Download App
7.19% Princess in the Death Penalty (Indonesia) / Chapter 20: 20. Merasakan Sesuatu

Chapter 20: 20. Merasakan Sesuatu

"Seandainya kamu tidak diperintah Shem untuk membunuh Putri Serafin, aku mungkin sudah kau bunuh juga, kan?" jawab Adaline, sedangkan Abraham terdiam tak mampu menjawab.

"Saya adalah apa kata Tuanku, Putri. Saya juga mengerti perasaan Tuan Putri, apalagi saya dari kecil sidah kehilangan orang tua dan keluarga, tapi hidup tetap berjalan. Kita harus memikirkan masa depan, bukan masa lalu," nasehatnya kepada Masyayel.

"Kamu sama seperti Shem, dia juga mengatakan demikian." Gadis itu menyeka air matanya.

"Kami dididik dalam waktu yang bersamaan, tumbuh dan besar dalam lingkungan juga guru kami sama, saya dan Pangeran Shem memang banyaj kesamaan, karena itu kami selalu beriringan, tidak pernah ada perdebatan," jelas Abraham.

"Memang kalian memiliki banyak kesamaan dalam hal sikap dan tujuan hidup. Abraham, apa kamu tidak takut? Karena kesamaan kalian itu? Apakah kalian tidak takut jika tiba-tiba mencintai gadis yang sama?" celetuk Masyayel sambil tersenyum kecil.

"Hahaha, tidak mungkin Tuan Putri, Pangeran sudah mencintai anda sejak belia, sudah enam tahun anda mengisi hati Pangeran. Sedangkan saya masih sendiri sampai kini." Abraham tertawa. Baru kali ini ia melihat panglima yang misterius itu bisa tertawa.

"Katakan Abraham, gadis seperti apa yang bisa menembus hatimu?" goda Masyayel

"Saya tidak tahu, belum pernah bertemu gadis yang membuat hati saya merasakan sesuatu," jawab Abraham singkat.

Masyayel tersenyum mendengar jawaban dari Abraham karena untuk lelaki seusianya biasanya sudah memiliki tanda pubertas ketika masih usia belasan tahun dan ada rasa ketertarikan terhadap seorang perempuan? Apa harus menunggu merasa sesuatu baru bisa dinamakan jatuh cinta? Gadis itu mencoba mengingat-ingat kapan ia merasakan sesuatu terhadap Shem? Bahkan Masyayel pun lupa sejak kapan hatinya merasakan sesuatu ketika dirinya dekat dengan Shem? Yang ia tahu ia pertama bertemu adalah sangat usil dan benci dengan tamu baru, lalu tiba-tiba mereka saling mengenal, lalu entah kapan tidak disangka Shem tiba-tiba menciumnya pertama kali dibawah rerimbunan pohon. Itupun Masyayel yang kala itu sebagai Putri Adaline bahkan tidak merasakan sesuatu. Justru ia takut dengan perasaan dan hatinya sehingga ia buru-buru menceritakan kepada Ibunya. Sang Ratu Librivia.

"Apakah menunggu merasakan sesuatu untuk mengetahui kita suka pada seseorang atau tidak Abraham? Aku sudah mencoba mengingat tapi juga tak ingat sama sekali. Kapan hatiku merasakan sesuatu sehingga aku bisa bersamanya dan memilihnya. Tiba-tiba saja kami saling mengenal lalu kami dekat dan tiba-tiba juga dia mencium aku pertama kalinya yang aku sama sekali tak merasakan apa-apa kala itu, tapi aku juga tanpa sadar sekarang sudah terjebak dalam hubungan dengannya dan aku sudah jatuh cinta kepadanya," ucap Masyayel sambil berjalan mengitari lahan luas beralaskan rerumputan yang sedang tertiup angin.

"Ya, Pangeran banyak bercerita tentang anda, Putri. Sejak pertama bertemu, bagaimana saat kalian bertengkar dan saling usil lalu ketika bertambah usia Pangeran mulai terpesona dengan anda yang mulai menawan, sepertinya memang Pangeran yang menyukai Putri duluan, dan mungkin juga sesuatu itu ada dan hanya dirasakan oleh seseorang yang dirinya jatuh cinta terlebih dahulu kepada seseorang, itulah sebabnya anda tidak merasakan sesuatu terhadap Pangeran pada awalnya, namun sekarang anda telah menyambut cintanya, itulah yang belum pernah saya rasakan Tuan Putri" jawab Abraham.

