Download App

Gak Boleh Menyerah!

"Permisi Pak Rafan, orang yang anda cari sudah datang, apa sudah bisa dipersilakan masuk ?"

"Gak usah, suruh dia pulang aja"

"tapi tadi Pak Rafan yang..."

Rasanya ingin sekali aku memaki, Padahal tadi pagi atasannya mengamuk dan ngotot menyuruh untuk mencari orang yang handal dalam pencarian orang hilang, tapi sekarang dengan seenak hati dia nyuruh orang itu pulang.

Gua udah susah payah nyari tuh manusia, malah disuruh pulang. Kampret!

Rafan hanya menghela nafas tanpa ada niat untuk menatapnya."Saya menyerah" jawabnya seperti bergumam.

Javas sontak terdiam ditempatnya, menyaksikan Rafan yang menunduk membaca berkas dengan lamunan setelah bergumam lesu menjawab ucapannya.

"Saya rasa satu tahun sudah cukup, Dia mungkin memang tidak mau lagi bertemu dengan saya"

Untuk sejenak Aku bisa merasakan nyeri hati, lewat ucapan bahkan dia bisa mengerti apa yang saat ini dirasakan atasannya.

Setelah setengah mati mencari dengan berbagai cara, berharap bisa bertemu dan memulai kembali, tapi sekarang terpaksa Dia harus menyerah.

Dia paham sekali, tanpa keluhan atasannya itu diam, tak mendebat apapun seakan keputusan yang diambil benar-benar telah menguras abis energinya dan semua yang ia pendam didalam hati.

"Suruh dia pulang Javas, saya benar-benar tidak ingin diganggu, termasuk sama kamu"

Biasanya dia akan kesal ketika Rafan berkata seenaknya, menyuruhnya ini dan itu, tapi sekarang Dia bahkan tidak punya alasan untuk kesal ataupun dongkol kepada atasanya, dia hanya menurut tanpa mendebat lebih panjang.

Dia akan patuh kali ini dan tidak akan mengganggu karena dia paham Rafan sedang sakit.

Ya, dia akan menganggap atasan sedang sakit dan dia berharap atasannya akan cepat segera pulih dari sakitnya.

Javas baru saja berbalik badan untuk bersiap pergi dari hadapan Rafan, tapi langkahnya terhenti saat dia menyaksikan pintu ruangan ini dibuka dari luar dan menampilkan wajah Kris.

"Eemmm... Boleh masuk kan, ya ?" tanya Kris dengan senyum tipisnya, Javas tampak kaget melihat kedatangan Kris, pria itu juga langsung meleyapkan senyumnya saat mata mereka beradu pandang.

Kris langsung berjalan masuk kedalam dan berhentik sejenak tepat di samping Javas. "Saya kan suruh kamu bawa dia ke alamat yang saya kirim!" bisik Kris tepat ditelinga Javas.

Terdengar helaan nafas dari Rafan, dia meletakan berkasnya dan beralih melihat Kris dengan wajah sedatar papan.

"Mau ngapain lagi lo kesini ?" tanya Rafan dengan enggan.

Kris langsung mengalihkan pandangan dan melanjutkan langkahnya menuju Rafan yang masih menatap dengan datar.

Javas seketika langsung memejamkan matanya. "Mati. kayaknya bakal ada perang mulut lagi" batinya Javas.

Rafan sudah mengamuk saat dalam perjalanan pulang karena Aku mengatakan kalau Rafan ada pertemuan dengan klien siang ini, aku membawa dia ke tempat yang alamatnya sudah dikirim oleh Kris sebelumnya, tapi saat mereka tiba di depan gerbang dan melihat sebuah plang dengan tulisan 'Psikolog konsultasi' Rafan langsung murka dan menyuruh supir mereka untuk putar balik menuju kantor.

"Raf, gua cuma mau lo sembuh" ucap Kris begitu berdiri di hadapan Rafan.

Javas tak lagi melanjutkan langkahnya, untuk berjaga-jaga lebih baik dia tetap berada di dalam ruangan ini untuk memantau kedua bos besar itu berbicara.

"Lo pikir gua sakit jiwa ?" Rafan bicara dengan tatapan datar yang dingin menatap mata Kris.

"siapa yan bilang lo gila, ini bukan masalah lo gila atau enggak"

"Terus ngapain lo suruh gua dateng ke psikolog, gua gak sakit dan gua gak gila!"

Terdengar helaan nafas Kris yang begitu frustasi tampaknya, dia menggeleng pelan sesaat. "Lo mau sampai kapan kayak gini ? Setiap hari harus minum obat penenang, setiap hari lo ngerasain dada sakit udah kayak orang penyakit jantung, Lo gak kasian sama diri lo apa ?!"

Tak ada jawaban dari Rafan, pria itu hanya membuang wajahnya menatap kearah lain. "Tapi kata dokter gua gak apa-apa" gumam Rafan.

"Itu kata dokter umum, yang sakit itu bukan tubuh lo tapi raga lo Rafan, gua suruh lo temuin psikolog itu biar ada yang bisa ngerti apa yang lo rasain, bukan karena lo gila"

"Gua udah pernah ikutin saran lo ya untuk datang ke piskolog, alhasil gua cuma di suruh minum obat penenang, lo mau gua ikutin cara lo yang sama ? Ngak! udah cukup. Gua sibuk, gak ada waktu buat hal kayak gituan" tolak Rafan mentah-mentah.

Kris menarik kursi di hadapannya lalu duduk, Rafan masih enggan menatapnya, pria itu memilih untuk mengalihkan pandangan. "Terus mau lo apa sekarang ?" tanya Kris dengan wajah serius. "Gua gak suka liat lo kayak gini, udah cukup setahun" sambungnya.

Rafan menyender dikursi kerjanya, mengusap pelipisnya dengan kepala sedikit tertunduk. "Gua juga udah nyerah" jawabnya dengan suara begitu parau.

Mulut Kris seketika terkatup dengan mata yang membesar menatap temannya itu lalu beralih melihat Javas yang berdiri tepat di belakangnya, Pria itu juga sama seperti Rafan yang hanya bisa menunduk.

"Kenapa ? Kenapa baru sekarang lo nyerah setelah satu tahun, kenapa gak dari dulu nyerahnya, ngapain lo sampai sejauh ini kalo cuma buat nyerah doang hah ?!"

Kris menggebrak mejanya. "Lo bilang mau cari dia walaupun harus ke ujung dunia, walaupun dia ngumpet di lubang semut. Kenapa sekarang nyerah!"

"Gua juga capek!" bentak Rafan, pria itu langsug bangun dari duduknya dan menatap nyalang wajah Kris. "Gua capek! Setiap hari gua penasaran sama orang yang gak pernah gua liat wajahnya, bahkan setiap hari kalau gua liat atau dengar orang sebut nama Laras rasanya gua mau langsung pastiin apa Dia orang yang gua cari selama ini, lo gak tau rasanya gimana kan. Gua kayak hantu penasaran yang gak bisa tenang!"

Kris kembali menggebrak meja. "Gua juga gak pernah gak bantuin lo kan Nyet!" ucapnya sambil menunjuk Rafan. "Apa yang lo suruh gua pasti lakuin buat ngebantu lo, bahkan Vano, Javas, semuanya ngebantuin lo! Kita selama ini diem karena kita tau posisi lo juga pasti sulit, tapi setiap kita coba kasih saran lo gak pernah mau denger, lo selalu aja bertindak sesuka hati lo, Egois lo!"

Javas maju dan langsung memegang pundak Kris agar pria itu tak lepas kendali karena saat ini Ktis benar-benar terlihat emosi.

"Tadi gua liat orang pakai baju hitam-hitam, Lo mau sewa mata-mata lagi kan ?! Lo bilang gak sama gua ? Enggak kan, tapi giliran lo kepepet lo panggil gua. Gua juga capek ngadepin lo, pantes aja kalau Laras ninggalin lo, semoga aja dia udah ketemu sama laki-laki yang baik, bisa jagain dia dan anak..."

"Bangsat!" Rafan langsung menarik kerah jas Kris. "Ngomong apa lo barusan, Hah ?! Ngomong apa Lo"

"Pak Kris, Pak Rafan udah. Gak enak kalau sampai kedengaran sama karyawan lain" Javas mencoba menenangkan keduanya, Dia melepaskan tangan Rafan dari kerah Kris namun Kris langsung menepisnya.

"Biarin Javas! Gak usah di pisahin." ucap Kris dan malah semakin membalas tatapan Rafan. "Apa ? Lo mau pukul gua ? Pukul aja, ayo pukul!" tantang Kris.

"Pak Kris udah Pak" Javas kembali menarik Kris menajuh dari Rafan, keduanya di liputi emosi, Dia bahkan bisa melihat nafas Rafan yang memburu dan kedua tangannya yang terkepal siap untuk meninju apapun di depannya,

"Lo mending perbaikin diri lo dulu Raf. Mungkin Tuhan gak ijinin lo ketemu sama dia karena tingkah lo yang masih belum dewasa, masih gak bisa kontrol emosi" ucap Kris.

"Arrrgghh!" Rafan berteriak meluapkan emosinya, terduduk kembali dengan kedua tangan yang meremas rambutnya dan mencoba mengatur nafas untuk menenangkan emosinya.

Kris yang masih terlihat emosi seketika merasa iba saat melihat Rafan saat ini yang terlihat begitu frustasi, Dia pun luluh dan mendekat pada sahabatnya itu, menepuk pundaknya.

"Dia gak akan bisa lepas dari gua Kris, DIa masih tetap istri gua, gak akan yang bisa nikahin dia, gak akan bisa!" ucap Rafan terdengar begitu tertekan.

Aku hanya mengangguk menjawab ucapannya, aku juga berharap dia tidak akan menemukan pria lain sebelum dia menyelesaikan segela urusannya dengan Rafan, temannya sudah di buat sampai begini rasanya tidak adil kalau sampai dia bahagia di luar sana. Rafan sudah membayar mahal agar pernikahannya bisa terdaftar di negara meski dengan surat-surat yang tidak lengkap bahkan tanpa ada foto pasangannya, hanya ada biodatanya dan Laras yang tidak lengkap.

"Gua, Vano akan bantu lo, Kita cari dia kemanapun, pokoknya sampai ketemu!" ucap Kris penuh tekad.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login