Download App
4.76% SEASON 2 TERANG DALAM GELAPKU / Chapter 4: MELAHIRKAN

Chapter 4: MELAHIRKAN

" Sudah nikah belum?" tanya yang satu.

" Belum, Bu!" jawab Erna tersenyum.

" Wahhh, kebetulan! Gue punya anak gadis yang belum nikah juga!" kata ibu tersebut.

" Isshhh! Lo tu ya dimana-mana liat cowok ganteng pasti lo jodohin sama anak! Emang anak lo berapa? Selusin?" sindir temannya.

" Sewot aja lo!" sahut ibu tadi.

Daffa memang menjelma menjadi pria matang yang tampan dengan tubuh tinggi dan terbentuk dengan baik akibat selalu menjaga kebugarannya. Dia telah memiliki perusahaan sendiri walau masih dibilang berkembang, semua karena didikan Brian dan Fatma. Dia telah memiliki sebuah rumah yang cukup besar dan isinya, hanya saja dia belum memiliki seorang istri. Entah apa dan bagaimana wanita yang diinginkan Daffa, hanya dia yang tahu.

" Assalamu'alaikum, Kak!" sapa Daffa.

" Wa'alaikumsalam!" sahut Fatma.

" Dek! Gimana? Sudah free?" tanya Fatma.

" Kalo buat kakak aku selalu free, Kak!" jawab Daffa tersenyum dibalas dengan Fatma juga dengan senyuman.

" Bre bilang semua sudah siap, kamu tinggal kirim saja!" kata Fatma.

" Kak Bre?" gumam Daffa.

" Kamu bilang apa?" tanya Fatma yang tidak mendengar dengan jelas ucapan Daffa.

" Nggak ada apa-apa, Kak! Apa barangnya ada di tempat biasa?" tanya Daffa.

" Iya!" kata Fatma.

" Ok, aku akan mengambil lalu mengantarnya!" kata Daffa.

Daffa berjalan ke arah ruang samping yang dijadikan tempat penyimpanan barang dagangan Fatma.

" Ahhhhh...Astaughfirullah!!" teriak Fatma.

Daffa yang masih berada di depan pintu gudang, terkejut mendengar teriakan Kakaknya.

" Kak Fatma?" kata Daffa berlari mendekati Fatma.

" Daffff...antar...kak...kak!" kata Fatma yang merasa sakit pada perutnya.

" Apa sudah waktunya?" tanya Daffa yang melihat kakaknya sudah melakukan pernafasan untuk orang hamil.

" Hufffttttt!" hembus nafas Fatma terdengar di telinga Daffa.

" Sebenarnya...baru bulan depan...tapi...sepertinya...dia...udah nggak...sabarrrrrr! Huft...huft...huft!" kata Fatma sambil mengatur nafasnya dan merasakan sakit 1 menit sekali pada perut bagian bawahnya.

" Ayo, Kak! Kita jalan pelan-pelan!" kata Daffa memeluk kakaknya agar bisa berdiri.

" Bri...annnnnn! Huft...huft...huft!...Telpon...Brian...Daffffff!" kata Fatma lagi.

" Erna! Tolong hubungi rumah, bilang kalo saya bawa Kak Fatma ke Rumah Sakit!" kata Daffa yang menuntun Fatma jalan keluar toko.

" Iya, Pak! Semoga lancar Ustadzah! Aamiin!" kata Erna.

" Trima kasih...Er...jaga toko...ya....!" pesan Fatma, diikuti anggukan mereka bertiga.

Salma segera lari ke rumah belakang dengan cepat. Dilihatnya Briana sedang bermain dengan kedua keponakannya.

" Bu Briana!" panggil Salma.

" Salma? Ada apa?" tanya Briana yang melihat Salma berlari-lari, lalu dia mendekati Salma.

" Ustadzah Zahirah akan melahirkan!" kata Salma terengah-engah.

" Apa? Ssstttt! Lalu dimana sekarang?" tanya Briana khawatir. Dia melihat ke arah anak-anak yang melihat ke arah mereka.

" Pelan-pelan, ada anak-anak! Saya nggak mau mereka mencari Umminya!" kata Briana.

