Download App
24% Fine

Chapter 6: Six

Author POV

Ayu menatap layar hp nya. Sudah hampir 1 jam mereka berputar-putar di mall itu tapi Ayu masih belum menemukan kata-kata yang pas untuk membalas pesan dari Dimas.

Sementara Nadya sedang asik memilih sepatu mana yang akan dibelinya, Ayu memutuskan untuk duduk sejenak di sofa yang disediakan di dalam toko itu.

Sesekali menatap berkeliling, berharap mendapatkan sedikit ilham untuk membalas pesan yang sudah dari tadi pagi dibacanya.

Hmmm.. apa ga usah dibales aja ya? Toh kita bukan apa-apa. Hanya kenal aja..

Tapi ternyata tak semudah itu mengalihkan pikirannya dari pesan itu. Bayangan wajah dan senyum manis Dimas kembali terlintas dipikirannya. Wanita itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang perlahan, seolah-olah sedang mengosongkan isi otaknya.

"Yu! Ini bagus ga?" Tanya Nadya sambil menunjukkan sepatu pump shoes berwarna pastel. Sepatu itu terlihat elegant.

"Bagus.. tapi apa heels nya ga ketinggian Nad? Ntar kalo kamu jatoh aku bakal ngetawain dulu loh baru nolongin kamu.."jawab Ayu sambil terkikik. Dia sudah membayangkan bagaimana lucunya Nadya kalo sampai sahabatnya itu terjungkal gara-gara sepatu yang heelsnya terlalu tinggi untuk ukuran Ayu.

Ya, Ayu bukan tipe wanita yang senang bersolek. Dia baru belajar mengenal lipstik dan kawan-kawannya dari Nadya saat awal masuk kerja. Itu pun dia hanya memakai tipis-tipis saat ke kantor .

Untuk baju dia lebih memilih kemeja-kemeja berpotongan simple dengan warna pastel atau monokrom tapi tidak terlalu banyak motif. Untuk hijab pun dia lebih suka yang simple. Dia tidak suka memakai terlalu banyak jarum pentul di kepalanya. Karena itu dia kebanyakn memakai hijab instan atau hijab segiempat.

Untuk sepatu, Ayu lebih suka memakai sneaker atau keds. Karena terasa lebih nyaman.

Untung saja kantornya membebaskan karyawan dalam berpakaian. Yang penting rapi.

Nadya berjalan kembali ke tempat dia mengambil pump shoes pastel itu sambil memonyongkan bibirnya. Menurutnya sepatu itu bagus tapi memang heels nya cukup tinggi kalau dipakai ke kantor.

Akhirnya Nadya menjatuhkan pilihan pada sepatu pump shoes tapi dengan heels 5 cm, berwarna cream.

"Kalo yang ini?"tanya nya sambil memamerkan sepatu dikakinya. Ayu tersenyum. Sepatu itu terlihat manis dikaki Nadya.

Wanita itu mengangguk setuju. Nadya tersenyum lebar melihat reaksi temannya itu.

"Kamu ga beli juga?"tanya Nadya seraya menyerahkan sepatunya ke kasir.

"Ga. Sepatu ku masih bagus kok. Lagian aku ga suka pake high heels."

"Yee..sekali-sekali ga papa kalii.. masa kemana-mana pake sneaker."

"Ya kamu tuh. Masa kemana-mana pake high heels.. "balas Ayu yang langsung membuat keduanya tertawa.

Mereka berdua memang memiliki gaya berbusana yang berbeda. Nadya lebih suka gaya feminim dan fancy sedangkan Ayu lebih suka gaya simple sedikit tomboy.

Setelah selesai melakukan pembayaran, keduanya berjalan beriringan keluar dari toko sepatu itu. Mereka naik ke lantai 3, tempat restoran-restoran berjajar rapi.

Seharusnya mereka makan dulu sebelum berbelanja. Tapi mereka berubah pikiran saat tiba di mall.

Ayu menatap lagi layar hp nya untuk yang kesekian kali. Ada sedikit rasa bersalah karena dia belum juga membalas pesan itu. Tapi di sisi lain, dia tidak tahu harus membalas apa. Dia berjalan menunduk, mencoba mengetik sesuatu lalu kemudian menghapusnya, mencoba mengetik lagi lalu..

Bruukk!

Karena berjalan sambil menunduk dia tidak melihat jalan di depannya. Hp yang tadi ada digenggamannya kini sudah tergeletak di lantai mall diiringi pekik kaget Nadya yang sedari tadi sibuk melihat berkeliling mencari tempat makan.

