Saartje dan Theo mengajak Kathriena untuk makan malam bersama di rumah keluarga Koenraad. Awalnya Kathriena menolak karena ia tak enak hati dengan keluarga itu, namun karena paksaan Saartje, akhirnya Kathriena mengiyakan ajakan Saartje. Setibanya di depan rumah keluarga Koenraad, Kathriena terkejut melihat seorang lelaki yang tak pernah dilihatnya. Lelaki berambut pirang kecoklatan itu tengah duduk bersama dengan Larry Koenraad, Caroline Koenraad dan dua orang londo lainnya yang tak dikenal Kathriena.
"Mereka siapa?" tanya Kathriena kepada Saartje.
"Mereka ini adalah keluarga van Devries, pemilik perkebunan kopi yang berada di daerah ini," balas Saartje. Kathriena hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
"Tuan Pieter van Devries dan Nyonya Rieneke van Devries, perkenalkan ini sahabat saya, Kathriena Widjaja," ucap Saartje memperkenalkan Kathriena kepada keluarga van Devries. Dengan penuh sopan santun, Kathriena mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan pasangan van Devries. Dengan senang hati pula Pieter van Devries dan istrinya menerima uluran tangan Kathriena.
"Kathriena, ini Diederick, anak dari pasangan van Devries," tutur Theo memperkenalkan seorang lelaki tampan kepada Kathriena. Lelaki yang bernama Diederick itu mengulurkan tangannya. Kathriena pun menerima uluran tangan Diederick. Mereka saling menyebutkan nama mereka dan tersenyum manis satu sama lain. Setelah perkenalan itu, Larry Koenraad mempersilahkan tamunya untuk segera menyantap makanan yang sudah mereka siapkan.
"Theo, apa kau bisa mengajak saya berkeliling kebun teh?" tanya Diederick kepada Theo disela-sela makan malam mereka.
"Maafkan aku, Diederick, aku tak bisa menemanimu. Aku dan Saartje masih memiliki suatu urusan yang harus diselesaikan hari ini. Mungkin Kathriena akan menemanimu. Bagaimana Kathriena? Apa kau mau menemani Diederick berkeliling kebun teh?" tanya Theo kepada Kathriena. Kathriena yang saat itu tengah meminum air langsung tersedak ketika mendengar ucapan Theo.
"A-aku? Bukannya aku menolak, hanya saja-"
Tiba-tiba saja Saartje memotong ucapan Kathriena, "Sudahlah, kau tak usah pikirkan hal lain lagi. Ini kesempatanmu untuk mendekati lelaki tampan seperti Diederick. Kau sendiri kan yang bilang kepadaku jika kau menginginkan seorang lelaki untuk menjadi kekasihmu? Inilah saat yang cocok untukmu mendekati dia. Lagi pula, Diederick masih sendiri dan aku yakin, Diederick mulai menyukaimu. Lihat saja! Sedari tadi, ia terus menatapmu dengan malu-malu," bisik Saartje tepat di telinga Kathriena. Mendengar bisikan Saartje, pipi Kathriena mulai memerah.
"Saartje, kau ini-"
"Apa? Aku tidak salah kan? Oh tidak! Lihatlah! Pipimu mulai memerah. Apa kau malu?" Saartje menggoda Kathriena dengan berbisik kembali. Theo dan Diederick yang menyadari tingkah aneh mereka hanya mengernyitkan kening tanda tak mengerti.
Kathriena mulai memegang pipi. "Aku tak malu, pipiku juga tak memerah," bantahnya.
"Kau tak akan bisa melihat wajahmu karena di sini tak ada cermin. Hihi."
"Sudahlah, Saartje. Jangan kau goda sahabatmu itu. Lihat! Wajahnya sudah memerah sedari tadi," kata Theo. Hal itu membuat Kathriena semakin merasa malu. Semua orang yang berada di sana memandang Kathriena, termasuk Diederick.
"Kathriena, maukah kau menemani saya pergi berkeliling kebun teh?" tanya Diederick dengan tiba-tiba. Kathriena tersentak mendengar pertanyaan Diederick. Melihat gelagat Kathriena yang gelagapan, Saartje pun menyenggol Kathriena dengan lenga. Kathriena menatap Saartje dan Saartje hanya tersenyum manis ke arahnya sambil menurun naikkan alis.
"Ba-baik, Tuan," balas Kathriena gugup.
"Oh tidak, kau tak usah memanggil saya Tuan, panggil saja Diederick."
"Ba-baiklah, Di-Die-Diederick."
"Lebih baik kalian segera pergi, aku takut jika nanti akan turun hujan," suruh Saartje. Diederick menyetujui ucapan Saartje dan mengajak Kathriena, lalu mereka pun pergi meninggalkan ruang makan keluarga Koenraad.
"Aku merasa, Diederick menyukai gadis itu," ujar Caroline Koenraad.
"Ja, aku juga merasakan hal itu. Bagaimana kalau kau menjodohkan anakmu dengan gadis itu?" ucap dan tanya Larry kepada Pieter.
Pieter tersenyum lalu menimpali, "Kau benar sekali, Larry. Diederick memang sudah dewasa dan harus segera menikah. Lagi pula aku juga ingin segera memiliki seorang cucu."