" Pak Daffa membawa beliau ke Rumah Sakit!" kata Salma pelan.

" Trima kasih, Salma! Tolong jaga Toko Kakak ipar saya!" pesan Briana.

" Iya, Bu! Saya permisi!" pamit Salma.

" Iya!" jawab Briana lalu meraih telponnya dan menghubungi Brian.

Brian saat itu sedang ada meeting penting yang kebetulan tidak bisa diwakilkan dan diganggu. Meeting tersebut dilakukan di Kantor Pemerintah bersama jajaran Pemerintah pusat. Briana berkali-kali menghubungi ponsel Brian, tapi tidak aktif, begitu juga dengan ponsel Danis. Briana mencoba untuk menelpon ke kantor, tapi telpon sedang sibuk.

" Mbok Sum!" panggil Briana.

" Ya, Non?" jawab Sumi.

" Tolong jagain anak-anak! Kak Fatma mau lahiran!" kata Briana pelan agar anak-anak tidak mendengarnya.

" Ya Allah! Semoga lancar, Ya Allah!" kata Sumi.

" Aamiin! Saya pergi dulu, Mbok! Assalamu'alaikum!" kata Briana lalu pergi meninggalkan anak-anak yang sedang asik bermain.

" Wa'alaikumsalam, Non! Hati-hati!" balas Sumi.

Briana keluar dari rumah Brian dan menuju ke mobilnya. Dia mengemudikan mobilnya menuju ke Rumah sakit tempat Fatma melahirkan. Dia menghubungi mama papanya juga abi dan ummi Fatma.

" Dimana...suamiku...huft...huft huft!" tanya Fatma di atas brankar yang membawanya ke ruang bersalin.

" Kak Brian dalam perjalanan, Kak!" kata Daffa menenangkan kakakknya.

" Kalo...dia datang...huft...suruh...masuk...huft...huft...huft!" kata Fatma lagi.

" Iya, Kak!" kata Daffa.

" Daffa!" sapa Keisha, dokter kandungan Fatma.

" Dokter!" sapa Daffa balik.

" Saya langsung kesini waktu kamu telpon!" kata Keisha.

" Kak Fatma sudah di dalam, Dok!" kata Daffa.

" Saya masuk dulu!" kata Keisha.

" Silahkan!" jawab Daffa.

Keisha masuk ke dalam ruang bersalin, dia membersihkan tangannya dahulu setelah mengganti pakaian. Dia melihat perawat telah mengganti pakaian Fatma dengan pakaian rumah sakit saat masuk ke tempat Fatma.

" Brian...huft...huft...mana!" ktanya Fatma saat melihat Keisha datang.

" Dia pasti datang Ustadzah!" kata Keisha.

" Kenapa...lama ...sekaliiiiii!" ucap Fatma menahan rasa sakitnya.

" Permisi, Us! Tahan, ya!" kata Keisha memasukkan jarinya ke alat kelamin Fatma.

" Aaaaa!" rintih Fatma pelan.

" Apa Ustadzah akan menunggu Pak Brian dulu? Kasihan jagoannya sudah pengen keluar ini!" kata Keisha.

" Sabar...sayang! Abimu...belummmmm...dat...tangggg! Astaughfirullahhhh!" kata Fatma merintih menahan sakit.

Briana memarkirkan mobilnya lalu dengan terburu-buru masuk ke dalam Rumah Sakit. Dia langsung menuju ke ruang bersalin. Deg..deg! Dilihatnya Daffa yang sedang duduk di kursi tunggu sambil menelpon. Briana bermaksud untuk memutar tubuhnya agar menjauhi tempat itu, tapi Daffa terlanjur melihatnya.

" Anne!" panggil Daffa.

Deg! Dia masih saja memanggilku dengan nama itu! batin Briana senang.

" Assalamu'alaikum!" sahut Briana.

" Wa'alaikumsalam! Maaf! Apa kabar?" tanya Daffa yang menatap Briana dengan penuh misteri.

" Baik! Kamu...apa kabar?" tanya Briana gugup.

" Baik! Aku dengar kamu akan bertunangan bulan depan!" kata Daffa dengan nada sendu.

" Iya! Itu...aku harap kamu bisa hadir!" kata Briana memaksakan senyumnya. Jantungnya saat ini sudah ingin meloncat keluar karena Daffa yang terus menatapnya.

" Alhamdulillah! Semoga dia nanti bisa menjadi Imam yang baik buat kamu!" kata Daffa dengan hati berat.

" Aamiin! Kamu...bagaimana?" tanya Briana.

" Aku? Masih mengejar cita-citaku!" kata Daffa.

" Kamu sudah memiliki segalanya, Daf! Tunggu apa lagi?" tanya Briana.

" Entahlah! Masih mencari!" kata Daffa.

" Apa perlu aku carikan?" tanya Briana yang bermaksud bergurau tapi hatinya terasa perih.

" Apakah kamu ada teman?" tanya Daffa.

" Ada! Dia sangat taat pada agama dan orang tua!" kata Briana, suaranya seakan tercekat di tenggorokan saat mengatakan hal itu.

" Boleh! Jika kamu memang mengenal dia!" jawab Daffa dengan hati sedih.

" Kapan kamu ada waktu?" tanya Briana lagi.

" Mungkin nanti kalo aku ada waktu!" kata Daffa lagi.

" Ok!" jawab Briana.

Kemudian mereka berdua terdiam, Daffa berdiri di depan pintu ruangan bersalin dan Briana duduk di kursi tunggu. Sesekali Daffa menatap sendu Briana yang sedang memainkan ponselnya. Briana tahu jika Daffa sesekali menatap ke arahnya dan dia mencoba menghilangkan rasa gugupnya akibat tatapan Daffa dengan pura-pura membalas pesan di ponsel.

Diluar tiba-tiba terlihat awan hitam berarak diatas kota, tidak lama kemudian turun hujan dengan derasnya membuat udara menjadi dingin dan jalanan tergenang air yang cukup tinggi.

" Daf!" panggil Keisha.

" Ya, dok?" sahut Daffa.

Briana yang melihat ada Dr. Keisha keluar dari dalam ruang bersalin segera mendekati mereka.


Chapter 5: KECEWA

" Apa kakak iparmu sudah datang?" tanya Keisha.

" Belum!" jawab Daffa lalu menatap Briana.

" Sepertinya dia sedang meeting, Dok! Apa ada yang serius?" tanya Briana.

" Ustadzah Zahirah tidak mau melahirkan jika suaminya tidak ada disini!" kata Keisha.

" Apa? Jadi gimana?" tanya Daffa.

" Saya khawatir akan terjadi sesuatu yang membahayakan mereka berdua!" kata Keisha.

" Astaughfirullah! Tapi kenapa?" tanya Daffa lagi.

" Air ketuban beliau sudah pecah, jika beliau tidak segera melahirkan, anak yang ada di dalam kandungan akan mengalami keracunan dan..."

" Dan apa, Dok?" tanya Daffa dan Briana bersamaan.

" Bisa-bisa dia meninggal di dalam!" kata Keisha dengan nafas panjang.

" Astaughfirullah!" sahut mereka berdua.

Briana menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya sudah berkaca-kaca.

" Please, Dok! Tolong kakak ipar saya!" kata Briana.

" Iya, Dok! Apa yang harus kami lakukan?" tanya Daffa frustasi.

" Daffa! Briana!" panggil kedua orang tua mereka yang datang secara bersamaan.

" Bagaimana kakakmu?" tanya ummi Fatma.

Daffa dan Briana menyalimi mereka berdua saat sudah berdekatan.

" Ummi! Abi!!" sapa Daffa dan Briana bergantian.

" Air ketuban Kak Fatma sudah pecah, Ummi! Tapi kak Fatma tidak mau melahirkan tanpa Kak Brian disampingnya!" kata Daffa dengan nada khawatir.

" Masya Allah!" kata ummi dan abi Fatma bersamaan.

" Brian kemana?" tanya papa Brian yang tiba-tiba telah ada di sekitar mereka.

