Download App
2.2% AIR MATA PENGABDIAN SEORANG ISTRI / Chapter 8: KEHEBOHAN DI RUMAH SAKIT

Chapter 8: KEHEBOHAN DI RUMAH SAKIT

Rupanya kabar Rubi yang mendadak pingsan di kamar mandi sudah terdengar oleh telinga Hardi. Gegas laki-laki itu menghentikan kegiatan yang seharusnya masih berjalan hingga 48 jam ke depan, menghubungi supir pribadi dan pulang ke rumah. Beruntung perjalanan yang ditempuh hanya membutuhkan waktu tiga jam. Sehingga membuat Hardi bisa lebih cepat memastikan keadaan menantunya.

Hardi membenarkan dasinya yang sedikit miring ke kanan tatkala mobil yang ia tumpangi sukses mendarat di sebuah bangunan berkelir putih. Tak lupa ia menghubungi Jaya guna memastikan di mana kamar Rubi.

Bukan hal sulit bagi pria paruh baya itu untuk menemukan lokasi menantunya berada. Jaya yang senantiasa duduk di sisi brankar, agak kaget saat mendapati Papanya sudah sampai di ambang pintu.

"Papa?" Jaya spontan bangkit.

"Bagaimana keadaan Rubi?"

Hardi bukan lah tipe manusia yang suka pilih kasih. Bahkan di saat seseorang yang bukan anak kandungnya pun sakit, ia tetap mencurahkan kepedulian. Itu sebabnya Jaya lebih suka berdiskusi dengan Hardi si murah hati daripada Mamanya yang keras kepala.

"Dari mana Papa tahu kalau Rubi sakit?" lelaki berhidung mancung tersebut sudah menanyakan ini sebelumnya, namun sang Papa langsung mematikan telepon setelah mengetahui di mana kamar menantunya.

"Melani yang memberitahu," jawab Hardi singkat.

Jaya tak melanjutkan pertanyaan, ia sudah cukup puas dengan jawaban yang Papanya lontarkan. Selanjutnya, kedua pria itu sama-sama menyaksikan wajah sayu Rubi. Belum ada tanda-tanda kalau ia akan siuman.

"Kenapa bisa seperti ini, Nak?" tanya Hardi pada Jaya.

Jaya tidak tahu harus menjawab apa tentang persoalan ini. Hanya Rubi yang mengetahui kejadian pastinya. Tak lupa Jaya menceritakan awal mula kejadian. Hardi tampak begitu khawatir dengan kondisi Rubi.

"Apa Mbok Ijah tidak tahu penyebab Rubi pingsan?"

Di depan sana, Jaya kembali menggelengkan kepala. Dia pasti sudah menemukan jawaban andai kata Mbok Ijah tahu kejadian yang sebenarnya.

"Bisa-bisanya kamu pulang demi dia ya, Mas!"

Tiba-tiba saja muncul dua orang wanita berwajah masam. Jaya melotot saat mendapati Mama dan adiknya masuk ke ruang inap yang saat ini ia jejaki.

Kenapa Mama bisa ada di sini? Batin Jaya protes.

"Kenapa kamu pulang, hem? Kerjaan kamu belum selesai, kan?" hampir saja Anti melaungkan suara. Kecewa dengan sikap suaminya yang terlalu memperhatikan Rubi.

"Anggota keluargaku sakit. Apa salahnya jika aku pulang?"

Jaya sedikit bingung mendengar penuturan Papanya. Kalau dipikir-pikir, wajar Anti marah. Hardi meninggalkan istrinya yang sedang sakit dan kembali pulang begitu mendengar kabar bahwa Rubi juga sakit. Seharusnya Jaya tidak ke mana-mana demi menjaga Anti.

"Oh, hahaha. Atau jangan-jangan kau mencintai menantumu sendiri ya, Mas?!"

"Anti. Jaga bicaramu!"

Menghadapi keras kepala istrinya membuat Hardi merasa sebal. Apakah dia sedang cemburu dengan istri dari putranya sendiri? Cukup puas Hardi di bawah kekangan Anti selama ini. Dan, ia tak ingin lagi hidup menderita seperti kemarin.

"Wah. Bahkan kau sudah berani membentakku karena perempuan sialan itu,"

Berpuluh-puluh tahun sudah Anti terlalu ikut campur dengan urusan pribadi suaminya. Padahal, yang namanya manusia pasti memiliki privasi tersendiri. Anti memang tidak berani jika Hardi sudah mulai terpancing emosi. Namun sebelum itu, dia habis-habisan mengatur hidup Hardi secara terperinci.

"Mama kenapa bisa berada di sini? Bukannya Mama sedang sakit sewaktu kutinggal tadi?" kini, giliran Jaya yang ikut campur. Penasaran dengan sikap Mamanya yang sangat berbeda dari semula.

Semua sontak diam mendengar pertanyaan Jaya. Hardi menubrukkan sepasang alis. Jaya tidak menceritakan kalau ia mengunjungi sang Mama yang katanya tengah sakit.

"Sakit? Mamamu sudah sembuh sebelum kepergianmu ke Prancis kemarin, Nak,"

"Apa?!"

Jaya menahan napas, mendengus kesal karena merasa bahwa ia sedang dipermainkan.

"Mama memintaku untuk pulang melalui Melani. Melani bilang keadaan Mama semakin memburuk,"

"Jadi karena itu kau membatalkan acara bulan madumu bersama Rubi?"

"Iya. Ada apa ini? Kenapa semuanya terlihat janggal?"

Beberapa kali Jaya mencoba mencerna semua kejadian yang ia alami sejak kepergiannya ke Prancis lalu kembali lagi karena permintaan sang Mama. Kepalanya serasa berputar. Jaya tak lagi dapat memahami.

Sedangkan di depan sana, Hardi tampak menyimpan kekecewaan yang terlalu dalam. Ia fokus memelototi wajah istrinya yang mulai pucat. Bisa-bisanya Anti dan Melani bekerjasama untuk mengelabui Jaya.

"Mamamu sudah sembuh, makanya Papa berani meninggalkan dia ke luar kota. Berarti Mamamu sudah dengan sengaja mengarang cerita bahwa ia masih sakit agar kau pulang dan membatalkan acara bulan madu kalian. Kejam sekali kau Anti,"

Deg!

Cibiran Hardi ditanggapi dengan tetesan keringat jagung oleh Anti dan Melani. Keduanya jadi menyesal karena telah mengambil keputusan untuk menemui Hardi yang katanya ingin menjenguk Rubi. Kedua dara itu sibuk mencari pembenaran. Berusaha agar Jaya tidak salah menilai mereka.

"Oh, astaga. Jadi begitu kebenarannya? Pantas saja wajah Mama mendadak bersinar malam ini. Mama juga bisa menghakimi Papa,"

Belum sempat Anti merespon perkataan suaminya, kini Jaya sudah menyela terlebih dulu. Ia baru sadar jika dua lelaki yang begitu dicintainya memojokkan dirinya. Ketika melirik Melani, gadis itu hanya mematung sambil menggigit bibir bawahnya.

"Kenapa Mama melakukan semua ini, Ma? Kenapa Mama berpura-pura sakit kalau faktanya sudah sembuh? Kenapa Mama menghancurkan acaraku dengan Rubi?"

Pria bertubuh jenjang itu menghampiri Anti. Atmosfir ruangan terasa semakin panas akibat perdebatan ini. Perlahan Anti memundurkan langkah, hingga tubuhnya menubruk tembok ruangan.

Malangnya suasana hati Jaya kian memburuk. Dia sudah membatalkan aktivitas hot yang nyaris mencapai puncak hanya karena perintah sang Mama. Namun, ternyata semua itu memang bagian dari rencana Anti dan Melani untuk menggagalkan bulan madunya bersama Rubi.

Perempuan paruh abad itu merasa semakin disudutkan. Ia mendorong tubuh Jaya kemudian menunjuk-nunjuk wajah semua orang yang berada di sana.

"Asal kalian semua tahu, ya! Aku tidak suka kalau Rubi si gadis kampungan itu menjadi bagian dari keluarga kita. Apa kalian tidak malu punya menantu dan istri seorang tukang penjual cilok keliling? Aku memang sengaja berpura-pura sakit saat Rubi datang tadi pagi agar ia percaya. Dan, wajahku kembali bersinar saat Jaya sudah memutuskan untuk tidur di rumah. Aku tidak ikhlas punya cucu dari rahim wanita miskin! Apa aku salah melakukan ini? Hikssss,"

Anti kesal, tak dapat menahan diri. Hardi dan Jaya begitu memojokkannya. Melani pun orang yang diajak bekerjasama tampak tak berkutik saat Mamanya diserang. Sudah hal biasa jika Anti marah karena perbedaan pendapat antara mau makan di restoran A atau B. Namun, bukan lah sesuatu yang lumrah jika Anti mengamuk karena persoalan orang asing.

"Mama. Jangan berteriak-teriak di hadapan Rubi," tukas Jaya yang tak ingin istrinya terusik.

"Hahaha. Kalian terlalu menyayangi perempuan melarat itu. Sudah lah! Ayo kita pulang, Mel. Tidak ada gunanya juga berdebat dengan Papa dan kakakmu itu,"

Anti begitu malu saat rencanya untuk menggagalkan bulan madu Jaya dan Rubi terbongkar. Ia mengalihkan keadaan. Menyalahkan Hardi dan Jaya yang terlampau mencintai gadis yatim piatu tersebut. Rasanya, Anti ingin sekali menampar Rubi, menendang, lalu mengusir anak satu itu dari keluarga mereka. Ia juga tidak peduli kalau Hardi akan marah besar atas kejadian ini.

Sementara itu, Jaya hanya bisa mengelus dada. Tidak menyangka jika Mamanya begitu membenci Rubi hanya karena sebuah perbedaan status sosial. Padahal Rubi begitu baik dan tulus. Berbeda dengan para mantannya yang hanya mengincar harta kekayaan.

Saat Hardi dan Jaya tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mendadak suara halus menyapa mereka.

"Mas? Papa? Sejak kapan kalian di sini?"

Rubi telah siuman.

***

Bersambung


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C8
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login