Ayu hanya terdiam menatap hp nya. Orang yang tadi bertabrakan dengannya segera memungut hp itu, kemudian menyerahkan benda yang layarnya retak parah ke arah Ayu.

"Maaf. Saya tadi jalannya buru-buru.." Ucap sosok yang berdiri didepannya dengan tulus. Ayu masih menunduk menatap hpnya yang sudah rusak di tangannya.

"Ga papa kok. Saya juga tadi jalan sambil liatin hp.. jadi --" Ayu menelan kata-katanya saat dia mengangkat wajahnya dan melihat siapa yang bertabrakan dengannya tadi. Mulutnya sedikit menganga.

"Ayu?"

"Dimas.." ternyata pria itu Dimas. Orang yang pesannya belum dibalas Ayu sejak tadi pagi. Dimas terlihat tampan seperti pertama kali mereka bertemu.

Ah tidak. Kali ini lebih tampan dengan aksesoris keringat di dahinya. Pria itu memakai t-shirt putih polos dengan blue jeans dan sepatu sport berwarna putih. Penampilannya benar-benar memanjakan setiap mata yang memandangnya.

Mata mereka beradu. Seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Debaran di dada Dimas mulai terasa tak beraturan.

"Kalian saling kenal?"tanya Nadya sambil menatap Ayu dan Dimas bergantian. Ayu segera memalingkan pandangannya.

"Iya.. baru kenal."jawab wanita itu sambil berusaha mengatur nafasnya. Dadanya terasa sesak. Jantungnya berdebar tak beraturan. Pipinya terasa panas.

Perasaan apa ini? Apa karena aku belum balas pesannya dan sekarang kita ga sengaja ketemu di sini?

Nadya tersenyum penuh arti. Dia mengulurkan tangannya ke arah Dimas.

"Aku Nadya. Sahabatnya Ayu. Kalo kamu mau tanya-tanya soal dia aku siap jadi nara sumber terper--aahh!"

Ayu mencubit lengan Nadya sambil tersenyum kecut ke arah Dimas yang terlihat salah tingkah. Nadya mengelus lengannya perlahan sambil meringis.

"Handphone kamu...biar aku ganti ya. Kayaknya itu udah ga bisa dipake lagi."

Dimas merasa bersalah. Kalau saja tadi tidak berjalan tergesa-gesa mungkin hp itu masih utuh.

"Ga papa kok. Besok biar aku bawa ke service centernya. Hanya layarnya aja yang...retak."

Ayu merasa tak nyaman kalau harus menerima sesuatu dari orang yang baru dikenalnya.

"Eh, biarin aja dia yang ganti hp kamu. Biaya service ini bisa buat beli hp baru loh.."bisik Nadya berusaha meyakinkan sahabatnya itu. Kalau melihat kondisi hp itu, biaya perbaikannya pasti mahal.

"Ga ah. Aku ga enak. Aku kan juga salah jalan sambil nunduk.."balas Ayu sambil memelankan suaranya. Dimas masih berdiri di sana sambil menatap wanita yang sudah membuatnya tidak bisa tidur semalaman itu.

"Gimana Ay? Di lantai 2 ada counter hp. Kita bisa langsung ke sana sekarang. Kamu boleh pilih tipe apa aja yang kamu mau.."

Ayu menatap Dimas seolah tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.

Boleh pilih tipe apa aja? Ini orang duitnya udah ga ada tempat kali ya? Masa sampe segitunya?

"Terima kasih..tapi ga papa kok. Ini salahku juga. Jangan terlalu dipikirkan.."

padahal ini hp ku satu-satunya dan masih kredit pula.. ratapnya dalam hati.

Ayu berusaha tersenyum agar Dimas tak perlu merasa bersalah atas insiden jatuhnya hp miliknya itu.

"Tapi..."

Gimana nanti aku hubungin dia kalo hpnya rusak gitu? Pesan yang kemarin aja belum di balas.. ini hp nya malah rusak.

"Beneran ga papa kok. Mmm.. kami duluan ya. Assalamualaikum.."

"Eh, waalaikum..salam.."

Ayu segera menyeret Nadya dari tempat itu, meninggalkan Dimas yang lagi-lagi hanya terdiam, menatap kepergian Wanita yang akhir-akhir ini selalu mengusik malam-malamnya, membuat gelisah di pagi dan siang harinya.

Sosok kedua wanita itu sudah tak terlihat lagi dari pandangannya. Dimas melengos, bersandar di dinding di dekat tempatnya tadi berdiri. Dia mencoba mengatur nafasnya, menenangkan debaran jantungnya yang tadi bergejolak seperti akan meledak.

"Hhh... balik aja lah. Mikirnya di rumah aja sambil rebahan."

