Usia kandungan yang sudah menginjak sembilan bulan terasa merepotkan bagi Sophie. Ia dibuat kewalahan dengan perutnya yang cukup besar. Gadis itu selalu memukuli perut dan merutuki dirinya yang begitu tersiksa. Semenjak kematian Jaka, ia sudah tak ingin tinggal satu atap dengan Sebastiaan dan Liesbeth. Ia merasa begitu terpukul dengan sikap ayah dan ibunya saat itu.
Namun lama-kelamaan ia sadar, bahwa yang salah selama ini adalah dirinya. Bukan kedua orang tuanya maupun Jaka. Saat itu, Sophie tak bisa mengendalikan dirinya sendiri, hingga ia lupa bahwa ada batasan yang seharusnya tak ia lampaui. Sophie sangat menyesal sudah melakukan hal yang tak seharusnya dilakukan. Ia mulai membenci dirinya sendiri dan juga menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi kepada dirinya.
Ia memutuskan untuk menetap di rumah Aryanti. Dengan senang hati, Maryanti, ibunya Aryanti, mengizinkan Sophie untuk tinggal di rumah kecilnya. Tanpa lelah dan penuh kesabaran, Aryanti terus memberikan dukungan dan nasihatnya untuk Sophie. Ia tahu bahwa sahabat kecilnya itu sedang tak bisa mengendalikan diri. Aryanti merasa jika dirinya harus selalu berada di dekat Sophie.
"Apa yang harus aku lakukan, Aryanti? Aku sudah muak dengan hidupku, aku ingin segera mengakhiri semuanya," tanya Sophie dengan tatapan kosong.
"Astagfirullah. Sudah berapa kali ku bilang? Jangan membahas keluhan hidupmu kepadaku, aku tak ingin mendengar keluhan-keluhan tak jelasmu itu. Kau tak usah terus menerus mengeluh, Sophie. Sebentar lagi anakmu lahir ke dunia ini dan yakinlah bahwa Gusti Allah akan memberikanmu kebahagiaan melalui kehadiran anakmu."
"Tuhan telah mengutukku dan aku tak akan mendapatkan kebahagiaan sedikit pun. Bahkan tak ada lelaki yang ingin mendekatiku. Aku terlalu hina untuk mereka dekati." Sophie mulai terisak.
"Sudahlah, Sophie. Tak mungkin Tuhan mengutukmu. Kau harus yakin jika apa yang diberikan oleh-Nya adalah jalan yang terbaik untukmu." Sophie hanya diam sembari menutupi wajahnya dengan tangan. Aryanti hanya mampu mengusap-usap punggung Sophie. Namun tiba-tiba saja Sophie menjerit kesakitan sembari memegangi perutnya.
"AAAAA…. Aryanti tolong! Perutku sakit sekali." Dengan panik Aryanti membantu Sophie untuk tetap menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Ia pun pergi meninggalkan Sophie untuk memanggil Maryanti yang pada saat itu masih bekerja di rumah keluarga Veerle. Semenjak Sophie memutuskan untuk tinggal bersama Aryanti, gadis cantik itu tak keberatan jika ia harus menemani Sophie setiap harinya. Bahkan ia rela berhenti membantu Maryanti bekerja di rumah keluarga Veerle hanya untuk menjaga Sophie.
Tak perlu waktu lama, Aryanti kembali ke rumahnya bersama Maryanti dan dua orang jongos yang bekerja di rumah keluarga Veerle. Namun setibanya mereka di sana, mereka semua terkejut ketika melihat seorang bayi kecil yang berada di pelukan Sophie. Bayi itu terlihat masih sangat merah dan penuh darah, bahkan plasenta bayi itu masih terhubung dengan Sophie. Sementara itu, Sophie sendiri sudah tak sadarkan diri di sana.
Maryanti segera mengambil bayi merah itu lalu menyuruh dua orang jongos untuk membawa Sophie ke rumah sakit terdekat. Mereka menuruti perintah Maryanti dan segera membawa tubuh Sophie menggunakan sado milik keluarga Veerle yang mereka pinjam secara diam-diam, tanpa diketahui Sebastiaan. Maryanti juga menyelimuti bayi itu dengan kain dan ikut bersama para jongos. Sementara Aryanti pergi ke rumah keluarga Veerle untuk memberitahukan kabar gembira itu.
"Nyonya, Tuan, kalian sekarang memiliki cucu. Dia sudah lahir dan sangat cantik," teriak Aryanti membuat Liesbeth dan Sebastiaan yang sedari tadi berada di dalam kamar segera keluar dan menghampiri Aryanti.
"Di mana dia sekarang?" tanya Liesbeth sangat antusias.
"Dia bukan cucuku!" sanggah Sebastian dengan ketus. Aryanti menundukkan kepalanya karena merasa bersalah.
"Aryanti, di mana dia sekarang?" tanya Liesbeth sekali lagi. Aryanti mendongakkan kepala lalu memberitahukan keberadaan Sophie kepada Liesbeth.
"Untuk apa kau bertanya seperti itu? Apa kau ingin menemuinya?" tanya Sebastiaan. Liesbeth hanya diam dan menunduk. Aryanti pun kembali merasa bersalah.
"Maafkan saya Tuan, karena saya telah membuat hari Tuan rusak dengan kabar ini." Sebastiaan hanya diam lalu pergi meninggalkan Aryanti.
"Nanti sore, tolong bawa aku kerumah sakit itu. Aku ingin melihat cucuku," bisik Liesbeth kepada Aryanti dan kemudian ia berlari menyusul Sebastiaan. Betapa terkejutnya Aryanti saat mendengar bisikan Liesbeth. Ia tak menyangka jika ibunya Sophie masih menginginkan seorang cucu dari anaknya, walaupun anaknya sudah berlaku kurang ajar dan telah membuat keluarga Veerle malu. Namun, seburuk apapun perilaku Sophie terhadap kedua orang tuanya, Sophie tetaplah anak mereka.
Sore pun tiba, Aryanti yang baru saja kembali ke rumah tuan dan nyonyanya itu terlihat kelelahan. Bagaimana tidak? Ia harus pergi ke rumah sakit dengan berjalan kaki. Jarak rumah sakit dengan rumah keluarga Veerle sangatlah jauh. Di kota tempat mereka tinggal, kendaraan seperti sado saja hanya akan dimiliki oleh beberapa orang keturunan Netherlands dan beberapa inlander kaya saja. Sebastiaan saja tak memperbolehkan sadonya dipakai oleh para bedinde dan jongos yang bekerja di rumahnya.
Aryanti memilih untuk kembali ke rumah keluarga Veerle karena bisikan halus Nyonya Liesbeth membuatnya terpaku. Tidak biasanya Liesbeth ingin bertemu dengan Sophie. Padahal selama Sophie mengandung, Liesbeth tidak pernah sekalipun menjenguk atau menanyakan kabar anak dan calon cucunya. Namun setelah cucunya lahir ke dunia, Liesbeth baru ingin menemuinya.
Entah apa yang ada dipikiran Liesbeth saat ini, Aryanti tak ingin memusingkan hal itu. Ia hanya ingin mempertemukan Liesbeth dengan Sophie dan anaknya. Perlahan ia masuk ke dalam rumah keluarga Veerle, ia melihat Liesbeth tengah termenung di tengah rumah. Sedangkan Sebastiaan tak ada di sampingnya. Wajah wanita itu terlihat sembab seperti habis menangis. Aryanti perlahan menghampiri nyonyanya.
"Ada apa, Nyonya? Nyonya seperti habis menangis?" tanya Aryanti dengan hati-hati.
"Aryanti, suamiku tidak mengizinkanku untuk bertemu dengan cucuku. Padahal aku sangat ingin menemuinya. Aku tahu, aku sempat tak menganggap bayi mungil yang berada di dalam rahim Sophie adalah cucuku. Namun setelah beberapa bulan tak menjumpai Sophie dan tak terasa bayi mungilnya kini sudah lahir ke dunia, aku ingin menemuinya, Aryanti. Aku merindukan anakku dan aku ingin melihat cucu pertamaku. Walaupun aku juga tahu, bahwa cucuku bukanlah anak hasil pernikahan yang sah." Liesbeth menangis di dalam pelukan Aryanti. Aryanti hanya tertegun mendengar ucapan sang nyonya yang sangat ia hormati. Ia begitu tak menyangka bahwa Nyonya Liesbeth memiliki hati yang amat rapuh. Selama ini, Aryanti tak pernah mendengar Liesbeth mengatakan hal yang baik terhadap anak perempuannya, Sophie.
"Segeralah bawa aku untuk menemui Sophie dan cucuku, Aryanti. Sebastiaan sedang tak di rumah, ia pergi sedari tadi bersama rekan kerjanya," ucap Liesbeth memohon.
"Baiklah, Nyonya." Aryanti pun mengajak Liesbeth menemui Sophie. Mereka pergi menggunakan sado milik keluarga Veerle, bersama seorang jongos yang mengemudikan sado itu. Sado yang sama saat Maryanti menggunakannya untuk mengantar Sophie ke rumah sakit.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.