Download App
38.09% SEASON 2 TERANG DALAM GELAPKU / Chapter 32: MASIH CEMBURU

Chapter 32: MASIH CEMBURU

" Zair!" panggil Brian.

" Ummi!" panggil Iza.

" Hmmm? Ya, sayang?" tanya Fatma pada Iza.

" Abi panggil-panggil Ummi terus dari tadi!" ucap Iza.

" Oh, ya? Ada apa, Bib?" tanya Fatma.

Brian menghembuskan nafasnya.

" Apa ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Brian lembut.

" Nggak! Hanya kepikiran Anil aja!" jawab Fatma bohong.

Deg! Hati Brian seperti tergores sembilu saat mendengar perkataan Fatma. Ternyata Fatma memikirkan anak itu, anak dari pria yang sangat dibencinya karena telah membuat mantan istrinya hamil.

" Kenapa dia?" tanya Brian mencoba sabar.

" Ibu susunya sudah datang dan entah kenapa aku merasa seperti tidak suka padanya!" kata Fatma jujur.

" Memangnya dia kenapa? Apa dia jahat?" tanya Brian penasaran.

" Nggak juga! Hanya saja aku merasa dia akan menggantikan aku sebagai sosok ibu nantinya!" ucap Fatma begitu saja.

Deg! Jantung Brian berdetak sedikit kencang, dia merasa nada ucapan Fatma seakan-akan mantan istrinya itu cemburu pada ibu susu Anil.

" Apa dia masih single?" tanya Brian.

" Tidak! Tapi dia seorang janda!" kata Fatma pelan.

" Cantik?" tanya Brian.

" Mungkin!" jawab Fatma tidak suka.

" Berhijab?" tanya Brian lagi.

" Darimana kamu tau?" tanya Fatma terkejut.

Brian merasakan dadanya sesak saat Fatma menjawab semua pertanyaannya dengan raut wajah yang sudah dia duga. Dia begitu ketakutan jika hati istrinya akan berubah. Harun adalah pria dengan bekal kesabaran yang sangat banyak dan juga keikhlasan yang tinggi. Brian tahu sejak pertama kali dia belajar pada pria itu sebelum dia menikahi Fatma.

" Aku akan mempercepat proses perceraianmu dan kita secepatnya menikah setelah masa idahmu selesai!" kata Brian.

Fatma terkejut mendengar perkataan Brian, dia menatap mantan suaminya itu lalu menundukkan kepalanya. Fatma mengaduk-aduk makanannya dengan pikiran entah kemana. Dia ingin menolak perkataan Brian, tapi dia takut mengecewakan ayah dari anak-anaknya itu.

" Apa bisa dipercepat?" tanya Fatma lirih.

" Bisa! Semua bisa jika uang yang bicara!" kata Brian tegas.

" Astaughfirullah, Bib! Apakah kamu berniat menyogok mereka?" tanya Fatma menegakkan kepalanya.

" Aku tidak mau kamu berubah pikiran!" sahut Brian dengan membalas tatapan mata Fatma.

" Berubah? Maksud kamu?" tanya Fatma tidak mengerti.

" Aku tidak mau kamu berubah menyukai Harun!" kata Brian datar.

" Men...mennyukai Kak...Ustadz Harun? Jangan bergurau, Bib!" kata Fatma dengan jantung berdebar-debar.

" Aku tidak sedang bergurau, Qolbi! Aku tidak mau hal itu sampai terjadi!" kata Brian.

" Kamu harus yakin jika itu tidak akan pernah terjadi!" kata Fatma meyakinkan Brian.

" Kamu pindah saat ini juga dan lusasurat cerai kamu akan keluar!" kata Brian.

Fatma hanya bisa mengangguk setuju, dia tidak mau jika sampai Brian curiga pada dirinya jika dia menolaknya. Menyukai...dia? Ah, Brian hanya berlebihan! Mana mungkin aku memiliki perasaan seperti itu pada pria yang sangat aku benci! batin Fatma. Dia hanya tersenyum saat Brian melihatnya, lalu dia memakan makanannya dan sesekali menyuapi putrinya.

Fatma masuk ke dalam rumahnya dengan Harun, sementara Brian menunggu di dalam mobil. Iza sudah terlebih dahulu di pulangkan sebelum Brian mengantarkan Fatma pulang. Langkah Fatma terhenti di ruang makan yang terhubung dengan teras belakang rumah, saat dia mendengar percakapan 2 orang wanita.

" Apa Kak Zahirah sering meninggalkan Kak Harun dan Anil sendiri?" Fatma mendengar Nisa bertanya.

" Ustadzah kan punya butik, Mbak!" suara Embun menjawab pertanyaan Nisa.

" Seharusnya Majikanmu itu di rumah saja menjaga Anil, Apa dia tidak takut jika suaminya direbut wanita lain?" tanya Nisa.

Fatma mengepalkan kedua tangannya, hatinya terasa panas mendengar perkataan Nisa.

" Ustadz itu laki-laki yang setia, mbak! Mana mungkin berpaling dari Ustadzah!" kata Embun.

" Tapi dari yang saya lihat, sepertinya Kak Harun sedang kesepian!" kata Nisa.

Deg! Jantung Fatma berdetak kencang, pikirannya sudah berkelana kemana-mana saat Nisa menyebut kata kesepian.

" Kesepian bagaimana, mbak?" tanya Embun.

" Ya, bagaimana nggak kesepian jika selama saya disini, saya tidak pewrnah melihat majikanmu itu melayaninya, bahkan hanya sekedar untuk membuatkannya kopi!" kata Nisa lagi.

" Kan ada saya, mbak!" sahut Embun.

" Itu beda, Mbun! Bikinan istri itu terasa sangat enaka walaupun pahit! Suami saya dulu kadang tidak mau pergi bekerja selama menikah dengan saya!" kata Nisa.

" Kenapa, mbak?" tanya Embun penasaran.

" Karena saya sangat memanjakan dia mulai bangun pagi hingga mau tidur di malam hari! Saya tidak membiarkan orang lain melayaninya!" kata Nisa terkenang suaminya dulu.

" Wah, mbak Nisa hebat!" puji Embun.

Seketika hati Fatma berdenyut myeri mendengar pujian Embun pada Nisa. Pikirannya menjadi tak karuan, dia membayangkan jika Nisa menggantikan dirinya sebagai istri Harun.

" Eh, anak cakep udah bangun!" suara Nisa terdengar lagi.

" Kasihan Anil, masih umur segini sudah tidak menyusu pada umminya!" ucap Nisa yang menyusui Anil.

Bagai disayat sembilu, Fatma merasakan sakit pada hatinya. Tanpa terasa matanya berkaca-kaca mendengar ucapan Nisa pada buah hatinya dengan Harun. Fatma melangkah ke dalam kamarnya dan meraih ponselnya.

" Assalamu'alaikum, Zair!" jawab Brian di sebrang telpon.

" Kamu pulang saja dulu, Ka...Ustadz Harun masih di kantor..."

" Kita ke kantornya dan selesaikan masalah kalian sekarang juga!" potong Brian kesal.

" Baik!" balas Fatma yang tidak berani membantah perkataan Brian.

Fatma keluar dari rumah tanpa pamit pada Nisa dan juga Embun, dia langsung masuk ke dalam mobil Brian. Selama perjalanan mereka terdiam, Brian sesekali melirik ke arah mantan istrinya itu, dia sangat takut jika Fatma memikirkan orang lain selain dirinya.

" Aku harap Habib kembali saja ke kantor, aku tidak mau jika mereka melihat kebersamaan kita dan menjadikannya sebagai alat untuk membatalkan semuanya!" kata Fatma.

" Baik, tapi telpon aku jika kamu sudah selesai!" kata Brian.

" Iya!" jawab Fatma.

" Assalamu'alaikum!" pamit Fatma.

" Wa'alaikumsalam! Aku mencintaimu!" balas Brian.

Fatma tersenyum pada Brian dan langsung masuk ke lobby kantor Harun.

" Assalamu'alaikum!" sapa Fatma.

" Wa'alaikumsalam! Ustadzah Zahirah! Apa mencari Ustadz?" tanya seorang penerima tamu di dekat pintu masuk.

" Apa suami saya ada?" tanya Fatma.

" Sepertinya beliau baru saja kembali, Ustadzah bisa langsung saja naik ke ruang beliau!" jawab penerima tamu yang bernama Lukman.

" Trima kasih! Assalamu'alaikum!" kata Fatma.

" Wa'alaikumsalam!" jawab Lukman.

Jam sudah menunjuk angka setengah 4 sore, Fatma pergi ke mushalla terlebih dahulu untuk menunaikan shalat Azar, setelah itu dia naik ke ruangan Harun yang terletak di lantai 7. Dia melihat lantai tersebut kosong, ada 2 meja yang bertuliskan sekretaris dan HRD, tapi sudah tidak ada orangnya. Dia melirik jam di tangannya. Jam 4 lewat, pantas saja sudah sepi! batin Fatma.

Tok...saat Fatma mengetuk pintu, pintu itu terbuka sendiri, sepertinya orang yang baru saja keluar atau masuk kurang rapat dalam menutupnya.

" Assalamu'alaikum!" salam Fatma.

Harun yang saat itu sedang bersandar pada kursinya dan memejamkan kedua matanya terkejut mendengar suara lembut Fatma. Dia membuka kedua matanya sambil membalas salam Fatma.

" Wa;alaikumsalam! Zahirah!"