" Kak Brian sepertinya sedang meeting penting, Pa!" jawab Briana.

" Apa tidak bisa dihubungi?" tanya papa Brian, wajahnya berubah marah akibat ulah putranya yang terlalu mementingkan pekerjaannya.

" Sudah, pa! Tapi tidak bisa!" jawab Briana.

" Telpon kantornya!" kata papa Brian.

" Sudah! Kata mereka Kakak sedang meeting penting di luar dan tidak bisa di ganggu!" kata Briana.

" Biar Ummi yang masuk!" kata Ummi Fatma.

" Silahkan Ummi!" kata Keisha membawa Ummi Fatma masuk ke ruang bersalin.

" Benar-benar keterlaluan anak itu! Bisa-bisanya dia mengabaikan istrinya yang sudah hamil tua begitu!" gerutu papa Brian sangat marah.

" Sabar, Mas! Mungkin pekerjaan Bria memang tidak bisa ditinggal!" kata Abi Fatma berusaha mencairkan suasana.

" Memang putraku yang nggak bener, Mas!" kata papa Brian.

" Kita tunggu saja!" kata abi Fatma.

Sementara itu di dalam ruang bersalin, Fatma menunggu kedatangan Brian dengan sabar.

" Assalamu'alaikum, Fatma!" sapa ummi Fatma saat melihat putrinya.

" Wa'alaikumsalam! Ummi?" jawab Fatma terkejut melihat umminya yang datang.

" Kenapa tidak mau melahirkan?" tanya ummi Fatma mengusap wajah putri semata wayangnya itu.

" Fatma menunggu abinya anak-anak, Ummi!" jawab Fatma sambil menahan agar anaknya tidak keluar.

" Kamu membahayakan nyawa kalian berdua, Fatma! Kamu tahu jika air ketubanmu terus keluar dan hampir habis. Apa kamu siap bertanggung jawab pada Allah jika sesuatu terjadi pada buah hatimu?" tanya ummi Fatma.

" Tapi ummi..."

" Ummi anggap kamu siap!" sahut ummi Fatma dengan wajah kecewa.

" Biarkan dia menunggu suaminya, Dokter! Assalamu'alaikum! Ummi tunggu diluar!" kata Ummi Fatma lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

Fatma termangu melihat kepergian umminya, dia menatap perawat dan dokter Keisha yang menatapnya penuh kekhawatiran.

" Ini sudah terlalu lama, Bi!" kata ummi Fatma dengan nada khawatir.

" Sabar, Ummi! Kita do'akan saja yang terbaik!" kata Abi Fatma menghibur istrinya, padahal dia tidak kalah khawatirnya dengan istrinya.

" Dokter Keisha!" panggil Briana saat melihat Keisha keluar dari ruang bersalin.

" Bagaimana keadaan anak dan cucu saya, dokter?" tanya ummi Fatma.

" Ustadzah Zahirah sehat, hanya saja..."

" Hanya saja apa? Apa ada yang serius?" sahut ummi Fatma.

" Putra Ustadzah keracunan dan sekarang dalam keadaan kritis!" kata Keisha dengan nada sedih.

" Innalillahi! Bi! Cucu kita! Hikssss!" tangis Ummi Fatma pecah saat mendengar penuturan Keisha.

Begitu juga dengan Briana dan mamanya yang baru saja datang.

" Ya Allah! Hanya Engkau Dzat yang bisa menghidupkan dan mematikan kami. Hamba mohon agar Engkau memberikan keselamatan dan kesehatan pada cucu hamba! Aamiin Ya Robbal Alamiin!" ucap abi Fatma yang di amini oleh seluruh keluarga.

Fatma melahirkan seorang putra yang di beri nama Zibran. Zibran sempat mengalami kritis selama 10 hari dan harus dirawat selama sebulan di rumah sakit. Sejak peristiwa kelahiran Zibran, hubungan Brian dan Fatma seakan tidak lagi mesra. Fatma menyalahkan Brian karena tidak menepati janjinya untuk mendampingi dirinya melahirkan, sedangkan Brian menyalahkan Fatma karena dianggap lalai hingga menyebabkan keadaan Zibran seperti itu.

Keduanya saling menyalahkan dan tidak berusaha untuk bicara dari hati ke hati. Ego mereka sudah menutup pintu hati mereka. Fatma memilih tinggal di rumah sakit selama Zibran belum diperbolehkan pulang dan Brian membiarkan saja istrinya melakukan semua itu.

Fatma pulang setelah kembali membawa putra bungsunya terapi ke rumah sakit yang ada di Singapore. Dia pergi bersama Briana karena Brian sedang sibuk dengan pekerjaannya.

" Bre langsung pulang, ya, Kak!" pamit Briana.

" Iya, Bre! Hati-hati!" jawab Fatma yang menggendong Zibran yang sedang tertidur pulas.

" Iya, Kak! Salam untuk anak-anak!" kata Briana lagi.

" Iya!" jawab Fatma.

" Assalamu'alaikum!" pamit Briana setelah mereka saling mencium pipi.

" Wa'alaikumsalam!" sahut Fatma.

Fatma melangkahkan kakinya memasuki rumahnya.

" Ummiiii!" panggil Zab dan Iza yang melihat Fatma masuk ke dalam rumah.

" Assalamu'alaikum!" sapa Fatma dengan senyum yang merekah dan merasa sesak karena harus meninggalkan kedua anaknya dengan baby sitter.

" Wa'alaicumcalam!" jawab mereka bersamaan.

" Sshhhttt! Adek Zib lagi bobok! Ngomongnya pelan-pelan aja, ya!" kata Fatma dengan senyuman.

Mereka berdua menganggukkan kepalanya, lalu Fatma memeluk mereka dan menciumi wajah mereka berdua.

" Assalamu'alaikum Ustadzah!" sapa Nisa, babysitter Zibran.

" Wa'alaikumsalam, Nis! Tolong bawa Zibran ke kamarnya!" kata Fatma.

" Iya, Ustadzah!" jawab Nisa lalu menerima Zibran yang diberikan Fatma padanya.

Setelah Nisa pergi, Fatma menatap kedua anaknya dan langsung memeluk mereka lagi satu persatu.

" Ummi! Eliii!" kata Iza yang tertawa kegelian karena Fatma menciumi lehernya.

" Ummi! Apa ummi au pelgi agi?" tanya Iza dengan logat cadelnya.

" Nggak, sayang! Adek Zib baru saja di terapi biar sehat, Ummi minta maaf kalo harus meninggalkan kalian berdua di rumah, karena kalian harus sekolah!" jawab Fatma mengusap wajah putrinya.

" Jib ujah cembuh?" tanya Iza lagi.

" Iza berdo'a terus buat adek, ya! Kalo abis shalat, Iza dan Zab do'ain adek, ya!" kata Fatma memeluk putrinya.

" Iya, mmi!" jawab Iza dan Zabran bersamaan.

Zabran hanya menatap umminya dengan sedih. Sebagai anak yang dianggap tertua, dia bisa merasakan ketidak rukunan kedua orang tuanya. Meskipun masih kecil, Zabran memiliki pemikiran yang dewasa. Dia bisa melihat jika sikap kedua orang tuanya berubah, entah itu di meja makan atau saat mereka bertemu.

" Abi cemalam nggak puyang, MMi!" kata Zabran yang menyusul Fatma ke kamarnya.

Fatma tertegun mendengar ucapan putranya, dadanya berdetak kencang dan terasa sesak. Belum pernah selama mereka menikah, Brian tidak tidur di rumah jika tidak pergi keluar kota.

" Abi mungkin pergi keluar kota!" kata Fatma mencoba menanggapi ucapan putranya.

Fatma membuka walk in closetnya dan melirik ke ruang tas suaminya, semua masih di tempatnya. Berati semalam dia...

" Jab cama Ija temalin di jemput ante Eyo!" kata Zabran yang membuat jantung Fatma seakan terlepas dari tempatnya.

" Tante...Ver...ro?" tanya Fatma menebak.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank 200+ Power Ranking
Stone 0 Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login

tip Paragraph comment

Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

Also, you can always turn it off/on in Settings.

GOT IT