"Oh ya? Aku baru tahu kalau kamu juga menjadi teman curhatnya. Wkwkwk, lucu juga ya Shem? Hehehe," jawab Masyayel sambil tertawa menutup mulutnya.

"Iya Tuan Putri, dulu sejak kecil kami berbagi bersama, saling bertukar cerita, ketika masa belia juga masih, tapi seiring bertambah dewasa usianya, Pangeran sudah tidak pernah lagi menceritakan tentang cerita hidupnya lagi, apalagi urusan pribadinya." Abraham berkata selanjutnya.

"Mungkin memang karena kedewasaannya sehingga ia berfikir ada kalanya sesuatu harus ia simpan sendiri dan ada hal yang ia sampaikan kepadamu," ucap gadis itu.

"Sejak itu memang tidak ada cerita lagi yang kami tukarkan, hanya urusan perang dan perintah saja yang Pangeran sampaikan kepadaku. Begitu juga sebaliknya." Abraham mengelap pedang kami lalu menyarungkannya.

"Mari kembali Tuan Putri, aku yakin Pangeran tak akan suka seandainya melihat kita mengobrol selain tentang latihan pedang. Apalagi tentang cerita masa belia Pangeran. Pasti beliau akan marah." Abraham mengajak gadis itu kembali ke istana karena latihan telah usai. Abraham juga memberitahu Masyayel bahwa Pangeran tak akan senang melihat gadisnya bercakap-cakap tentang bukan hal penting dengan siapapun. Meskipun dirinya adalah orang kepercayaan Pangeran.

Keduanya kembali ke istana dan Masyayel telah berada jauh dan terpisah jarak dengan Pangeran Shem selama tiga hari. Pangeran tidak mengatakan apa-apa mengenai kepergiannya. Berapa lama dan kapan kembalinya tak ada yang tahu. Masyayel kembali ke ruangannya. Dia tinggal satu kamar dengan paman Elliot yang memang sudah ia anggap sebagai pamannya.

"Bagaimana latihanmu Masyayel?" tanya Paman Elliot.

"Menyenangkan, Paman. Aku semakin paham bagaimana menggunakan pedang, Abraham sangat sabar mengajariku." Ungkap gadis itu snagat senang. Dia segera duduk di dekat Pamannya, sedangkan sang paman masih mengupas bahan herbal untuk minuman kerajaan besoknya.

"Paman, aku mau tanya. Apakah Paman menyaksikan orang tua dan adikku dihukum penggal? Bagaimana situasi saat itu? Aku sangat ingin tahu Paman, karena Pangeran dan Abraham tidak ada di istana saat pelaksanaan hukuman itu." Masyayel langsung memutar badannya seakan ia serius hendak mendengarkan kisah yang mungkin semasa hidupnya takkan pernah bisa dia lupakan.

"Apa kamu yakin ingin mendengarnya? Itu sangat memilukan, apalagi mereka orang-orang yang sangat kamu cintai," ucap Paman Elliot.

"Aku sudah siap mendengarkan cerita itu Paman, aku ingin tahu seperti apa akhir hidup keluargaku. Aku sudah memyiapkan mentalku, buktinya aku bisa menjalin hubungan cinta dengan Pangeran Shem, karena aku sudah menerima takdirku ini. Memang Ayahku melakukan kesalahan meskipun tak termaafkan, meskipun sangat kecewa dan sangat sedih dengan kisah yang sangat tragis itu. Bahkan pasti seumur hidupnya takkan bisa dilupakan. Seorang Raja membunuh semua keluarganya tetapi harus melawan rasa sakitnya itu karena setiap saat hatinya mencintai sang putra mahkota dari seorang Pembunuh keluarganya.

"Semua orang penting hadir untuk menyaksikan kejadian yang tidak biasa itu, Keluargamu sudah pasrah dengan sanksi yang akan mereka terima, wajah-wajah mereka semuanya telah ditutup oleh karung kecil agar mereka tidak menyaksikan kematian mereka sendiri,"

Paman Elliot menjelaskan lagi, bahwa Pangeran sudah memperjuangkan hukuman mereka semua agar diringankan, bahkan Ratu juga sudah menghadap Raja, tapi keputusan Raja sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat lagi, maka tetap terjadilah sebuah panggung pertunjukan pesakitan itu. Rakyat dari segala arah turut menyaksikan seolah sebuah pertunjukan istimewa yang belum pernah ada selama ini. Tanpa rasa iba atau rasa sedih, mereka menunggu saat itu tiba.


