Download App
5.28% Mr, posesif

Chapter 14: malam yang dingin

Kenzo menatap mata Nike. Dengan sangat dalamnya.

Kenzo mengingat kejadian yang baru saja ia alami.

"Siapa dia, kenapa ada di sini?" Ujar Kenzo sambil menendang mayat tersebut.

Mata Kenzo terbelalak saat melihat siapa yang telah ia tabrak.

"Ini kan, adiknya Niken. Untuk apa dia berada di sini dan dengan siapa dia ada di sini?" Kenzo melihat ke sekeliling. Namun, iya tak berhasil menemukan siapapun di sana.

Dengan wajah yang sedikit tegang, Kenzo langsung menghubungi anak buahnya.

Di sepanjang perjalanan, Kenzo terus saja merasa resah. Ia takut jika Niken mengetahui jika adiknya sudah tewas di tangannya sendiri.

Dengan kecepatan maksimal, Kenzo mengendari mobil mewahnya itu.

Saat sampai di depan rumahnya, Kenzo tak sengaja melihat pemandangan indah, pemandangan seorang wanita yang memakai pakaian tipis dengan rambut tergerai yang sedang berdiri di atas balkon rumahnya.

Sesaat kemudian Kenzo tersadar akan hal yang akan baru saja tiba di rumahnya.

Dengan gesit, Kenzo langsung berjalan bahkan berlarian untuk menemui Niken yang sedang berdiri di atas balkon.

Sesampainya di depan pintu kamar Niken, Kenzo kembali menetralkan nafasnya yang sedang terengah-engah.

"Hups, sebisa mungkin aku harus terlihat baik-baik saja di depan Niken, aku tak mau jika Niken sampai curiga!" Kenzo menarik kenop pintu dan membukanya.

Niken yang melihat Kenzo sedang melamun jauh pun, ingin rasanya menyentuh bahu lelaki tampan yang ada di hadapannya itu.

Niken mengelus bahu laki-laki itu dengan sangat lembut.

Seketika lamunan Kenzo berhenti.

"Tuan, kenapa? Apakah ada sesuatu yang menggangu ketenangan Tuan?" Niken menatap Kenzo lembut.

Kenzo tersenyum dan langsung mengelus rambut Niken. Awalnya Niken akan menghindar, karena Niken pikir jika Kenzo akan berbuat kasar terhadapnya.

"Tak apa, aku hanya sedang ingin terdiam saja, bagaimana dengan keadaan luka kamu, apakah sudah merasa baikan?" Ujar Kenzo sambil mengelus pipi yang kebiruan itu.

Niken hanya menganggukan kepalanya saja.

"Haris udah malam, kamu sebaiknya tidur, besok kita akan segera melakukan janji suci!" Kenzo menatap mata Niken dengan sangat dalam.

Tanpa sepatah katapun, Niken langsung beranjak dari sana dan langsung berbalik badan.

Namun, saat Niken akan melangkah kan kakinya.

Tanyanya malah di tahan oleh Kenzo.

Otomatis Niken langsung membalikan tubuhnya kembali.

"Ada apa, Tuan?" Niken menatap Kenzo dengan tatapan sendu.

"Kemari, temani aku tidur di sini, aku ingin memeluk mu di kedinginan malam," Kenzo menarik tangan Niken. Niken pun mengikuti ajakan Kenzo.

Kenzo berjalan kearah sofa yang terdapat di balkon tersebut.

Sofa yang terlihat mewah dan juga cantik.

Sebelum ia tertidur di sofa itu, Kenzo menekan tombol yang ada di samping sofa tersebut.

Sofa yang awalnya terlihat kecil, kini berubah menjadi sofa yang besar dan seperti kasur pada umumnya, di bawah sofa tersebut terdapat banyak dan juga selimut.

"Waw, keren!" Ujar Niken dengan suara kecil.

"Kemari lah, berbaringlah di depanku!" Kenzo menarik tangan Niken dan niken pun ikut berbaring di depan Kenzo.

Kenzo menyelimuti Niken dengan selimut lembut itu, untuk bantalnya Kenzo menggunakan bantal mewah miliknya, sedangkan Niken, ia menggunakan tangan kekarnya untuk di jadikan bantal oleh Niken.

"Tidurlah, temani aku di sini!" Kenzo mengelus lembut rambut panjang Niken.