Pria itu segera beranjak dari tempat itu. Tadinya dia mau makan malam di salah satu restoran yang ada di mall, tapi nafsu makannya sudah hilang. Padahal dia sudah kelaparan karena dia melewatkan makan siangnya dan tadi pagi pun hanya sarapan seadanya. Perutnya yang bergemuruh lah yang membuatnya berjalan terburu-buru tadi.

@@@

"Aku ga ngerti deh sama kamu yu!"sungut Nadya sambil menyalakan mesin mobilnya.

Dia terlihat kesal, bukan hanya karena mereka batal makan malam, tapi karena Ayu bersikeras menolak kebaikan Dimas tadi.

"Ya kan aku ga enak Nad. Lagian ini bukan sepenuhnya kesalahan dia kok."jelas Ayu sambil menatap layar hitam hp nya yang retak di hampir semua bagian.

"Trus itu hp mau diapain? Biaya servis nya mahal banget. Kamu kan lagi nabung. Ga sayang bongkar tabungan gara-gara ini? Itu hp kan masih kredit. Kamu ngeluarin uangnya double loh nanti.."

Ayu menghela nafas panjang kemudian menghembuskan nafas perlahan. Bukannya dia tidak mau menerima ketulusan Dimas, tapi dia hanya merasa tidak nyaman. Apalagi mereka baru kenal.

"Btw...kenal di mana sama si Dimas itu? Kok ga pernah cerita kalo kamu punya kenalan cowok ganteng kayak dia?" Nadya menyeringai, melirik wajah sahabatnya yang memerah. Dasar jomblo akut..

"Ga sengaja ketemu di kedai kopi." jawab Ayu seadanya. Wanita itu tak ingin membahas ini lebih lanjut. Dia sudah tahu ke mana arah pembicaraan mereka.

Sebenarnya Ayu pernah beberapa kali dekat dengan pria. Nadya lah orang yang selalu menjadi dalang dibalik perjodohan itu. Tapi tak satu pun yang berhasil. Semuanya selalu berakhir dengan pria-pria itu menikah dengan wanita lain. Alasannya, Ayu terlalu baik untuk mereka.

Hal itu membuat Ayu sedikit trauma. Dia selalu merasa kalau dia hanya seperti 'batu loncatan' bagi pria-pria yang dikenalkan Nadya padanya, sebelum akhirnya mereka memilih untuk menikah dengan wanita lain.

Ayu sudah di tahap pasrah sekarang. Meskipun hatinya sangat merindukan sosok pria yang bisa mengisi kekosongan di hatinya dan menjadi imam yang baik untuknya, tapi di sisi lain dia sudah tidak mau memaksakan diri.

Lelah rasanya harus melewati semua proses mulai dari berkenalan-chatting-jalan bareng-deket-ga ada kabar dan berakhir dengan menjadi undangan di pernikahan orang.

@@@

Dimas meletakkan piring yang sudah kosong di wastafel. Dia memutuskan memesan makanan lewat layanan ojek online. Setelah membersihkan peralatan makan yang tadi digunakan, pria itu duduk bersandar di sofa empuk berwarna abu-abu yang di letakkan di tengah ruangan.

Dia kemudian menyalakan tv dan mulai memencet-mencet tombol remote tv sekenanya. Tak ada satupun acara tv yang menarik perhatiannya.

Tangannya meraih hp yang sedari tadi tergeletak di atas meja di depan sofa. Dia kembali membuka aplikasi chatting nya, menatap 2 centang biru di pojok kanan bawah di kolom pesan yang dia kirim kemarin, berharap akan muncul tulisan typing... di bawah nama wanita itu.

Tapi hp wanita itu rusak sekarang. Jadi pesannya itu mungkin tak akan pernah berbalas.

"Hhhhh..." Dimas melengos frustrasi. Seumur hidupnya dia tidak pernah sekalipun berada di situasi yang membuatnya insecure.

Selama ini dia tidak pernah gagal meluluhkan hati wanita mana pun yang dia inginkan meskipun ujung-ujungnya tak pernah diseriusi.

Tapi situasinya sekarang benar-benar hal baru baginya. Untuk pertama kalinya dia ditolak oleh seorang wanita.

Pikirannya terasa kacau. Di saat seperti ini dia butuh seseorang untuk diajak bicara.

Kalau ibu ada di sini, pasti udah curhat panjang lebar deh.

Dimas melirik jam di hpnya. Sudah jam 11 malam. Ibu pasti sudah tidur. Ah mas Bayu!

Dengan cepat jarinya mencari nama kakaknya di daftar kontak. Mas Bayu sekarang tinggal di Belanda. Di sana masih sore. Dimas segera menyentuh tombol dial kemudian menunggu..

