Farrel melirik puterinya yang sedang berjalan ke kanan, ke kriri di kamarnya seolah sedang kebingungan. Dia melihatnya menjadi pening sendiri jika terus menatapnya tanpa tahu ada apa sampai bisa seperti itu. Dengan helaan napas halu lengannya mengetuk pintu kamar puterinya yang sedikit terbuka itu membuat Reyna menoleh sambil mengembangkan senyumannya.
"Papa."
Farrel masuk sambil bertanya, "Kamu kenapa, sayang?"
Reyna terkekeh. "Reyna, lagi mikirin cara buat nyatuin, James, sama saudaranya."
"Reno?"
Reyna mengangguk cepat. "Iya, Pa. Mereka itu masih satu keluarga, jadi ga mungkin terus jauhan dan anggap musuh, kan?"
Farrel merangkul Reyna untuk duduk di tepi kasurnya sebelum menjawab, "Niat kamu memang baik dan tulus. Tapi saran, Papa, tidak baik juga memaksakan hati seseorang untuk menerima keadaannya ini. Karena semua juga memerlukan waktu. Tapi kalau mereka berdua sudah saling memaafkan, tandanya … bagus."