Kenzo memeluk Niken dengan sangat kencang.

"Aws, jangan di tekan, lukanya masih terasa sakit!" Ujar Niken sambil meringis.

Seketika Kenzo langsung melonggarkan pelukannya.

"Maaf, maafkan aku yang sudah membuat kamu terluka, sekali lagi maafkan aku sayang," Kenzo membenamkan kepalanya di terlengkuk niken

sedangkan di rumah Niken.

sedari tadi bibi terus saja memikirkan keadaan Aldo, ia sangat merasa resah dan juga khawatir dengan keadaan Aldo, karena sedari tadi pagi, Aldo sangat susah di hubungi.

"Ya Tuhan, bagaimana ini. Kemana Aldo, kenapa dia tidak bisa di hubungi, bagaimana ini, harus kemana aku mencari Aldo?"

sepanjang malam Bibi terus saja menunggu Aldo di luar rumah, padahal tubuhnya kini sedang tidak sehat dan suhu tubuhnya sedang tidak setabil.

sedangkan di kandang buaya.

"Mau bagaimana ini, apakah kita harus melempar mayat ini ke kandang buaya itu?" ujar pengawal Kenzo.

"Iya, karena tugas kita kan memang cuman untuk membersihkan mayat ini, kita harus segera melempar mayat ini ke dalam lubang sana, sebelum ada orang lain yang melihatnya!" ujar pengawal satunya.

kantong mayat tersebut di buka, dan melihatkan pemandangan yang sangat tak lazim.

mayat Aldo yang sudah pucat dan bersimbah darah.

pengawal itu langsung memaki masker dan langsung mengangkat mayat Aldo dan melemparkannya dengan sangat sadis.

buaya yang sangat besar tersebut berebutan mengambil daging segar yang telah di berikan oleh pengawal itu.

para pengawal itu merinding saat melihat pemandangan tersebut.

saat mereka akan meninggalkan tempat itu, mereka tidak sengaja menginjak tas yang tergeletak di bawah tanah

"Tas siapa ini, apakah ini tas milik mayat itu, mau kita akan tas ini?" ujar pengawal itu sambil mengangkat tas gandong yang sudah berlumuran darah itu.

"sudahlah, biarkan saja tas itu di sini, lagian juga palingan gak ada barang berharga di dalamnya, udah lah kita pergi saja Dari sini, takutnya nanti buaya-buaya itu pada menerkam kita lagi!" ujar pelayang itu sambil menarik kerah baju temannya.

tas tersebut langsung di jatuhkan dengan begitu saja di kandang buaya.

kini nasib Aldo sungguh sangat teragis.

Saat Niken sedang terlelap tidur di pelukan Kenzo, ia malah bermimpi, bermimpi tentang nasib buruk adiknya.

di dalam mimpi tersebut, Niken melihat adiknya yang tersenyum sambil melambaikan tangannya, adiknya itu sedang di genggam tangannya oleh seseorang.

"Siapa yang menarik tangan Aldo, kenapa Aldo malah makin menjauh?" ujar Niken yang sedang berada di sebuah taman.

"Dek, kamu mau kemana, bukanya tadi kamu bilang mau menjemput Kaka, tapi. kenapa kamu malah pergi menjauh dek?" ujar Niken sambil berteriak

Niken terus saja mengikuti langkah adiknya.

"Kaka, maafkan aku, aku Tidak bisa menjemput Kaka, aku sudah di jemput lebih dulu oleh ayah dan ibuk, maafkan Aldo ya Ka!"

Niken mengerutkan keningnya.

"Apa sih, Aldo bilang apa, ayah dan ibu, mereka kan sudah tenang di surga, Aldo ko ngomongnya ngelantur sih?" Niken terus saja berjalan mengikuti langkah adiknya itu

tapi, saat Aldo berada di ujung tebing, tebing yang sangat juram dan juga ada secercah cahaya.

"Dek, sini kamu jangan terus berjalan kesana, di sana jurang dek, sini kembali kepada akal!" Niken berteriak memanggil Aldo.

"Kaka, Kaka pulanglah, hiduplah dengan bahagia, Aldo sudah tenang di sini, Aldo sudah berkumpul bersama dengan ayah dan ibu," ujar Aldo sambil tersenyum.

Niken menggelengkan kepalanya, ia tak mengerti dengan apa yang sedang di ucapkan oleh adiknya itu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C14
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login