Download App
2.05% PURA-PURA BUTA / Chapter 7: Bab 7

Chapter 7: Bab 7

Sofia menatap intens pada Sam. Lelaki itu belum juga menekan tombol hijau pada layar ponsel yang masih berdering.

"Tunggu aku di mobil dulu, sayang!" Sam membelai lembut rambut panjang Sofia.

Wanita itu sama sekali tidak beranjak. Sorot matanya justru semakin tajam melihat pada Sam.

Sam mendengus berat hingga dering pada ponsel itupun terhenti. "Baiklah, aku tidak akan mengangkat panggilan teleponnya!" ucap Sam, tau jika Sofia sedang curiga padanya.

"Sam!" Sofia justru berdacak kesal. "Siapa yang menelponmu? Kamu jangan macam-macam padaku, Sam?" Sofia memicingkan matanya pada Sam di akhir kalimatnya.

Sam meletakan kedua tangannya pada bahu Sofia, lalu memutar tubuh wanita itu ke arahnya. "Tidak Sofia, baiklah jika kamu masih tidak percaya padaku!" Sam menyentuh lembut pada layar ponselnya. "Lihat, ini hanya nomor nyasar, nomor tidak kukenal!" Sam menujukan deretan nomor baru saja melakukan panggilan pada Sofia.

"Bagaimana, kamu masih tidak percaya padaku!" Sam membulatkan matanya pada Sofia. "Baik kalau kamu masih tidak percaya, aku akan menghubungi nomor ini kembali, dan akan aku maki-maki dia karena sudah membuat kekasihku merajuk," cetus Sam. Dengan gerakan tangan cepat Sam hendak menyentuh tombol hijau pada layar. Namun sayangnya, Sofia menghentikan gerakan tangan tersebut.

"Tidak perlu, Sam!" lirih Sofia menatap sendu pada Sam. Api yang sempat membara seketika padam.

"Aku percaya dengan ucapanmu!" tutur Sofia dengan nada manja. Wanita itu melingkarkan tangannya pada leher kekar Sam.

Sam menghela nafas panjang. "Kamu memang harus selalu percaya padaku, Sofia!" lirih Sam hendak menjatuhkan kecupan ada bibir Sofia.

Tiba-tiba seorang lelaki muncul dengan wajah terkejut melihat adegan dewasa yang hampir saja Sofia dan Sam lakukan di beranda rumah. Dengan cepat baik Sofia maupun Sam segera menyudahi kegiatan tersebut.

"Maaf!" lirih pemuda bertubuh tinggi besar itu nampak canggung sendiri.

"Siapa kamu? Bertamu di rumah orang tanpa permisi?" cetus Sofia meradang. Wajahnya merah menyala, antara gugup dan malu.

"Maaf, Bu, eh, Mbak!" Lelaki itupun juga terlihat sangat gugup sekali.

"Saya Sofia pemilik rumah ini!" cetus Sofia penuh penekanan dan membulatkan matanya.

"Oh, iya maaf Nyonya Sofia, tadi saya sudah meminta izin pada Pak satpam yang berjaga di depan, beliau mengizinkan saya untuk segera masuk ke dalam rumah ini," tutur pemuda dengan gaya rambut rapi itu sopan. Namun justru membuat Sofia meradang.

"Apa! Dasar satpam bod*h. Membiarkan orang asing masuk begitu saja ke rumah!" hardik Sofia kesal. "Satpam ...!" teriak Sofia kesal.

"Sofia, sudah Sofia!" Sam mengusap lembut bahu wanita yang berdiri di sampingnya.

"Sam ... !" Sofia membulatkan matanya pada Sam.

Lelaki berdarah Prancis itu menggelengkan kepalanya pada Sofia. Memberikan isyarat agar wanita cantik dengan bulu mata lentik itu untuk tetap tenang.

Sofia menghela nafas panjang. "Baiklah, lalu apa tujuan kamu datang ke sini?" Sofia melipat kedua tangannya di depan dada, menatap pada Sam kemudian pada lelaki yang ada di depannya.

"Saya mendapatkan informasi jika lamaran pekerjaan saya telah di terima," ucap pemuda tersebut.

"Apa?" sentak Sofia. Netranya semakin membulat penuh menatap pada pemuda asing itu.

Sofia semakin kesal. "Mas, di sini tidak membuka lowongan pekerjaan seperti yang Mas bilang. Jadi silahkan Mas pergi sekarang juga!" cetus Sofia mengacungkan jari telunjuknya ke arah pintu pagar rumah.

"Tapi Tuan Nico sendiri yang menghubungi saya, Nyonya dan mengatakan jika saya di terima bekerja di sini sebagian supir pribadi beliau," debat pemuda tersebut.

"Apa, Mas Nico?" Sofia terhenyak, begitu juga dengan Sam. Sesaat mereka saling bersitatap dan tenggelam dalam terkaan mereka masing-masing.

"Mas Nico cari supir baru, untuk apa?" Sofia memelankan suaranya. "Apakah dia sudah tidak percaya dengan Pak Ujang," desisnya dengan wajah berpikir.

"Nyonya, apakah saya sudah boleh masuk?" tanya pemuda yang masih mematung di depan rumah Nico.

"Boleh, masuklah!" sela Sam.

Seketika Sofia melirik tajam pada Sam. "Sudah, biarkan saja dia masuk!" ucap Sam dengan suara pelan.

"Sebentar!" Sofia menghentikan langkah pemuda yang hendak masuk ke dalam rumah.

"Sekarang Tuan Nico sedang tidur, jadi kamu datang lagi saja besok pagi!" cetus Sofia dengan nada ketus.

Sam terus memegangi bahu Sofia, berharap Sofia dapat mengendalikan emosinya.

"Ba ...!"

"Siapa itu?"

Suara Nico memotong jawab pemuda asing itu. Sofia terkejut saat melihat lelaki buta yang berjalan pelan dengan bantuan tongkatnya menuju ke arah pintu utama rumah.

"Siapa ya?" ucap Nico yang kini berdiri di ambang pintu rumah.

Pemuda itu terlihat kebingungan, sekilas menatap pada Nico, Sam dan juga Sofia secara bergantian.

Sofia menautkan alisnya menunjuk ke arah Nico pada pemuda tersebut. Dengan tatapan sinis.

"Sa-saya ingin bertemu dengan Tuan Nico, saya supir barunya!" tutur pemuda tersebut yang belum tau jika lelaki buta yang ada di hadapannya adalah Nico.

"Oh, jadi kamu orangnya!" ucap Nico menyungingkan ulasan senyuman. "Mari masuk, tidak enak jika ngobrol di depan pintu," ajak Nico.

Sofia semakin meradang, ia mengikuti langkah pemuda yang masuk ke dalam rumahnya. Diikuti Sam yang berjalan di belakang Sofia.

"Duduklah!" titah Nico yang kini duduk pada sofa berwarna gold yang berada di ruang tamu rumahnya. Sementara Sofia memilih berdiri di depan pemuda tersebut dengan menjatuhkan tatapan mengintimidasi.

"Oh, iya kita belum berkenalan, siapa nama kamu?" tanya Nico ramah.

Pemuda yang duduk tidak jauh dari Nico semakin gugup dan kebingungan. "Sa-saya, Jodi, Tuan!" jawabnya dengan nada sedikit terbata. Sesekali melirik pada Sofia dan Sam.

"Oh, Jodi. Nama saya Nico saya yang membuka lowongan supir itu," ucap Nico tersenyum ramah.

Sofia terus memperhatikan Nico, sekilas memicingkan matanya pada Jodi. Sementara Sam, masih mematung memperhatikan pembicaraan antara Nico dan Jodi.

"I-iya, Tuan!" balas Jodi dengan suara bergetar. Pemuda itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan kegugupannya.

"Jodi, apakah kamu sedang gugup?" seloroh Nico membuat wajah Jodi menegang menatap pada Sofia yang kini sedang memelototinya.

"Ti-tidak Tuan, saya hanya grogi saja," dusta Jodi.

Nico tergelak. "Tidak usah grogi Jodi, aku tidak akan memakan kamu," canda Nico. "Kecuali kamu menjadi seorang penghianat, mungkin ceritanya pasti akan berbeda," ucap Nico menyungingkan ulasan senyuman kecil.

Sofia seketika menatap pada Nico begitu juga dengan Sam yang merasa tersindir dengan ucapan Nico.

"Iya Tuan!" balas Jodi.

"Jadi, pekerjaan kamu di sini adalah setiap pagi mengantarkan istri saya ke kantor. Saya tidak rela jika istri saya ke kantor dengan supir lain," ucap Nico.

"Mas, aku tidak perlu supir baru, Mas!" cetus Sofia, seketika wanita itu membungkam mulutnya, dengan wajah penuh penyesalan telah menyela ucapan Nico.

"Sofia, kamu di sini?" ucap Nico mengarahkan tatapannya ke arah sumber suara Sofia.

_____

Bersambung ....


Chapter 8: BAB 8

Sam mendengus berat melihat kebodohan Sofia. Wanita itu nampak menyesali keteledorannya.

"Sayang, sejak kapan kamu pulang? Aku tidak mendengar suara mobilmu!" imbuh Nico, mengulas senyuman pada kedua sudut bibirnya.

"I-iya Mas, aku baru saja datang!" lirih Sofia seraya mengigit bibir bawahnya.

"Oh ... Dengan siapa kamu pulang, sayang?" cerca Nico.

"Aku pulang naik taksi, Mas!" kilah Sofia.

"Oh, aku kira kamu pulang bersama Sam," tutur Nico mengangguk-angguk.

Sam yang berdiri di belakang Sofia mendengus berat. Wajahnya nampak sangat kesal sekali.

"Tidak Mas, Sam sedang ada meeting di kantor," seloroh Sofia melirik pada Sam yang kesal. "Aku tidak ingin supir baru Mas, kan di rumah ini sudah ada Mang Ujang," debat Sofia.

"Mang Ujang kan sudah tua, sayang, Mas takut jika terjadi apa-apa di jalan sama kamu. Apalagi kamu sekarang sering keluar kota, Mas takut jika kamu bawa mobil sendirian." Nico mengarahkan tatapannya pada Sofia yang mematung tidak jauh dari pintu. Meskipun dengan tatapan mata kosong.

Sam menyetuh lembut bahu Sofia yang meradang.

"Jangan bilang karena sudah ada Sam ya, sayang?" celetuk Nico membuat Sofia semakin gugup, wajah putihnya seketika bersemu merah.

"Bu-bukan begitu Mas!" Sofia berdecak kesal. Nico dapat mendengar keluh wanita itu.

"Baiklah, jika kamu tidak mau. Biar si Jodi jadi sopirku saja. Lagi pula saat Mang Ujang mengantarkan kamu aku juga kebingungan mencari orang yang bisa mengantarkan aku saat aku jenuh berada di rumah. Tapi saat kamu pergi ke luar kota, Jodi harus ikut dengan kamu," cetus Nico memberikan penekanan pada ujung kalimatnya.

Sofia menghela nafas panjang. Melirik pada Jodi yang terperangkap dalam situasi yang sulit itu.

"Terserah kamu saja, Mas. Aku mau pergi ke kantor lagi. Ada meeting dengan Pak Suryo," decih Sofia kesal, melangkahkan kakinya menuju pintu keluar diikuti Sam di belakang punggungnya.

_____

Nico masih berpura-pura tidak melihat di depan supir barunya. Ia meminta di antarkan ke rumah Pak Aris, sekertaris kepercayaan Nico yang sudah Sofia pecat karena telah meminta dokter penganti untuk melakukan operasi pada Nico, yang justru mendatangkan kesembuhan untuk Nico.

"Tuan, kita sudah sampai di kompleks perumahan indah nomor 201, tapi kenapa rumahnya sepi sekali ya, Tuan?" tutur Jodi mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah berlantai dua yang ada di hadapannya.

Nico sebenernya menyadari jika rumah yang ia berikan pada Sekertaris Aris sebagai inventaris itu nampak sepi dari luar pagar. Namun, nampak sebuah mobil terparkir di dalam garasi rumah tersebut.

"Saya mau turun Jodi," pinta Nico.

"Baik Tuan!" Jodi yang sedari tadi memperhatikan Nico dari kaca spion mobil bergegas turun dan membukakan pintu mobil untuk Nico lalu membantu lelaki itu masuk ke dalam rumah.

Tok! Tok!

Jodi mengetuk daun pintu rumah berlantai dua yang berada di perumahan elite tersebut. Sementara Nico menunggu di belakang punggung Jodi.

"Siapa?" seorang lelaki bertubuh tinggi besar muncul dari balik pintu rumah yang terbuka.

Deg!

Nico terkejut, melihat sosok lelaki yang muncul di balik pintu rumah yang terbuka itu bukanlah Pak Aris, sekretaris pribadinya.

"Orangnya sudah keluar, Tuan!" tutur Jodi.

Nico mengukir senyuman, meskipun ia tahu lelaki yang berdiri di dalam pintu itu bukanlah orang yang ia cari.

"Selamat siang, maaf menganggu waktunya," ucap Nico ramah.

Lelaki yang berdiri di ambang pintu itu sedari tadi memperhatikan Nico dengan tatapan aneh.

"Iya, selamat siang!" jawabnya melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala Nico.

Nico mengisyaratkan gurat wajah berbeda. "Maaf, apakah Pak Aris ada?" tanya Nico.

"Pak Aris, Aris siapa ya, Pak?" balas lelaki itu mengeryitkan dahi.

"Pak Aris yang tinggal di rumah ini!" seru Nico.

"Maaf, saya tidak mengenal Pak Aris dan saya menyewa rumah ini sudah dua minggu yang lalu," tutur lelaki itu.

"Dari siapa ya, Pak?" tanya Nico.

"Dari Pak Samantha."

Alis Nico seketika saling beradu. Wajahnya sedikit menegang. Beberapa kali ia menghela nafas panjang untuk meredam gemuruh yang ada di dalam dada.

"Baiklah, mungkin saya salah' orang!" tutur Nico tersenyum sinis.

"Iya Pak!" balas lelaki yang ada di dalam pintu.

Sepanjang perjalanan Nico hanya terdiam dengan wajah berpikir. Beberapa kali Jodi melirik pada Nico dari kaca spion yang ada di atas kemudi.

"Kasian sekali, sudah buta di hianati istrinya lagi!" gumam Jodi dengan suara pelan menatap iba pada Nico.

"Jodi, apakah kamu bicara sesuatu?" celetuk Nico membuat Jodi tergeragap. Ia kira Nico yang sedari tadi melamun, sama sekali tidak mendengar ucapannya.

"Ti-tidak, Tuan! Mungkin saja Tuan salah dengar," jawab Jodi terbata. "Tuan, ini kita mau kemana lagi?" seloroh Jodi.

"Aku lapar, mampir ke Solaria saja," jawab Nico.

"Baik Tuan!" balas Jodi mengangguk, satu kakinya segera mengijak pedal gas cukup dalam dan melajukan kemudi dengan kecepatan sedang.

Tiga puluh menit mobil yang Jodi kendarai akhirnya tiba di depan sebuah restoran cepat saji yang ada di ibu kota.

"Pilih bangku yang ada di sudut ruangan, Jodi! Saya malas bertemu dengan siapapun," seru Nico.

"Baik, Tuan!" balas Jodi. Nico mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran yang cukup besar itu.

"Ada, Tuan!" jawab Jodi. Nico mengangguk dan siap mengarahkan tongkatnya pada bangku yang ada di sudut ruangan.

Beberapa saat kemudian, seorang pelayan datang menghampiri meja Nico. Setelah memesan, kedua lelaki itu nampak menunggu. Nico hanya terdiam dengan wajah berpikir sementara Jodi nampak sibuk dengan gawainya.

"Jodi, jika istri saya menanyakan sesuatu padamu, jangan katakan jika kita pergi ke perumahan tadi," celetuk Nico membuat Jodi tergeragap. Hampir saja ponsel yang ada di tangannya itu terjatuh.

"I-iya, Tuan!" balas Jodi terbata. Sesaat sorot matanya melihat pada Nico dengan tatapan aneh. Tapi Jodi, tidak peduli. Bagi Jodi Nico hanyalah lelaki buta. Jodi kemudian kembali mengalihkan tatapannya pada ponsel yang ada di tangannya.

"Silahkan Tuan!"

Pelayan wanita itu meletakkan semua pesanan Nico di atas meja.

"Terimakasih!" balas Nico.

Dengan meraba Nico mengambil piring, lalu mengisi piring tersebut dengan steak yang baru matang.

Jodi memerhatikan Nico, ia nampak heran melihat Nico bisa melakukannya sendiri.

"Jodi, kenapa kamu hanya terdiam?" ucap Nico yang tidak mendengarkan suara dentingan sendok Jodi. Padahal Nico sadar jika Jodi sedari tadi hanya memperhatikannya.

Jodi terkejut. "I-iya Tuan!" Jodi terbata. Ia segera meraih piring dan mengisinya dengan makanan yang berada di atas meja.

"Jangan heran jika aku bisa melakukan semuanya sendiri, Jodi. Selama satu tahun ini aku sudah membiasakan melakukan apapun sendiri," tutur Nico membuat Jodi kagum.

Jodi menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil. "I-iya Tuan!" balas Jodi.

Nico nampak menikmati makanannya. Satu tangannya menyuap potongan daging yang sudah ia potong kecil-kecil ke dalam mulut. Bagitu juga dengan Jodi, pemuda itu nampak sangat lahap sekali.

Gerakan tangan Nico sesaat menelan, sorot matanya tertuju pada dinding kaca restoran yang sekelilingnya di batasi oleh kaca.

"Sam!" batin Nico memperhatikan lelaki yang sedang berjalan dengan seorang wanita dengan perut berisi. "Siapa wanita itu, mengapa aku tidak pernah melihatnya." Nico memperhatikan dengan seksama, takut jika penglihatannya sedang berbohong.

_____

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 1 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT