Sudah hampir tengah malam dan Sesilia juga belum tiba. Semua dari mereka terlihat tenang kecuali Ruri. Kini keadaan berbalik, ia mulai merasa hawatir akan keberadaan Sesilia.
"Aku merasa senang mendengar kau menghawatirkanku. Setidaknya aku jadi tau perasaanmu. Tetapi keadaan ini sungguh menyakitkan dan membuatku tak nyaman. Ingin gila rasanya, jika harus terus menanti tanpa kepastian. Tapi aku sendiri enggak tau harus berbuat apa. Aku terlalu takut untuk keluar, bahkan sangat bodoh untuk menebak kemana kau pergi," gerutu Ruri. Dirinya begitu tegang hingga tak bisa untuk sekedar duduk tenang.
Jarum pendek sudah berdempetan dan kini menunjuk angka dua belas. Tidak biasanya Sesilia pulang selarut ini, terlebih ia tak mengatakan apapun sebelumnya.
Ruri yang mulai merasa lelah berjaga tanpa sadar tertidur di atas lantai dengan kepala bersandar pada dinding. Terduduk layaknya pengemis jalanan tepat di depan pintu masuk.
"Krak!" suara pintu terbuka, Ruri pun tersadar dari tidurnya.