Awan cerah telah berganti dengan awan yang jingga, menandakan jika waktu sore akan tiba. Rombongan keluarga Natawijaya yang barusaja makan siang di salah satu restaurant dengan menu khas Indonesia itu sudah datang kembali ke penginapan sedari satu jam yang lalu.
Seperti yang bisa ditebak, sekarang Lisya sudah tidak berada di sekitar Vanka. Yang saat ini berada di pendopo penginapan sepupu muda dan dia sedang barusaja mandi sore. Begitu pula dengan Syika yang dapat amanah dari Kak Lisya agar dia menjaga Vanka agar tidak mencarinya atau menemukan dia dan keluarga tetua sedang berbicara penting.
Keadaan Vanka sekarang ini terlihat membaik. Kejadian pertanyaan tadi pagi itu sudah tidak terlalu diingatnya, karena seharian penuh dia sudah banyak melakukan kegiatan menyenangkan lainnya. Dan membuatnya kelupaan dengan masalahnya dengan Lisya untuk saat ini.
Dia sedang berada di kamar bersama dengan Yuma. Dan mereka berdua pun saat ini sedang berada di balkon menjorok ke arah pemandangan di luar penginapan. Sambil menikmati secangkir milo hangat di tangan mereka berdua.
Yuma dan Vanka sekarang sedang bersenda gurau satu sama lainnya. Tidak lama kemudian, mereka mendengar suara kamar mereka berdua diketuk oleh seseorang di luar sana.
Dan tidak menunggu dibuka, Kak Syika sudah berdiri di ambang pintu. Dirinya mendapat suruhan lainnya dari Kak Lisya untuk menemani Vanka bersama-sama dan melakukan sesuatu sampai Vanka melupakan dia dan juga masalahnya dengan Kak Lisya sejenak.
Mengetahui salah satu Kakaknya, Syika sedang masuk ke dalam kamarnya. Akhirnya Vanka pun menanyakan apa gerangan Kakaknya itu masuk ke dalam kamar dia dengan Yuma.
"Ada apa Kak Syika? Kok kamu ke kamarku sama Yuma?" tanya Vanka singkat.
"Apa Kakak nggak boleh gabung sama kalian? Kakak nggak ada kerjaan, Kak Lisya lagi sibuk sama para anggota keluarga tetua. Menyiapkan makan malam. Tadi Kak Lisya nggak pulang bareng dengan kita, karena dia dimintai tolong untuk nyiapin makan malam sama anggota keluarga lainnya. Jadinya Kak Syika nggak ada teman sepantaran lainnya. Oh iya, yuk kita ke ruang santai di luar aja yuk. Aku ajak Erwin, Alvio, Ochi sama Karin. Kita bisa nonton serial film transformer. Sambil makan popcorn. Tadi Kak Syika beli popcorn jolly time," sanggah Kak Syika yang mencoba agar bisa mengalihkan Vanka agar dia tidak memikirkan Lisya, Kakaknya.
Untung saja Vanka dan Yuma langsung mengiyakan ajakan Syika tanpa bertanya mengenai Kak Lisya sebelumnya. Antara keduanya langsung saja masuk lagi ke dalam kamar dari balkon yang Vanka tutup dan Yuma yang menyaut ajakan dari Kak Syika tersebut.
"Wah,, aku belum sempat nonton transformer. Okelah kalau gitu," kata Yuma dengan melirik ke Vanka yang saat itu berbinar matanya. Dia tidak mengira Kakaknya yang sebelumnya mengatakan tidak berminat dengan liburan ini ke Vanka mengajaknya untuk nonton film bersama.
"Iya, yuk. Kayaknya yang lain sudah ada di luar sana. Kakak juga sudah nyiapin popcorn juga lhoh," ajak Kak Syika saat itu. Dia masih berharap agar Vanka benar tidak akan mencurigai maksud ajakannya menonton film bersama.
Seketika tangan Yuma pun menarik Vanka saat Kak Syika sudah keluar dari dalam kamar mereka berdua karena mendengar suara Ochi yang bertanya bagaimana cara menyalakan DVD player juga TV secara bertahap. Vanka pun akhirnya tidak punya pilihan lain selain menonton film bersama-sama dengan sepupu muda lainnya.
Semua sepupu muda kecuali Kak Lisya, sudah menempati sudut ruang santai. Di atas sofa panjang empuk, dan Sebagian di atas karpet empuk yang ada seperti layaknya ruang keluarga ada kalanya. Vanka kedapatan duduk di karpet dengan berbekal bantal empuk untuk di peluknya.
Dia baru kali ini merasakan kumpul bersama sepupu muda lainnya tanpa kehadiran Kak Lisya. Dan saat dia ingin berpikir mengapa Kak Lisya yang sebenarnya tidak menginginkan dirinya ikut serta di liburan kali ini, absen dari kegiatan menonton film bareng dengan sepupu muda lainnya. Karena alasan dia sedang membantu para anggota tetua untuk menyiapkan makan malam serasa perlu dipikirkan kembali.
Tapi saat dia ingin bertanya itu, ternyata film sudah diputar. Begitu pula dengan suasana anggota sepupu muda yang ribut serta tawaran makan pop corn itu.
Vanka pun serasa dirinya tidak perlu memikirkan kembali apa yang sebenarnya Kak Lisya lakukan di luar sana dengan para anggota lainnya. Dia pun tenggelam dalam suasana yang terbentuk saat semuanya sedang ribut satu sama lainnya. Untuknya, tidak apa-apa sekali-kali tidak lagi memikirkan masalah antara dia dengan Kak Lisya.
*****
Di sudut area penginapan lainnya saat itu. Lisya tidak lain membantu Mamanya menyiapkan kudapan untuk seluruh anggota keluarga tetua yang akan berkumpul di waktu jam tujuh malam nanti.
Sesaat Lisya ingin menyiapkan beberapa kue potong yang dia dan Mama tadinya dibeli di tengah perjalanan pulang ke penginapan, masih dalam segel kemasan. Dirinya pun sesegera mengambilnya, namun sesaat itu Lisya ditawari Mamanya untuk berbicara bersama berdua saja selain bersama dengan banyak anggota keluarga tetua lainnya.
Lisya yang tau jika lebih baik dia ikut bicara saja dengan Mama ke pendopo utama dari pada dia menyiapkan suguhan di aera dapur open pantry dekat dengan pendopo utama itu. Dan dia pun langsung saja mengikuti Mama yang mengajaknya ke pendopo utama. Yang saat itu para tetua tidak ada di tempat di sana.
Karena mereka sedang ada di pendopo lain untuk beristirahat sejenak dari pertemuan jam tujuh malam nanti satu jam sebelum jam makan malam berlangsung. Mama dan Lisya pun mengambil duduk di sofa yang sama. Dengan Mama yang memulai pembicaraan mengenai Lisya yang akan diajak bicara akan masalahnya bersama Vanka, Adeknya.
"Lisya, tadi Mama kan sudah bilang ke kamu pas di mobilnya Tante Sita, kalau nanti kita semua para tetua mau ajak kamu bicara tentang masalah Adek kamu, Vanka. Gimana? Kamu sudah ambil keputusan belum? Mau ajak Vanka bicara masalah kamu sama dia nggak? Kapan aja kedepannya, kalau kamu ada waktu," Mama bertanya dan dia tau jawabannya dari muka Lisya yang terlihat datar dan masih meragu pula.
"Mama nggak kepikiran gimana Lisya itu nggak suka sebenarnya sama Vanka? Lisya itu egois, Ma. Lisya tau, karena Lisya nggak pernah anggap Vanka atau menghargai keberadaan dia sebagai adek Lisya. Tapi, Mah. Seenggaknya, Lisya sudah jadi anak baik dengan nggak bicara ke Vanka kalau dia ada masalah sama Lisya. Yang Lisya rasain selama ini adalah, Lisya mau kalau Vanka mau mengalah dengan nggak ganggu aku," itu yang dibicarakan oleh Lisya saat dia mengeluh benar kalau keberadaan Vanka dikeluarga ini membuatnya selama ini menjadi orang yang tidak jujur dengan keinginannya.
"Oke, kalau gitu tadi siang Mama, Papa sama semua banyak keluarga tetua lainnya sudah bicara tadi pagi sebelum semua jemput sepupu lainnya ke perkebunan. Kita bicarain tentang gimana kita semua bisa bertindak kedepannya. Dan beberapa pihak, terutama Papa sudah sepakat untuk melakukan rencana. Jadi rencananya itu adalah membiarkan Vanka tau sendiri dengan masalah yang ada, tapi kita harus kasih tau kalau kesalahan kamu disalahkan ke dia. Jadi Vanka bisa marah ke kamu. Saat Vanka sudah merasa benar, kita bisa dengan lambat laun kasih tau ke dia kalau sebenarnya itu yang kita selama ini nilai ke Vanka," Mama menjelaskan banyak hal yang pada kalimat akhirnya itu membuat Lisya tidak percaya jika pihak keluarganya malah ingin agar Vanka berlama-lamaan dengan kehidupannya dimana di akhirnya dia dijebak.
"Mah, beneran kalau semuanya milih Vanka dijebak tapi dia dibiarkan aja di keluarga ini selama-lamanya? Kalau Lisya sendiri belum bisa punya pilihan, Mah. Tapi menurut Lisya, apa nggak ada cara lainnya biar Vanka merasa dia dirugiin di keluarga ini secepatnya? Apa Lisya harus mikir putar otak, gimana Vanka bisa mengalah? Kenapa Lisya yang harus ngalah, Mah?" Lisya sekarang terlihat bermuka lelah.
"Iya, tapi apa kamu tau kalau selama kamu bisa memerangi bala rasa bencimu ke Vanka, kamu akan lebih survive sama hidup kamu, Lisya. Mungkin agak sedikit susah. Tapi, setidaknya kita nggak usah repot-repot bilang ke Vanka tentang masalah kamu sama dia," ujar Mama untuk tetap melakukan rencana awal saja.
"Karena Mama dan semua anggota tetua mau seperti itu, Lisya nggak bisa buat netapin keinginan Lisya sendiri. Makanya Lisya iyain aja deh, Mah," jawab Lisya yang kali ini dia berunding dengan situasi perasaannya.
Dia tidak bisa mengelak keputusan bersama, meskipun dia ingin agar Vanka bisa tau kedudukannya di keluarga ini adalah sebagai bahan politik keluarganya saja.
Tetapi, saat Vanka dulunya selalu berbaur dengan banyak sekitarnya terutama di keluarganya, Lisya tau jika Vanka seakan menggeser kedudukannya.
Bukan hanya itu saja, melainkan karena dia punya beberapa masalah dengan Vanka yang rumit. Dan itu terjadi hanya karena mereka salah menilai Vanka. Jika selama ini semuanya tau jika kepentingan Lisya menjadi terganggu hanya karena keberadaan Vanka.
"Apa kamu terpaksa dengan keputusan ini? Jadi, apa menurut perasaanmu sekarang, Lisya? Apa yang kamu pikirkan jika semuanya akan mengambil jalan pintas yang tidak sama dengan keinginanmu?" Mama bertanya ke Lisya untuk dijadikan bahan pertimbangan, apakah semuanya harus merubah rencana lagi.
"Jujur Mah, Lisya sebenarnya dari dulu nggak mau ada Vanka atau punya masalah sama Vanka. Yang buat Lisya ga suka itu karena selama ini semua menyalahkan Vanka. Tapi itu semua terjadi karena mereka selama ini hanya merasa gengsi dengan Vanka. Karena sudah salah dengan menilai Vanka atas kesalahan Lisya. Semuanya jadi merasa nggak mungkin kalau Vanka selama ini yang disalahkan. Dan Mama pastinya tau kalau Lisya merasa terpukul dengan apa yang Lisya sudah pikirkan tentang semuanya ini," perkataan Lisya membungkam sejenak percakapan ini.
Mama merasa sudah kewalahan dengan persepsi anaknya selama ini, yang tidak dikiranya. Tapi mengetahui itu semua, Mama pun setuju dengan perkataan Lisya terakhir kalinya ini.
Padahal persepsi Mama sebelumnya ini hanya sebatas ketakutan kalau kedua anaknya ini akan saling bermusuhan dan Vanka tau dengan kedok sebenarnya masalah ini sendiri.
"Maafin Mama sama semua keluarga lainnya ya, Lisya. Karena kamu sudah berpikir jauh seperti itu selama ini. Benar apa kata kamu tadi nak. Tapi dari kesalahan perasaan banyak anggota keluarga akan masalah ini, kita semua sebenarnya punya perasaan jelek ke Vanka. Dan itu semua sudah terlanjur, Lisya. Mama bisa kok pastikan kedepannya kalau nanti kamu masih akan dianggap sebagai yang benar. Dan kamu tinggal menunggu waktu yang tepat agar Vanka bisa dengan sendirinya tau kalau dia punya masalah besar dan membuat Vanka jadi terganggu. Mulai saat itu kamu bisa tidak lagi menahan beban besar," Mama memberi rasa pengertian ke Lisya dan selalu mendukungnya dengan ucapan positif.
"Mungkin memang kalau itu yang bisa dilakukan, Lisya akan coba untuk patuh Mah," ucap Lisya mulai menyadari kebutuhan patuh dengan jalan pilihan keluarga ini.
"Iya, nak. Jadi nanti kalau kamu ditanya apa mau masalah cepat selesai, kamu bilang kalau kamu mau masalah selesai dengan pelan-pelan. Apa kamu paham?" tanya Mama memberikan Lisya wejangan terakhirnya.
"Paham, Mah," jawab Lisya yang tidak yakin apakah dia bisa melewati semua kedepannya. Dia ingin saja tidak ikut diskusi nanti jam tujuh malam bersama dengan banyak anggota keluarga tetua.
Tapi jam berdetik begitu saja, dan dia masih harus membantu Mamanya di sebuah pantry semi outdoor di tempat lain. Untuk menyiapkan kudapan serta minuman hangat untuk menemani diskusi melelahkan nan panjang lainnya.