Chapter 21: 21. Kesibukan Pangeran

Masyayel mendengarkan itu semua dengan seksama, meskipun berulang kali ia menyeka air matanya, ia tetap meminta paman Elliot untuk melanjutkan kisah nyata itu.

Dengan aba-aba yang sama, tiga algojo siap mengayunkan golok besar yang tampak mengkilat bagai benda yang haus darah. Tanpa membutuhkan waktu yang lama. Terjadilah itu semua, melayanglah tiga nyawa orang yang berpengaruh dan paling berkuasa di Negeri seberang itu.

Darah kental dan merah menyala mengalir deras dari urat leher mereka yang dipaksa terpisah. Mereka ambruk seketika tiada ampun. Pemilik Negeri dan kerajaan Serafin yang telah kollabs karena serangan besar-besaran untuk menggempur Negara itu telah kandas, tumbang tak bernyawa dan jiwa-jiwa mereka terbang ke Nirwana. menyaksikan raga yang tak berdaya dan mengenaskan di hadapan jiwa jiwa mereka sendiri.

Masyayel menangis tersedu-sedu mendengar semua penjelasan itu. Semua seakan nyata terjadi di depan matanya. wajah-wajah orang yang begitu dicintainya. Kini telah melayang dan tak lagi bisa menyentuh mereka.

Pangeran Shem telah menyiapkan tehnik serangan yang sudah diasahnya berhari-hari, ia tahu ia bisa menghentikannya! Pemberontakan kecil dari Negara koloninya, jika Negara kecil itu masih membangkang, dia dibuat kacau dan tidak akan selamat karena pasti dibuat tumbang. Shem tahu bagaimana cara mengatasi mereka semua, dia beserta ayah dan para prajuritnya. Shem memposisikan dirinya jauh didepan para prajuritnya itu. Ia juga saking yakinnya tak perlu membawa panglima perang yang tangguh kepercayaannya itu, Abraham. Dia hanya membawa senjata pedang dan tameng perangnya saja, tak lupa jubah kesayangan_Jubah kebanggaan Sadrach.

Jauh di depan sana sudah ada ribuan prajurit yang siap menyerang, beberapa kerajaan kecil tergabung dalam satu serangan. Mereka meminta dibebaskan dan diberi kemerdekaan untuk memimpin kerajaannya sendiri tanpa harus menjadi budak Sadrach atau hanya berstatus kerajaan koloni kecil, memang dari awal mereka direbut kekuasaannya oleh Sadrach, namun dibalik itu, ternyata mereka menyusun rencana dan merangkul kerajaan-kerajaan senasib lainnya.

Tampak berderet-deret serempak menggunakan jubah perang mengagumkan mata. Prajurit siap perang yang tersisa ini telah disiapkan fisik dan mentalnya oleh panglima dan Jenderal-jenderal terkemuka nan pemberani yang siap mati demi melindungi Negeri dan kerajaan mereka, meskipun bukan Kerajaan besar, namun semua yakin, meskipun pimpinan dan panglima yang paling tangkas itu bagi mereka (Negara koloni) mengenai jumlah, persenjataan, peralatan perang sangatlah tidak memadahi dan tidak berimbang dengan Sadrach. Jumlah dan keadaan yang tidak berimbang ini sungguh tidak menjadikan jiwa pemimpin-pemimpin dan prajuritnya itu tumbang, bahkan semakin berkobar di medan perang, untuk menuntut sebuah kemerdekaan dari naungan Negeri Sadrach.

Tiga hari sudah kedua kubu telah berusaha membicarakan secara baik-baik dan secara kekeluargaan, namun tidak menemukan jalan keluar atau titik temu. Keduanya memiliki perbedaan kemauan. Negeri koloni tetap pada pendiriannya ingin merdeka dan tak mau hidup dalam aturan Sadrach. Sedangkan Raja Sadrach tetap teguh tidak ingin melepaskan koloninya satupun. Akhirnya tercetuslah sebuah peperangan ini, yang kalah harus menuruti permintaan yang memenangkan peperangan.

"LAWAN SUDAH MULAI TAMPAK DARI KEJAUHAN!" teriak salah seorang prajurit yang bertugas mengawasi dari jarak jauh.

Shem memejamkan mata mencoba menembus kekuatannya, dia menyatukan tenaga dalam dengan alam di sekitarnya, pedang tajam dengan kemilaunya itu ia hunuskan, pedang yang telah menumpahkan darah berliter-liter selama ini yang selalu menemaninya berperang di penjuru bumi.

Tetiba saja suara gemuruh angin mulai terdengar dari segala arah, seakan menyaksikan)9 dan turut serta dalam peperangan ini nanti. Shem dan Ayahandanya tampak sangat siap untuk berperang. Mereka menggenggam kepercayaan diri yang kuat bahwa kemenangan akan ada dalam gendongan Negeri adidaya ini.

Peperangan itu seakan tampak dari langit adalah seperti sebuah butiran debu yang berhamburan, berjalan saling melawan arah lalu bertubrukan dengan dahsyatnya. Pedang-pedang tajam telah dihunuskan, diayunkan, ditancapkan. Mereka dari dua kubu yang berbeda, saling menyerang dengan kekuatan yang maksimal yang mereka miliki.

Terjun dalam peperangan tidak hanya berbicara soal aksi heroik. Jauh lebih dari itu, kekuasaan jadi pilar yang mendorong seseorang untuk turun langsung ke medan perang. Sejak pangeran Shem mengenal perang pertamanya, ia tahu bahwa banyak keterlibatan anak raja yang bersedia mengorbankan nyawa di medan perang. Bukan semata-mata untuk kekuasaan namun juga kemakmuran rakyat dan Negerinya.

Cucuran darah dikorbankan untuk mewujudkan Kerajaan yang semakin melebarkan sayap dan melebarkan wilayahnya. Tak sedikit Pangeran tampan yang ikut berperang di Kerajaan-kerajaan lainnya juga. Jadi bukan perkara tampan maka mereka lantas segan dan takut maju ke medan perang. Mereka harus siap kalah atau menang meskipun sebagai seorang Putra mahkota kesayangan dan bahkan semata wayang seperti dirinya, kekeliruan sedikit saja bisa menghilangkan nyawanya dan bahkan menghilangkan masa depan Kerajaannya dalam sebuah peperangan, namun itu semua tidak menyurutkan niatnya untuk tetap berperang dan menghunuskan pedangnya di mana pun berada ketika melihat pemberontakan.

kini semua penjuru dari ujung barat ke timur, selatan ke utara ... semua sedang berseteru dan saling serang, para prajurit Sadrach maupun prajurit lawan mulai merasakan keganjilan karena Sadrach memang selama ini terkenal tak terkalahkan, sedangkan Kerajaan-kerajaan lawan adalah hanya koloni dan selama ini memang dibawah naungan kerajaan Sadrach. Mereka mencoba menggandeng sesama Kerajaan yang senasib untuk meminta melepaskan diri dari Sadrach. Mereka merasa dijajah walaupun Sadrach merasa sudah memakmurkan mereka dan mengayomi rakyat mereka.

Mereka mulai lelah, mereka mulai terpojok. Tehnik peperangan yang meskipun satu lawan satu dengan prajurit, tetap mereka kalah jumlah. Ayunan pedang dan tameng saling bergantian menyerang dan menangkis, darah-darah juga sudah banyak yang tumpah ruah meskipun bisa dikatakan ini hanyalah peperangan kecil dari sang anak Kerajaan kepada Bapaknya bagi Sadrach. Tapi Sadrach memang terkenal tidak memberikan toleransi kepada semua penghianat, perang ini dianggap sebuah penghianatan dari Kerajaan kecil yang selama Sadrach ayomi dan selama masa kepemimpinan Raja Theophylus tidak pernah melakukan pemberontakan.

Meskipun mereka telah melakukan gabungan dengan Kerajaan-kerajaan lain, tetap tidak sebanding dengan kekuatan Kerajaan Sadrach.

Shem menghajar salah satu Raja, pemimpin mereka dengan pedangnya, begitu juga raja Theophylus_ayahnya, juga menghadapi raja lainnya. Mereka berperang dengan bengis dan gesit, saling bersemangat ingin menumpahkan darah lawan lebih dulu.

Mereka harus memilih siapa diantara mereka berdua yang akan mati, dan siapa yang akan hidup? Tentu Sadrach berharap menang dan dapat melumpuhkan lagi kerajaan-kerajaan koloni yang memberontak ini. Menghukum para pemimpin dan dalang pemberontakan ini serta tetap memerintah mereka dengan adil jika rakyat dan prajuritnya telah tunduk setelah pemimpin-pemimpin mereka kalah.

Arena peperangan ini sangat gelap diselimuti oleh kemarahan dan dendam serta rasa sakit hati dari kedua belah pihak.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C20
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT