Download App
35.71% SEASON 2 TERANG DALAM GELAPKU / Chapter 30: BICARA

Chapter 30: BICARA

Sudah seminggu ini hidup Harun mengalami perubahan, dia tidak bisa lagi tidur dengan nyenyak, karena harus merawat Ahil. Dia tidak mau jika babysitter yang merawat putranya, karena dia ingin putranya tumbuh dengan mendapatkan banyak kasih sayang darinya, karena dia tidak akan mendapatkan dari ibunya.

Fatma semakin sering bertemu dengan Brian karena mereka menjalin kerjasama di bidang garment. Harun terkadang memindahkan kantornya ke rumah karena dia tidak mau bolak-balik saat Anil membutuhkannya. Kantornya sendiri telah berubah menjadi ruang kerja dan ruang bayi, karena Harun membawa Anil ke kantor jika ada meeting penting.

Malam itu Harun tertidur di sofa ruang tengah dengan Anil dipelukannya. Fatma baru saja pulang dari makan malam bersama Brian dan putrinya. Dilihatnya Anil yang terbangun sambil memegang-megang jambang Harun. Usia Anil sudah 3 bulan saat ini dan proses perceraian Harun juga sudah masuk ke pengadilan agama, tapi Harun masih mencari waktu untuk mengatakannya pada keluarga mereka. Fatma sebenarnya ingin berlalu dari ruangan itu saat dilihatnya Anil sudah berada dipinggir sofa. Entah apa yang membuatnya berlari menuju ke putranya, dia hanya berpikir bagaiman jika Anil jatuh dengan kepala dahulu, apalagi sofa yang ditiduri mereka cukup tinggi.

" Anilllll!" teriak Fatma menangkap putranya dengan Harun.

Harun terbangun dan terkejut saat melihat putranya jatuh.

" Masya Allahhhh!" teriak Harun yang langsung bangun dan berusaha menangkap putranya.

Kedua tangan mereka bersentuhan memegang tubuh Anil, mata mereka beradu. Deg! Deg! Deg! Deg! Jantung keduanya berdetak tak beraturan. Fatma langsung menundukkan kepalanya dan melepaskan tangannya setelah merasa yakin jika Harun memegang Anil dengan baik. Perasaan apa ini? Kenapa jantungku mendadak berdetak tak beraturan? batin Fatma memegang dadanya. Apa aku

" Maaf!" ucap Harun yang menyadari kesalahannya karena telah menyentuh istrinya.

" Kenapa kamu teledor sekali? Bagaimana jika Anil jatuh dengan kepala dahulu? Apa kamu pikir dia akan baik-baik saja?" cerca Fatma marah.

Semua kegugupannya berubah menjadi amarah pada Harun karena telah lalai menjaga Anil. Hati Harun menghangat mendengar amarah istrinya, dia merasa jika Fatma sebenarnya mencintai putranya. Anil hanya tertawa-tawa melihat kedua orang tuanya dan hati Fatma menghangat melihat tawa putranya.

" Trima kasih karena telah mengkhawatirkan dan menyelamatkan putraku!" kata Harun tulus.

" Kau..."

Mata mereka kembali beradu, Fatma bisa melihat ketulusan bercampur kesedihan di mata suaminya. Rambut yang acak-acakan dan jambang yang tumbuh di wajahnya membuat Harun terlihat semakin...Ah! Apa yang aku pikirkan! batin Fatma. Dia sebenarnya sangat marah sekaligus miris melihat anak dan suaminya. Anil tumbuh begitu sehat sementara suaminya sedikit lebih kurus dan ada lingkar hitam di matanya.

" Maafin Aba, ya! Aba lalai menjaga Anil! Untung ada Um...Tante Zahirah! Kami ke kamar dulu!" kata Harun pada putranya lalu kepada Fatma.