" Maaf saya mengganggu!" ucap Fatma.

" Tentu saja tidak! Ayo duduk!" kata Harun yang spontan berdiri dari kursinya dan mendekati Fatma.


Chapter 33: SEMUA KARNA HUJAN

Fatma duduk di single sofa dan Harun duduk di sebrangnya, mereka terdiam sesaat sementara diluar air hujan turun dengan derasnya.

" Mulai besok pagi saya akan pergi dari rumah Ustadz!" kata Fatma datar.

Harun menghela nafasnya, dia sadar jika ini pasti akan terjadi suatu saat nanti, tapi dia tidak menyangka jika kan terjadi secepat ini.

" Baik! Aku selalu berdo'a semoga kamu menemukan kembali kebahagiaanmu bersama keluargamu!" ucap Harun dengan bibir bergetar.

Fatma tidak percaya jika Harun mendo'akan dirinya dan Brian, padahal dia selalu membuat pria itu sedih.

" Aamiin!" jawab Fatma.

" Aku tetap akan memberitahu Anil siapa Ummi dan Abinya suatu saat nanti jika dia sudah mengerti tentang semua ini, itu juga jika kamu tidak keberatan!" kata Harun dengan berat hati.

Deg! Itu adalah putramu! Darah dagingmu! Dan aku yang telah berdosa membohongi kamu! batin Fatma.

" Ini sudah masuk waktu shalat maghrib, apa kamu..."

" Dimana mushallanya?" tanya Fatma.

" Kita bisa shalat disana!" kata Harun menunjuk sebuah bilik di pojok ruangannya.

" Saya mau wudhu!" kata Fatma.

" Masuklah ke kamar itu!" kata Harun menunjuk sebuah pintu.

Fatma berjalan menuju pintu yang ditunjuk Harun dan membukanya. Fatma melihat sebuah kamar tidur dan 2 kamar mandi. Sebuah sofa di dekat jendela dan ranjang berukuran King size berada di tengah kamar, ada lemari berkaca juga. Fatma melihat kedua kamar mandi, yang kiri ada shower dan closednya dan yang kanan hanya ada sebuah kran di tengah-tengah. Fatma masuk ke kamar mandi yang sebelah kanan. Setelah selesai, dia keluar dan melihat Harun yang berdiri di dinding kaca ruangannya.

" Ustadz!" panggil Fatma.

" Mau shalat jama'ah untuk pertama dan terakhir?" tanya Harun yang menoleh ke arah Fatma.

Fatma hanya diam saja, Harun terlalu yakin jika Fatma masih mau melakukan sesuatu bersamanya. Dia berjalan masuk ke dalam kamar tadi dan tidak berapa lama dia keluar. Harun melihat ke seluruh ruangan, dia tidak melihat Fatma disana. Pasti dia sudah shalat! batin Harun. Astaughfirullah! Aku sudah suudzon padanya! batin Harun.

Harun berjalan ke arah bilik di pojok ruangannya. Deg! Harun terpaku saat melihat Fatma yang sedang duduk sambil membaca Al Qur'an.

" Bisa kita mulai?" tanya Fatma setelah menutup Al Qur'an dan meletakkannya di sebuah rak.

" Eh, iya!" jawab Harun malu.

Untuk pertama kalinya Harun mengimami istrinya dan mungkin juga untuk terakhir kalinya hal ini terjadi.

" Assalamu'alaikum Wr. Wb! Assalamu'alaikum Wr. Wb!" ucap Harun melakukan salam yang diikuti Fatma.

Kemudian dia berdzikir dan berdo'a dalam hati. Ponsel Harun bergetar di atas meja saat mereka telah kembali duduk di sofa. Harun meraih ponselnya dan melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Bibirnya menyunggingkan senyum ceria dan semua itu tidak luput dari penglihatan Fatma.

" Assalamu'alaikum, Nis! Apa Anil sehat?" tanya Harun lembut.

Deg! Nisa? batin Fatma. Tanpa dia sadari kedua tangannya mengepal di balik khimarnya. Tiba-tiba hatinya merasakan amarah yang teramat besar pada Nisa.

" Wa'alaikumsalam, Kak! Alhamdulillah dia sehat dan sedang bobok!" kata Nisa.

" O, bobok! Apa kamu ada perlu?" tanya Harun lagi.

" Iya, Kak! Nisa minta tolong nanti pulang belikan pampers dan juga Tissue basah!" kata Nisa.

" Hanya itu?" tanya Harun.

" Emmm...itu...!"

" Apa? Bilang saja!" kata Harun.

" Anu...bisa nggak saya nitip vitamin E?" tanya Nisa.

" Vitamin E? Tentu saja bisa! Nanti akan saya belikan!" jawab Harun tersenyum.

Fatma tidak suka melihat senyum Harun yang merekah karena sedang menerima telpon dari Nisa. Dan apa itu? Vitamin E? Cuihhh! Emangnya Kak Harun itu suaminya apa? batin Fatma kesal.

" Maaf, Zaa! Itu tadi Nisa, dia minta tolong dibelikan pampers buat Anil!" kata Harun.

Harun melangkah ke dalam kamarnya dan meletakkan ponselnya diatas nakas, lalu dia mengambil sesuatu dari dalam lemari.

" Apa Brian akan membantumu mengambil barang-barangmu?" tanya Harun setelah dia kembali duduk.

Jdarrrrr! Petir menyambar diluar gedung perkantoran Harun.

" Astaughfirullahhhhh!" teriak Fatma sambil menutup mata dan telinganya.

Fatma memang sangat takut pada petir. Tiba-tiba saja lampu di ruangan Harun padam.

" Aaaaaa, Kak Harunnnn!" Fatma semakin berteriak sambil memanggil nama Harun.

" Zahirah!" panggil Harun yang reflek berdiri kemudian berlari ke arah Fatma.

" Aduh!" rintih Harun yang tulang keringnya terbentur ujung meja, tapi dia terus saja mendekati Fatma.

Jdarrrrr! Kembali petir menyambar diluar gedung, sesaat keadaan di dalam ruangan menjadi terang dan membuat Harun bisa memeluk Fatma.

" Kak! Takut!" keluh Fatma memeluk erat Harun.

" Tidak apa! Ada Kakak disini!" ucap Harun menenangkan.

Fatma menempelkan kepalanya ke dada suaminya itu dengan tangan gemetar memeluk pinggang Harun. harun memapah Fatma masuk ke dalam kamar miliknya karena disana tidak terdapat dinding kaca.

" Ayo kita pindah agar kamu tidak melihat petir itu lagi!" kata Harun yang diikuti anggukan dari Fatma.

Mereka sampai di dalam kamar dan suhu udara menjadi sangat dingin didalam kamar karena Ac dan udara dingin dari luar.

Didalam ruangan Harun memang ada jendela kaca tapi tidak terlalu besar dan hanya menampakkan sinar dari petir itu saja. Harun dan Fatma masih dalam keadaan saling berpelukan. Fatma bisa mendengar debar jantung Harun yang terdengar kencang di telinganya. Fatma perlahan melerai pelukannya dan mendongak ke arah wajah Harun. Bola mata mereka bertemu, bibir Fatma yang sedikit terbuka membuat hasrat Harun perlahan timbul. Ingin rasanya dia mencium bibir istrinya itu, tapi dia sudah berjanji untuk tidak menyentuh Fatma lagi.

Tapi tubuh dan hatinya tidak sejalan, perlahan wajah Harun mendekat dan tanpa diduga Fatma memejamkan kedua matanya. Harun yang merasa mendapatkan lampu hijau, langsung menyesap bibir istrinya dan melumatnya dengan penuh kelembutan dan kehati-hatian. Harun sedikit terkejut saat merasakan Fatma membalas semua perbuatannya.

Dalam hati Harun berdo'a lalu meniupkan ke atas kepala Fatma setelah melerai bibir mereka. Dengan penuh kelembutan pula dia melepaskan khimar yang menutupi kepala Fatma. Masya Allah! Indah! batin Harun saat dia melihat keindahan rambut istrinya walau dalam ruangan yang minim cahaya. Kembali dia bermain di bibir Fatma yang dirasakannya sudah ikhlas menerima sentuhan darinya.

Pakaian Fatma sudah terlepas, begitu juga Harun, kemudian Harun membaringkan Fatma dan mencumbu tubuh istrinya dengan menyelimuti tubuh keduanya. Malam itu Harun dan Fatma berusaha melakukan penyatuan tanpa adanya paksaan dari siapapun dan semua dilakukan karena rasa cinta walau Fatma belum menyadarinya.

" Kakkkk!"

" Maaf, Ummi! Apakah....sakit?"

Fatma berkaca-kaca mendengar Harun memanggilnya seperti itu, dia mengangguk pelan, wajahnya sudah merona karena malu, untung saja keadaan ruangan tidak begitu terang, jadi Harun tidak bisa melihat dengan jelas wajah istrinya.

" Maaf, aku akan pelan!"

Fatma benar-benar bisa merasakan ketulusan dan cinta Harun padanya malam itu. Harun begitu lembut dan sangat berhati-hati, walau Fatma sudah pernah melahirkan beberapa anak.

" Alhamdulillah, Ya Allah!" ucap Harun bersyukur saat tubuhnya menitipkan benihnya ke dalam rahim istrinya.

Harun menahan tubuhnya agar tidak mmberatkan Fatma, setelah merasa lega, Harun bergeser ke samping Fatma dan Fatma memiringkan tubuhnya.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C32
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank 200+ Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT