Meskipun seorang Mami ditempat yang kurang baik, tapi Sundari adalah wanita yang baik. Tidak ada seorangpun yang tau bahwa Sundari tidak pernah lepas dari solat fardhu 5 waktu sesuai dengan imannya. Hanya saja, untuk pergi dari tempat ini Sundari belum memiliki keberanian. Bukan masalah rezeki, tidak sama sekali. Sundari percaya bahwa Allah akan mengatur rezekinya. Hanya saja, ia belum siap untuk kembali ke lingkungan orang-orang biasa. Ia belum siap jika mendengar kata- kata hinaan seperti Wanita murahan atau mantan seorang kupu-kupu malam.
"Kamu masih muda sekali, Kartika. Apakah kamu masih sekolah?"
"Masih Mami, saya masih SMA. Saya nggak tau kalau Ibu akan menjual saya hari itu. Ibu hanya menyeret saya untuk pergi bersamanya dan kemudian saya ditinggalkan di rumah Mami Sania."
Sundari memeluk Kartika dengan hangat, membuat gadis belia itu sedikit terkejut. Perlakuan Sania dan Sundari sangat jauh berbeda. Sania lebih galak dan sangat sinis, sementara Sundari begitu lembut. Hal ini tentu membuat Kartika bingung.
"Jika saja anakku masih hidup, dia tentu seusia denganmu, Kartika. Tidak usah memakai nama Karla ya, tetaplah menjadi Kartika. Boleh, aku meminta sesuatu?"
"Ap-apa, Mami?"
"Jika di depan anak-anak yang lain, kau bisa tetap memanggilku Mami. Tapi, jika hanya kita berdua panggil aku Ibu. Kau mau?"
Air mata Kartika tak terbendung lagi, ia pun menangis di pelukan Sundari.
"Terimakasih, bu."
"Ibu akan mengurus KTP mu ya nak. Oya, kau harus belajar untuk menabung, nak. Sedapat mungkin Ibu akan memberimu tamu yang baik dan tidak kasar juga royal dalam memberikan uang tips. Sehingga kau bisa cepat keluar dari sini. Ibu nggak mau kau bernasib sama seperti Ibu. Sampai tua di tempat seperti ini. Jangan berlama-lama di tempat ini, nak. Kau masih terlalu muda dan, kau masih berhak untuk merasakan kehidupan yang jauh lebih baik. Nah, sekarang kau kembali ke kamarmu. Berdandanlah yang cantik. Biasanya tamu-tamu datang pukul 10 malam. Ibu akan memilih tamu yang baik untukmu ya, nak. Ada kok, tamu yang hanya booking untuk menemani karaoke. Tidak selalu harus menemani di atas ranjang."
"Sekali lagi, terimakasih bu."
"Sama-sama, nak."
Kartika pun beranjak keluar ruangan dan kembali ke kamarnya untuk bergabung bersama Neneng dan Euis. Kartika pun mulai memakai make up nya. Seperti biasa, dia hanya memilih make up yang natural, ia tidak mau kelihatan terlalu medok dan menor.
"Kamu mah enak, Tika. Wajah kamu putih nggak jerawatan, trus ya nggak belang kaya muka kita. Coba liat mukaku, kalau nggak pake foundation yang banyak pasti keliatan kalau aku tu banyak jerawat," kata Euis.
"Ah, si teteh mah bisa aja. Nggak gitu atuh, teh. Kalau aku pake tebal aku takut menor aja," jawab Kartika
Tiba-tiba, terdengar suara Sundari memanggil Kartika. Kartika yang baru saja selesai make up dan berganti pakaian langsung menghampiri Sundari.
"Pakai sepatu dan bawa tas mu. Tamunya ingin membawamu ke Karaoke."
Kartika pun menurut, ia menyambar tas nya dan memakai sepatunya.
Tamu Kartika seorang pemuda bertubuh tinggi, dia cukup tampan. Dari penampilannya paling tidak ia baru berusia 28 tahun.
"Ini namanya Bang Johny, abang ini kerja di Awiligar. Kamu temenin ke Hollywood Karaoke ya. Jangan takut, nanti pasti di antar lagi ke sini, kok," kata Sundari. Kartika hanya mengangguk.
Johny langsung menggandeng tangan Kartika dan mengajaknya masuk ke dalam mobilnya. Mereka menuju ke jalan Sumatra. Sebuah tempat Karaoke ada di sana. Tempatnya tidak terlalu besar tapi roomnya cukup bagus. Begitu juga dengan soundnya. Yang paling penting lagu-lagunya cukup komplit. Begitu yang Johny katakan.
"Kamu anak baru, ya?" tanya Johny pada Kartika.
"Iya, bang. Baru tadi siang aku sampai."
"Pantas, Mami bilang ada barang baru. Umur kamu pastinya masih kecil ya? Kelihatan dari wajah kamu. Beda sama yang lain di sana. Udah pada berumur, kamu masih segar," kata Johny.
Saat mereka sampai seorang wanita bertubuh tinggi dan berambut lurus dengan kulit yang putih mulus menyambut mereka. "Ini Mami Marisa, biasanya aku selalu booking anak sini, tapi, berhubung tadi Mami Sundari telepon, jadi ajak kamu. Mami, ini teman aku namanya Kartika."
Wanita yang dipanggil Mami Marisa itu langsung mengulurkan tangannya. Ia tersenyum ramah pada Kartika.
"Jadi, malam ini nggak booking anak-anak Mami ni?" tanya Marisa. Johny menggelengkan kepalanya, "Minggu depan aja deh kalau ke sini lagi, Mami."
Johny pun menyewa room yang berukuran sedang dan juga memesan makanan dan minuman. Minuman yang di pesan oleh Johny hanya minuman bersoda biasa dan juga beberapa cemilan seperti kentang goreng, nugget dan ayam goreng biasa.
"Aku bukan peminum, jadi aku nggak kuat kalau pesan minuman yang aneh-aneh. Lagi pula aku memang hobby bernyanyi, bukan mau mabuk-mabukkan. Pekerjaan aku cukup membuat lelah, dan aku butuh refresing," kata Johny lagi.
Kartika memang tidak terlalu banyak bicara. Ia cukup senang mendengarkan Johny bicara ini dan itu. Mereka bernyanyi bersama, suara Johny menurut Kartika cukup bagus. "Suara abang bagus," kata Kartika.
"Nah, begitu dong. Dari tadi abang ini mau mendengar kau bicara. Ini jadinya malah abang yang jadi radio butut bicara terus menerus," kata Johny.
"Aku malu, bang," jawab Kartika jujur. Johny hanya mengelus rambut Kartika perlahan.
"Kamu ada di sana atas keinginan kamu?" tanya Johny.
Kartika menggeleng, dan cerita sedih tentang ibunya pun mengalir begitu saja dari bibir Kartika. Johny yang mendengar cerita Kartika tanpa sadar meneteskan air mata.
"Tega sekali ibumu. Jadi, kamu belum pernah bertemu lagi dengan ibumu?" tanya Johny.
"Belum, bang. Jujur, aku juga tidak mau tinggal di tempat itu dan menjadi penjaja cinta. Aku masih ingin sekolah dan menikmati masa mudaku. Tapi, segalanya tidak terjadi sesuai dengan apa yang aku harapkan. Aku sudah menjadi sampah masyarakat. Aku sudah terlanjur kotor dan tidak layak untuk siapapun," kata Kartika menyudahi ceritanya.
Johny menghela napas panjang. Ia merasa iba mendengar cerita Kartika.
"Kalau kau butuh sesuatu, minta supaya Mami Sundari meneleponku. Aku akan datang untukmu, jika aku bisa membantumu ya aku akan bantu sebisa mungkin. Anggap saja aku ini abangmu, Kartika."
"Terimakasih banyak atas kebaikan Abang. Aku pikir, semua tamu yang datang hanya membutuhkan kepuasan di atas ranjang. Tapi, tenyata ada yang membutuhkan teman untuk bicara seperti abang."
"Jangan melihat segala sesuatu dari luarnya, Tika. Tidak semua yang buruk itu buruk. Dan, tidak semua yang baik itu dalamnya juga baik."
**