"Baiklah kalau begitu, kita harus membicarakan hal ini dengan Diederick dan Kathriena," balas Larry.
"Tapi kita kan tak tahu latar belakang gadis itu, Pieter," kata Rieneke kepada sang suami.
"Maka dari itu kita harus membicarakan hal ini dengan Diederick dan gadis itu, setelah itu barulah kita bertemu dengan keluarganya," jelas Pieter membuat Rieneke menganggukkan kepalanya.
"Tunggu dulu, apa kalian benar-benar akan menjodohkan Diederick dengan Kathriena?" tanya Saartje memotong pembicaraan Pieter dan Larry.
"Saartje! Apa-apaan kau memotong pembicaraan mereka? Biarlah para orang tua yang memutuskannya. Sebaiknya kau tidak usah ikut campur, lebih baik sekarang kau ikut aku," ucap Theo sembari menarik tangan Saartje keluar dari ruang makan.
"Ada apa denganmu, Saartje? Kenapa kau menanyakan hal itu di depan keluarga van Devries? Tadi kau begitu semangat menggoda Kathriena dan menyuruh mereka untuk segara pergi berdua, sekarang kau seperti tidak yakin jika Diederick lelaki yang pantas untuk Kathriena. Kau ini kenapa?" tanya Theo heran.
"Aku teringat ucapan Bi Arya, Theo. Kau kan tahu sendiri jika Bi Arya tidak memperbolehkan Kathriena menikah dengan seorang Netherlands seperti kita. Kathriena harus menikah dengan seorang inlander, bukan menikah dengan lelaki dari bangsa kita," jelas Saartje.
"Ya aku tahu, tapi Saartje, kita jangan menghancurkan harapan keluarga van Devries. Aku melihat mereka sangat menyukai Kathriena dan aku yakin, mereka akan segera menikahkan anaknya dengan Kathriena. Apa kau tidak ingin melihat sahabatku yang juga sahabatmu menikah? Tentu saja kau mau kan? Jadi sebaiknya kita biarkan mereka menentukan hubungan Kathriena dan Diederick, setelah itu barulah kita berbicara dengan Bi Arya," timpal Theo. Saartje hanya diam saja, ia memikirkan nasib Kathriena ke depannya. Sebenarnya Saartje ingin sekali menjodohkan Diederick dengan Kathriena, namun ucapan Aryanti selalu saja melintas di pikirannya. Hal tersebut membuat Saartje kebingungan.
Aryanti memang sudah menyuruh Saartje untuk mencarikan lelaki untuk Kathriena, namun Aryanti melarang Saartje untuk memperkenalkan Kathriena dengan lelaki Belanda. Aryanti takut jika lelaki yang diperkenalkan kepada anaknya akan sama seperti Sebastiaan. Ia tak mau jika masa lalunya harus terulang kembali di kehidupan anak angkatnya itu. Karena hal itu lah Saartje harus menanggung beban yang cukup berat. Masalahnya, selama ia hidup di Hindia-Belanda, ia dan Theo tak pernah berteman dengan lelaki pribumi. Hal itu juga yang membuat mereka kebingungan untuk mencarikan Kathriena seorang lelaki.
Rencana yang disusun oleh Saartje dan Theo ternyata berjalan mulus. Diederick dan Kathriena benar-benar saling menyukai. Bahkan keinginan Diederick untuk segera meminang Kathriena pun di dukung oleh semua keluarga dan kerabat. Satu minggu setelah pertemuan pertama mereka, Diederick memutuskan untuk melamar Kathriena di depan ke dua orang tuanya dan juga di depan Aryanti. Dengan bersikeras, Diederick meyakinkan Aryanti bahwa ia akan menjaga dan mencintai Kathriena selama hidupnya. Diederick berjanji kepada Aryanti, ia akan selalu membuat Kathriena bahagia. Begitupun dengan Kathriena, ia meyakinkan Aryanti bahwa Diederick adalah lelaki pilihannya. Lelaki yang bisa membawanya ke arah yang lebih baik. Aryanti pun menyetujui, ia tak bisa menolak keinginan Kathriena. Tanggal pernikahan dan segalanya pun dipersiapkan untuk pernikahan Diederick dan Kathriena nanti. Diederick yang semula merasa cemas dan takut lamarannya ditolak Kathriena pun kini sudah merasa lega. Ia sangat senang mendengar Kathriena yang menyetujui untuk menikah dengannya.
Tak terasa, hari pernikahan pun tiba. Kathriena dan Diederick berjalan perlahan menuju altar gereja. Gereja yang sama saat Saartje dan Theo melangsungkan acara pernikahan mereka. Ikrar pun terucap dari bibir Diederick, cincin pernikahan pun sudah tersematkan di jari masing-masing kedua mempelai. Hari yang indah pun terus berlangsung hingga malam menjelang. Tak ada yang tidak tersenyum melihat pernikahan mereka. Tak terkecuali Aryanti, sepanjang hari ia terus tersenyum. Namun ketika acara penikahan hampir usai, wajahnya yang cantik malah terlihat murung dan gelisah. Entah apa yang ia pikirkan, perasaannya terus berkecamuk. Kenapa ia harus gelisah di hari bahagia ini?
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.