Begitu Nyonya Anita berjalan melewati pintu dengan arogan, dia melihat sekilas bagian dalam rumah, dengan ekspresi jijik dan risih di wajahnya. Kehadirannya seperti sesuatu yang tidak di harapkan oleh mereka.
Susi berkali-kali menjelekan Nyonya Anita di belakangnya. Setelah melihat kedatangannya, dia segera melompat dari sofa untuk menyambutnya dengan hangat, meskipun kakinya sakit.
"Bu, apa yang membawamu ke sini? Sini, duduk!"
Dia memegang lengan Anita, membimbingnya ke sofa.
Namun, Anita tidak bergerak sedikit pun dan dengan paksa melepaskan tangannya.
Suci menatap mereka dengan jijik. "Eh, benarkah? Lihat saja betapa kotornya sofa kamu. Ada darah di lantai juga! Dari mana darah itu berasal? Jorok, bagaimana kamu bisa membiarkan kami duduk di sana? Apakah kamu mencoba menginfeksi Nenek dengan penyakit kotor seperti itu?"
Susi membeku dengan tangannya masih di udara. Ekspresinya segera berubah muram juga.