Bagaimana aku akan bertindak menghadapi dua kuman sialan itu?"

Bagi Malphas, seorang yang memanfaatkannya adalah sebuah kuman. Dan kuman, tentu saja harus dinetralisir jika ingin hidup sehat.

LMainan apa yang ingin kulakukan, sekarang?" Malphas sedikit bingung memikirkannya. Biasanya justru idenya muncul secara spontan.

Sambil berjalan-jalan memikirkan ide selanjutnya. Tanpa sengaja Malphas melihat dua wanita berkulit hitam itu, Malphas bersembunyi. "Memang benar yang Dean katakan, mereka seolah meremehkan temannya yang lain."

Dua wanita itu berlagak seperti bos besar, duduk di kursi Dean dan yang satu bahkan duduk di meja kerja Dean. sambil memerintah yang lain. Orang yang diperintah pun kesal, tetapi tetap mengerjakan perintah mereka mengambilkan minuman yang mereka minta.

"Sialan, mereka pikir siapa mereka!" pikir Malphas. Sebelum ia menghabisinya, Malphas berpikir ingin menikmati mereka terakhir kali.

Malphas menghampirinya. "Ayo, ikut aku pulang. AKU MEMBUTUHKAN KALIAN!" Malphas berteriak agar semua yang di markas mendengar.

Hati Malphas tertawa, mereka berdiri berlagak seperti bos seolah memang mereka kekasih Malphas. Setelah itu, Malphas berjalan keluar, di samping kiri kanannya ada dua orang yang berlagak seolah mereka bosnya.

"Tunggu di sini sebentar. Ada barangku yang tertinggal," Malphas berkata kepada keduanya.

Malphas masuk kembali mengumpulkan beberapa anak buah yang sedang bertugas. "Kalian ingin membalas yang mereka lakukan tadi. Kalau mau, nanti malam datang ke tempatku. Dan kumpulkan sebanyak mungkin teman kalian di markas nanti malam."

Malphas ke ruang senjata melihat senjatanya sendiri, mengecek sambil mengambil lagi sepasang pistol lengkap dengan pelurunya.

Malphas berbalik kepada orang yang menjaga ruang senjata. "Siapkan aku ruang hukuman nanti malam, hanya kau yang tahu jangan sampai keluar berita ini."

Malphas keluar sambil berkata lagi "jangan lupa nanti malam."

"Baik, Boss," jawab mereka.

Malphas keluar dan menuju hotelnya bersama dua wanita tidak tahu diri itu.

"Aku mau kau puaskan sampai nanti malam," kata Malphas pada keduanya.

"Siap. Milik kami selalu siap, Boss" balas mereka mulai tidak sopan.

Malphas mendengus pelan bersikap biasa. Memang ini, yang Malphas inginkan, yaitu dua wanita itu bersikap dominan penuh saat bercinta. Tapi, jika dua wanita itu berani dominan di luar ... jangan salahkan Malphas.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login