Tuuutt...tuuuttt...

"Assalamualaikum adek mas satu-satunyaaaa..yang paling ganteng se-candi borobudur.." seru suara dari seberang. Dimas tersenyum lebar. Sudah lama dia tidak menelpon kakaknya itu.

"Walaikum salam.. apaan sih mas.."Dimas terkekeh. Matanya mulai berkaca-kaca. Dia sangat merindukan kakaknya itu. Jarak umur mereka hanya 2 tahun. Karena itu mereka sangat dekat. Saat kecil Dimas selalu mengekor kakaknya kemana-mana.

"Ada apa dek?"

"Mas sibuk ga?"

"Ga juga.. ada apa? Kok kamu kayaknya lemes gitu? Kamu sakit?"

"Ga kok mas. Dimas sehat. Mmm...Dimas mau curhat.."

Bayu terdiam. Mereka memang dekat dan Dimas biasanya selalu menceritakan apapun padanya. Tapi kali ini terasa berbeda.

"Soal apa? Kerjaan?"

"Cewek.."

Bayu terbelalak. Selama ini Dimas tak pernah sekalipun tertarik untuk membahas topik ini. Setiap kali Bayu bertanya, Dimas hanya menjawab seenaknya, atau berlalu sambil tertawa.

"Okay..this is not you."

"Dimas tahu.. tapi kali ini Dimas bingung. I feel insecure. She was..."

"Jangan bilang kamu...ditolak?"

"Sort of..."

Bayu tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. Dimas, yang tiap bulan bisa jalan dengan wanita yang berbeda-beda sekarang ditolak?!

"Waahhh! Hebat banget tu cewek! Kalo ketemu, i'll give her a reward for sure."

"Seneng banget ya adeknya kayak gini?"

"Hahahahahah...bukan gitu. Tapi, mungkin ini semacam karma karena kamu selama ini ga pernah serius sama 1 cewek.."

Dimas terdiam. Mungkin. Bisa jadi wanita-wanita yang dulu pernah 'digantung' olehnya doa berjamaah supaya dia bisa merasakan apa yang mereka rasakan dulu.

"Katanya mau curhat? Kok diem?"

"Hhhh.. jadi gini mas.."

Dimas pun menceritakan semua tentang Ayu. Mulai dari awal dia melihat wanita itu di depan kantornya, pertemuan mereka yang tak disengaja di kedai kopi, pesannya yang diabaikan, sampai kejadian di mall tadi. Bayu mendengarkan dengan seksama.

".... so, ya..Dia cewek pertama yang nolak Dimas..."pria itu mengakhiri ceritanya sambil menatap langit-langit apartemennya yang berwarna putih.

"Hahahahahahahh...ya ampun.. kocak banget! That girl is incredibly amazing."

Bayu tertawa sambil membayangkan wajah adik semata wayangnya saat ditolak oleh wanita yang disukainya. Benar-benar moment langka.

"Udah stop ketawanya. Kasih saran kek. Mas kan udah nikah. Pasti tahu kan cara ngadepin cewek.."

"Ya beda lah. Laras kan sahabat mas sejak kecil. Lah kamu? Baru ketemu langsung kena love at the first sight pula.."

"Jadi gimana dong mas? Dimas harus gimana? Mas ga kasian nih adeknya galau tiap malam?"

"Duuhh.. yang baru mengenal cintaa...Mas ga bisa ngomong banyak sih. Tapi kalo kamu memang udah yakin mau serius sama dia, tunjukin lah. Masa pas ketemu kamu gagap gitu. Ya gimana dia bisa tertarik? Meskipun kamu ganteng kayak oppa-oppa korea tapi kalo gagu juga bakal ilfeel.."

"Gimana mau nunjukin kalo pesan aja ga dibalas.."

"Hmmm.. kayaknya kalo cewek kayak gini pendekatannya harus beda dek. Kamu kejar dia tapi jangan terlalu agresif. Bikin dia nyaman sama kamu.."

"Iya.. gimana caranya?"

"Be her friend. Atau kalo kamu mau ya langsung ngomong aja ke dia. Tapi jangan kayak nodong. Bilang aja kamu mau kenal lebih dekat...apa istilahnya? Aahhh... ta'aruf!"

Dimas terdiam. Otaknya mulai mencerna kata-kata kakaknya. Setelah menutup telpon, pria itu beranjak ke kamarnya kemudian menjatuhkan punggungnya ke atas kasurnya yang empuk, matanya menatap langit-langit kamar. Kata-kata mas Bayu berputar-putar di dalam otaknya.

Be her friend..buat dia nyaman...ta'aruf?


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login