Hati Fatma sakit saat Harun menyebut dirinya Tante, tapi bukankah itu semua keinginannya? Bukankah dia memang tidak mau jika Anil dekat dengannya? Dan bukannya dia yang meminta perpisahan pada suaminya? batin Fatma.

Harun membawa putranya masuk ke dalam kamar, sedangkan Fatma terduduk di lantai menatap mereka berdua. Tanpa disadarinya airmatanya menetes di pipinya, dengan cepat dia menghapusnya.

Tok! Tok! Tok! Pintu kamar Fatma diketuk dari luar.

" Assalamu'alaikum, Zahirah!" sapa Harun.

Fatma yang sedang mengerjakan gambar pakaian menghentikan tangannya.

" Wa'alaikumsalam! Ada apa?" tanya Fatma bergeming.

" Apa kita bisa bicara?" tanya Harun lagi.

" Penting?" tanya Fatma malas.

" Iya!" jawab Harun.

Fatma memakai khimarnya lalu berjalan menuju ke pintu kamarnya. Saat dia membuka pintu, terlihat wajah sedih Harun dan ada lebam di ujung bibir juga pipinya. Bibir Fatma akan terbuka saat dia ingat jika mereka tidak dekat.

" Ada apa?" tanya Fatma.

" Kita ke ruang kerjaku!" kata Harun yang berjalan ke lantai 2 diikuti oleh Fatma.

" Masuklah!" kata Harun yang kemudian duduk di sofa panjang.

" Ada apa?" tanya Fatma setelah duduk di single sofa.

" Aku berniat mengatakan semuanya pada keluarga kita saat ulang tahun Zabran!" kata Harun.

" Itu masih 2 bulan lagi!" kata Fatma.

" Aku sudah mengatakan pada Arkan tadi siang!" kata Harun.

Fatma akhirnya mengerti apa yang terjadi dengan wajah suaminya.

" Seperti yang kamu minta, aku mengatakan pada Arkan jika aku memiliki wanita lain dan akan menikahinya setelah menceraikan kamu!" tutur Harun.

" Baik! Apa ada lagi?" tanya Fatma.

" Besok ada teman Nurul yang akan datang untuk menjaga Anil dan menyusui dia!" kata Harun.

Deg! Secepat itu dia mendapatkan penggantiku? batin Fatma kecewa.

" Ok!" sahut Fatma pendek.

" Jika kamu berniat untuk tinggal dirumahmu yang dulu, aku...aku mengizinkan!" kata Harun dengan bibir bergetar.

Fatma menatap tajam pria yang menjadi pasangan hidupnya itu, dalam semalam dia telah mempersiapkan semuanya.

" Ok! Aku akan meminta tolong Brian untuk membantuku!" kata Fatma sengaja.

Hati Harun terasa sakit mendengar Fatma menyebut pria lain terutama Brian.

" Iya! Terserah kamu!" jawab Harun menunduk.

" Apa ada lagi?" tanya Fatma.

" Tidak! Trima kasih!" kata Harun.

Fatma berdiri dan berjalan meninggalkan ruang kerja Harun. Selesai sudah semua mimpiku! Kamu sudah membawa separuh jiwaku bersamamu, Zahirah! batin Harun dengan mata berkaca-kaca.

Keesokan harinya Fatma berangkat pagi-pagi karena harus meeting dengan pemesan gaun pengantin langganannya. Fatma sangat sibuk hingga dia melupakan makan siangnya, tapi Brian selalu mengirimkan makan siang untuknya.

Fatma pulang saat jam menunjuk pada angka 7 malam. Terdengar suara tawa seorang perempuan di halaman samping. Fatma tertegun dan penasaran suara siapa gerangan. Fatma berjalan menuju ke teras samping, terlihat seorang perempuan berkhimar sedang menggendong Anil yang tertawa-tawa karena digoda, sedangkan Harun sangat senang mendengar tawa putranya.

" Sudah ya aanak tampan! Nanti bisa muntah kalo kebanyakan tertawa!" kata perempuan itu lembut.

" Kak Harun sudah makan?" tanya perempuan itu.

" Belum! Aku tidak pernah makan malam, kalo laparsaja aku akan makan!" kata Harun ramah.

" Kak! Jangan suka menunda-nunda makan, nanti bisa masuk angin dan kena maag!" kata perempuan itu.

Hati Fatma mencelos mendengar perempuan itu begitu perhatian pada suaminya. Dia saja yang sudah berumah tangga dengan Harun belum pernah berkata-kata seperti itu pada suaminya.

" Iya! Aku harus sehat bukan? Karena Anil membutuhkanku!" kata Harun pelan.

" Bener, Kak! Anil butuh aba yang sehat dan kuat disampingnya!" kata perempuan itu lagi.

Harun tersenyum pada perempuan itu, membuat Fatma menahan amarah. Dasar pria brengsek! Sudah beristri tapi masih senyum-senyum pada perempuan lain, mana masih muda! batin Fatma kesal.

" Kakak mau makan apa? Nisa akan masakkan untuk Kak Harun!" kata Nisa.

" Nggak usah, Nis! Embun sudah masak tadi!" kata Harun menolak.

" Masakan Nisa enak banget, lho, Kak! Nurul aja sampe nagih!" kata Nisa tersenyum.

" Lain kali aja! Nanti makanannya mubazir!" kata Harun.

" Ok! Kalo begitu kita makan malam dulu!" kata Nisa lalu menggendong Anil.

" Biar Kakak yang gendong!" kata Harun.

Harun mengambil Anil dari gendongan Nisa. Nisa menatap sendu pada Harun dan Fatma bisa melihat bagaimana cara memandang Nisa kepada Harun. Ada cinta dan kekaguman disana. Fatma mengepalkan kedua tangannya dan pergi meninggalkan mereka.


Chapter 31: CEMBURU

Fatma melempar tasnya ke atas ranjang dan menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

" Apa dia akan menikahi wanita itu setelah bercerai denganku?" ucap Fatma ambigu.

" Ah, apa perduliku! Aku juga akan menikah dengan Brian lagi!" ucap Fatma lagi.

Tapi kenapa dia merasa jika hati kecilnya marah melihat kedekatan Harun dengan wanita itu. Fatma berniat untuk shalat Isya' di mushalla saat dia melihat Harun makan bersama wanita itu dan Embun.

" Zahirah!" panggil Harun saat melihat istrinya itu berjalan menuju Mushalla.

Langkah Fatma terhenti, dia memejamkan kedua matanya dan memutar tubuhnya, dilihatnya Hrun berjalan kearahnya bersama dengan wanita itu. Cantik dan masih muda! batin Fatma.

" Kenalkan, ini Anisa, teman Nurul! Nisa, ini Zahirah, is...istri Kakak!" kata Harun ragu.

" Assalamu'alaikum, Kak Zahirah! Saya Anisa, panggil saja Nisa!" ucap Wanita itu lembut.

" Wa'alaikumsalam! Saya Zahirah, istri Us...Kak Harun!" kata Fatma penuh penekanan.

Hati Harun menghangat mendengar Fatma memanggilnya Kakak, karena baru kali ini Fatma memanggilnya seperti itu. Mereka berjabat tangan dan saling pandang.

" Apa kamu benar-benar teman Us...Nurul? Kamu terlihat..."

" Sebenarnya Kak Nurul adalah guru mengaji saya, tapi kami sering kemana-mana bersama!" potong Nisa.

" Apakah kamu yang akan menjadi ibu susu Anil?" tanya Fatma penuh selidik.

" Iya! Saya seorang janda yang baru saja ditinggal meninggal suami dan anak saya. Suami saya meninggal karena sakit dan anak saya meninggal saat dia lahir!" jelas Nisa.

" Saya turut berbela sungkawa! Apa Asimu masih keluar?" tanya Fatma lagi.

" Masih! Karena saya sebelum ini juga menyusui anak dari kakak saya yang tidak bisa keluar Asinya!" jawab Nisa.

" Apa dia tidak membutuhkan kamu lagi?" tanya Fatma sebel.

" Tidak! Keponakan saya sudah berusia 7 bulan!" jawab Nisa lagi.

" Kamu yakin Anil mau dengan Asimu?" tanya Fatma sinis.

" Ins Yaa Allah! Saya akan pelan-pelan mengenalkan rasa Asi saya padanya, dia anak yang sangat menggemaskan!" kata Nisa lagi sambil menatap bayi yang sedang tersenyum di gendongannya itu.

" Iya, kan anak tampan? Hmmm!" goda Nisa pada Anil yang langsung tersenyum.

Fatma terdiam, dia tidak tau apa yang akan ditanyakan lagi, atau lebih tepatnya malas dengan adanya ibu susu Anil. Dia merasa iri dengan kedekatan mereka, terutama dengan Harun.

" Saya shalat Isya' dulu!" kata Fatma yang pergi tanpa berpamitan.

" Maaf kalo Nisa lancang! Apakah Kak Harun sedang ada masalah dengan ibu Anil?" tanya Nisa setelah Fatma tidak terlihat.

" Tidak! Istri Kakak memang seperti itu! Mungkin dia merasa sedih karena tidak lagi bisa menyusui Anil!" jawab Harun sekenanya.

" Kenapa Asi Kak Zahirah tidak keluar?" tanya Nisa.

" Tidak tahu juga! Tiba-tiba saja!" jawab Harun sekenanya, dia terpaksa berbohong karena tidak mau masalah rumah tangganya dikonsumsi banyak orang.

Harun menunggu Fatma selesai shalat dan duduk di dalam mushalla.

" Zahirah!" panggil Harun.

Fatma menghentikan gerakannya sejenak untuk melipat mukena, lalu melanjutkannya lagi.

" Nisa akan menempati kamar tamu!" kata Harun.

" Terserah!" jawab Fatma datar.

Ada sedikit sesak di dadanya saat Harun mengatakan hal itu, tapi segera dia tepis. Dia tidak mau jika Harun menganggapnya berubah pikiran dengan perpisahan mereka jika dia tidak setuju dengan kehadiran Nisa.

" Trima kasih sudah mengijinkan Nisa tinggal disini!" kata Harun.

" Ini rumah Ustadz, saya tidak punya hak apa-apa pada rumah ini!" sahut Fatma.

Kembali hati Harun merasakan kesedihan mendengar perkataan Fatma. Ditatapnya wanita yang sedang duduk sambil merapikan khimarnya yang sedikit berantakan, lalu dia menghela nafasnya.

" Semoga Anil cocok dengan Asinya!" kata Fatma dengan terpaksa, padahal hatinya terasa sakit karena buah hatinya disusui orang lain.

Tapi dia tidak bisa menarik kembali kata-katanya saat di rumah sakit. Dia dan Brian sudah menyusun banyak rencana untuk masa depan mereka dan dia tidak mau melihat Brian kecewa karena dirinya.

Fatma tertidur akibat kelelahan, dia terbangun saat mendengar Anil menangis. Dengan cepat dia bangun dan berlari menuju ke kamar putranya. Tubuhnya terhenti di depan pintu, saat dia melihat Nisa dan suaminya sedang berdekatan untuk menenangkan Anil. Hati Fatma kembali terasa nyeri yang seharusnya tidak dia rasakan. Dia tidak memiliki perasaan apa-apa pada suaminya, semua hanya karena Anil, bukan karena hal lain.

" Kak Harun istirahat saja! Biar Anil Nisa yang jaga!" ucap Nisa penuh kelembutan.

" Kamu yakin?" tanya Harun lagi.

" Iya, Kak! Nisa lihat wajah Kakak sedikit lelah, Kakak istirahat saja! Nisa sudah terbiasa merawat bayi!" kata Nisa lagi.

" Baiklah! Kakak minta tolong, ya, Nis! Kakak ke kamar dulu, kalo ada apa-apa, kamu bisa bilang kakak!" ucap Harun pelan.

Hati Fatma merasa tercubit mendengar pembicaraan mereka berdua. pembicaraan yang seharusnya menjadi miliknya dan Harun. Fatma segera pergi ke kamarnya sebelum Harun melihat dirinya. Fatma perlahan meneteskan airmatanya, dia merasa bersalah pada anak dan suaminya karena sikap keras kepala dan egoisnya. Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya.

@ Assalamu'alaikum, Zair,,bisa kita ketemu besok

@ Aku kangen

Fatma tersenyum membaca pesan dari Brian, lalu dia membalasnya

@ Wa'alaikumsalam, Iya

Kemudian Fatma meletakkan ponselnya dan kembali tidur. Suara tangis Anil tidak lagi terdengar, mungkin Nisa sudah menjalankan perannya sebagai ibu susu.

Sidang perceraian Fatma dan Harun sudah mulai digelar hari ini.

" Apa anda sudah menjatuhkan talak?" tanya hakim pada Harun.

" Be..."

" Sudah, Pak Hakim!" sahut Fatma.

Harun menatap Fatma sambil bertanya-tanya, lalu menundukkan kepalanya.

Akhirnya Hakim menyarankan untuk melakukan mediasi, tapi Fatma menolaknya karena semua bukti pengakuan Harun sudah ada. Harun hanya menundukkan kepala dan meremas tangannya selama sidang berlangsung. Ya Allah, jika memang jalan ini adalah jalan terbaik dan takdir yang Engkau berikan, hamba rela dan ikhlas menerimanya! batin Harun.

Fatma melihat tingkah Harun yang hanya diam sedari awal, dia tahu jika pria itu merasa sedih dan pastinya menyesal dengan adanya sidang ini. Mereka keluar dari ruangan sidang, Brian sudah menunggu di sana dengan Iza, sedangkan Harun hanya seorang diri saja tanpa didampingi oleh siapapun. Harun memang sengaja tidak membawa siapapun dalam masalah rumah tangganya.

" Zair!" sapa Brian lembut.

" Ummiiii!" panggil Iza.

" Putri Ummi!" balas Fatma.

Fatma tersenyum dan menggendong putrinya itu. Harun menatap nanar ketiga orang itu. Hatinya kembali sakit untuk yang kesekian kalinya melihat kebersamaan mereka. Dengan langkah gontai Harun meninggalkan ruang sidang melalui jalan yang berlawanan arah dengan keberadaan mereka. Fatma sempat melihat kepergian suaminya, ada rasa yang lain saat melihat punggung suaminya, tapi dia tidak tahu apa itu.

" Ayo, kita pergi!" ajak Brian.

Mereka bertiga pergi meninggalkan pengadilan agama itu untuk makan siang.

" Apa kamu jadi pindah ke rumah kita yang lama?" tanya Brian.

" Iya!" jawab Fatma pelan.

" Ada apa? Kenapa murung?" tanya Brian.

" Nggak ada! Hanya masalah butik aja!" kata Fatma berbohong.

Entah kenapa dia merasa gelisah, tubuhnya berada disini, tapi jiwanya serasa berkelana entah kemana. Hanya ada Anil dan Nisa yang ada dipikirannya saat ini. Dia membayangkan Nisa akan dekat dengan putranya dan mungkin...akan menjadi ibu barunya dan itu membuat hatinya cemburu. Ah, apa benar aku cemburu? Tapi kenapa? Bukankah aku tidak mencintainya? Bukankah aku membencinya? batin Fatma.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C30
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank 200+ Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT