Download App
91.3% Kompilasi {Empat Novel BL althafjr} / Chapter 21: Kabur

Chapter 21: Kabur

Setelah menerima telfon dari ibu Karina, Ibu Eha bersiap pergi, untuk melakukan pertemuan dengan ibu Karina. Ibu Eha juga harus membawa serta Yohan, lantaran ibu Karina yang menyuruhnya.

Yohan yang merasa jenuh selama hampir dua minggu tidak keluar rumah, ia mau saja mengikuti ajakan ibunya. Setidaknya ia bisa menghirup udara segar, lantaran suntuk, akibat dikurung selama dua minggu di dalam rumah. Rasanya seperti di penjara.

Sedangkan Ibu karina sendiri memanfaatan kepergian Redo ke sekolah, untuk bisa bertemu dengan ibu Eha, dan juga Yohan.

Dan sekarang, mereka bertiga sudah berada di suatu tempat. Yaitu di sebuah butik langganan, dimana Ibu Eha, dan Ibu Karina sering bertemu untuk berbelanja.

Ketiganya sedang duduk di sofa yang memang sudah disiapkan oleh pemilik butik__yang juga sahabat Ibu Eha, dan Ibu karina. Sehingga mereka akan lebih leluasa untuk berbicara di sana.

Yohan yang sedang duduk sendiri di sofa, wajahnya terlihat datar, mengamatai dua wanita yang ia panggil mama, tengah duduk berdampingan di hadapannya. Terhalang oleh meja kecil yang terbuat dari kaca. Ada fas bunga di atasnya.

"Sayang." Panggil ibu Karina__kepada Yohan. Suaranya terdengar sangat lembut. "Kamu tau, kenapa kami mengajak kamu bertemu disini?"

Yohan menggelengkan kepalanya pelan. Wajahnya terlihat murung. Kemudian ia menatap kedua wanita sosialita itu secara bergantian. "Emang ada apa, ma?"

Menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ibu Karina hembuskan secara perlahan. Ibu Karina menoleh sekilas ke arah ibu Eha, kemudian ia mengalihkan perhatiannya kembali kepada Yohan.

"Apa kamu enggak kasihan sama kami nak?" Ucap ibu Karina, suaranya masih seperti yang tadi. Lembut. "Mamah sengaja ngajak kamu bicara. Soalnya mama tau, kamu anak yang pinter. Nurut. Beda sama Redo yang wataknya keras. Susah diatur." Bukanya ibu Karina membandingkan, tapi memang seperti itu adanya.

"Emang, mama mau bicara apa?"

Ibu Karina beranjak dari duduknya, berjalan mendekati Yohan, lalu duduk di sampingnya.

"Yoh... Demi Mama, demi keluarga dan demi kebaikan kalian, tolong lupain perasaan kalian." Ibu Karina meletakan telapak tangannya di pundak Yohan, mengusapnya pelan.

Ibu Eha hanya diam. Ia sudah mempercayakan semuanya kepada ibu Karina. Ia tahu, sahabatnya itu jauh lebih sabar dan lebih lembut dari dirinya.

"Berita tentang kalian sudah banyak yang dengar. Bahkan udah tersebar luas di internet." Ibu Karina mengusap lembut puncak kepala Yohan, sebelum akhirnya ia melanjutkan. "Kamu anak yang baik. Nurut." Ibu Karina berusaha sebijak mungkin supaya bisa meluluhkan hati Yohan.

"Mama ingin Yohan gimana?" Tanya Yohan, ia menatap teduh ibu Karina, lalu tatapan itu berpindah ke arah ibunya. Ia sedang menunggu apa yang akan disampaikan sama ibu Karina.

Senyum simpul terbit dari bibir bergincu milik ibu Karina. "Kamu anak yang pinter, kamu pasti ngerti maksud mama."

Yohan merundukkan kepalanya, tiba-tiba saja hatinya terasa nyeri. Ia sudah mulai paham kemana arah pembicaraan mereka.

Mengumpulkan keberaniannya,  Yohan mengangkat wajahnya, menatap nanar Ibu Karina. Sesuatu entah itu apa, seperti sedang menjalar di hatinya, membuat ia merasakan nyeri, yang otomatis membuat bola matanya mulai berkaca. "Tapi, Yohan sayang sama Redo, ma." suara Yohan terdengar mendayu. Menggunakan punggung telunjuk, Yohan mengusap air yang sudah menggenang di pelupuk matanya. "Emang, salah ya kalo Yohan sayang sama Redo?"

Ibu Karina dan ibu Eha mengkerutkan kening, sambil menatap miris ke arah Yohan. Pengakuan Yohan barusan, membuat kedua wanita itu gelisah.

"Enggak salah Yoh, kamu boleh sayang sama Redo. Tapi sayang sebagai temen. Kalo sayangnya seperti yang ada di vidio. Itu nggak bener." Ujar ibu Karina, ia berbicara dengan sangat hati-hati. Berharap Yohan mengerti. "Mama, sayang sama Yohan. Mama juga sayang sama Redo. Tolong mengerti." Setelah menyampaikan itu, bola mata ibu Karina terlihat mulai berkaca-kaca. Wajahnya terlihat sangat frustasi.

"-kami, melakukan ini demi kebaikan kalian." Lanjut ibu Karina. Bola matanya yang berkaca kini sudah lolos melintasi pelupuk matanya. Hatinya terasa sangat pilu, membuat ia tidak tahan hingga akhirnya ibu Karina menghamburkan tubuhnya, memeluk erat Yohan. Dadanya bergerak naik turun, akibat tangis sesegukan.

Adegan yang dilakukan ibu Karina, lantas membuat hati ibu Eha tersentuh. Air matanya juga sudah mulai mengalir membasahi pipi. "Tolong ngerti Yoh," ucap ibu Eha ditengah isakkannya. "Masa depan kamu akan hancur. Kamu satu-satunya anak mama. Tolong sadar, Yoh. Kamu nggak sayang sama mama."

Ibu Eha dan ibu Karina membuat Yohan merasa tersudut. Pernyataan ibu Eha membuat Yohan sedikit geram, hingga ia beranjak dari duduknya. "Ma!" Sorot mata Yohan lurus menatap ibu Eha. "Jangan kira Yohan nggak sayang sama mama. Yohan sayang sama kalian. Tapi Yohan juga sayang sama Redo. Kalian minta Yohan ngertiin kalian. Tapi kalian nggak mau ngerti perasaan Yohan. Nggak adil! Kalian egis."

Kata-kata Yohan membuat ibu Eha dan ibu Karina saling berpendangan__sambil memegangi dadanya. Wajah mereka berkerut dan makin terlihat frustasi.

Menggunakan kedua telapak tangan, secara kasar, Yohan mengusap air mata yang sudah membasahi wajahnya. Punggungnya bergerak naik turun, dadanya terasa sangat sesak. Kenapa dunia begitu kejam?

"-Yohan nggak bisa kalo disuruh pisah sama Redo." Tegas Yohan, kemudian ia menjatuhkan bokongnya di sofa.

Ditengah-tengah suasana haru yang sedang terjadi. Tiba-tiba ada beberapa orang yang tidak dikenal datang mendekati mereka. Hal itu membuat ibu Eha, dan ibu Karena menatapnya heran. Begitupun Yohan.

"Hye... ini Redo apa Yohan Ya?" Celetuk seroang pria yang terlihat melambai. "Wah, aslinya lebih ganteng dari yang di foto. Nggak nyangka bisa ketemu salah satunya, di sini." Pria gemulai itu mencubit pipi Yohan. Yang dicubit menjauhkan wajahnya, menghindar. "gemes deh."

Ibu Karina menatap tajam pada pria tersebut. Kehadiran pria itu membuat modnya hancur. "Kamu siapa?" Ketus ibu Karina.

"Saya fans berat Redo sama Yohan. Boleh dong minta foto, mau aku aplod di IG aku." Dengan santainya pria bertulang lunak itu mengambil HP yang ia simpan di saku celananya. Setelah HP berhasil ia ambil, pria itu memberikannya kepada salah seroang temannya. "Fotoin dong say," pintanya.

Kelakuan pria tak dikenal itu membuat ibu Karina geram. Ia buru-buru beranjak dari duduknya. Menarik pergelangan Yohan, menjauhkannya dari pria yang akan berfoto dengan Yohan. "Jangan macem-macem sama anak saya." Peringat ibu Karina. Kemudian ia menyeret Yohan, mengajakknya berdiri. "Jeng, kita pulang sekarang!" Ajak ibu Karina yang langsung membuat ibu Eha berdiri tergesah.

Ketiganya berjalan cepat meninggalkan pria aneh, dan beberapa temannya.

Pria gemulai itu berdiri mematung, menatap punggung mereka bertiga. "Owwwh. Pelit amat sih cuma foto doang." Ucap pria itu mengungkapkan kekecewaannya. "Kawinin aja mereka bu. Bawa ke Belanda!" Pria itu mencibir.

"Apa itu tadi Yoh?" Kesal ibu Eha, setelah ia sudah berada di dalam mobil. Sedangkan Yohan duduk di sebelahnya. Wajahnya terlihat murung. "Kenapa bisa jadi seprti ini? mama harap kalian sadar."

Ibu Eha menghidupkan mesin mobil, dan kemudian Ia melajukan mobilnya meninggalkan halaman butik. Sedangkan ibu Karina sudah berada di mobilnya sendiri.

"Ada-ada saja." Geram ibu Eha.

Yohan hanya diam seribu bahasa.

***

Sudah tengah malam suasana di Rumah Redo terlihat sangat sepi. Lampu-lampu juga sudah di matikan, sehingga rumah mewah itu terlihat gelap dari luar. Hanya ada satu ruangan yang masih menmancarkan cahaya dari jendela. Sudah dipastikan itu adalah kamar Redo yang sedang tidak bisa tidur.

Sepanjang hari Redo hanya memikirkan Yohan. Harapanya untuk bertemu dengan Yohan di sekolah, ternyata sia-sia. Yohan masih belum di ijinkan untuk masuk sekolah.

Redo tidur terlentang di atas ranjang, bola matanya masih segar menatap langit-langit kamar. Tidak ada tanda mengantuk dalam dirinya. Redo sedang melamun dan seperti memikirkan sesuatu. Memikirkan cara, bagaimana agar bisa bertemu dengan Yohan? Hatinya benar-benar gelisah. Ia ingin tahu keadaan Yohan. Redo tidak akan bisa tenang jika belum melihat Yohan.

Setelah beberapa saat berpikir keras, akhirnya Redo menemukan cara agar bisa bertemu dengan Yohan. Malam ini juga.

Beranjak dari tidurnya, Redo berjalan menghampiri lemari pakaian. Mengambil tas ransel, kemudian Redo  buru-buru memasukan beberapa potong pakaian, dan perlengkapan lainnya kedalam tas tersebut.

Selesai dengan urusan pakaian, Redo memakai jaket hoodie, lalu mengambil kunci motor yang ia simpan di dalam lemari.

 

Redo membuka pintu kamar dengan mengendap. Mengintai keadaan di luar, merasa yakin aman Redo keluar kamar, lalu dengan sangat hati-hati ia menutup pintu kamarnya, agar tidak menimbulkan suara.

Sambil membawa tas di punggungnya, Redo dengan sangat hati-hati, berjalan mengendap menuju ke ruang tamu. Suasana sangat gelap, sehingga ia harus meraba-raba mencari pegangan untuk membantunya berjalan, agar tidak menabrak sesuatu.

"Huuft..." akhirnya Redo bisa menghembuskan napas lega setelah ia menutup pintu ruang utama. Redo berhasil keluar rumah tanpa ada satupun orang yang melihatnya. Kemudian ia berjalan tergesa, menuju garasi guna mengambil motor ninjanya. Setelah berada di dekat motornya dengan hati-hatu ia mendorong sampai ke pinggir jalan. Redo berencana menghidupakan motor itu di jalan agar tidak menimbulkan suara yang bisa terdengar oleh orang rumah.

Sesaat setelah mesin motor menyala, Redo langsung menarik gas, dan melesat dengan kecepatan tinggi. "Yohan, aku datang," gumamnya.

Tidak berbeda dengan Redo, Yohan-pun terlihat sedang berbaring di atas tempat tidur. Matanya masih belum terpejam. Lampu di kamar juga masih ia biarkan menyala. Fikiranya masih menrawang dan teringat akan kejadian tadi siang.

Tiba-tiba saja Yohan dikejutkan oleh suara, dari lemparan batu kecil pada jendela kamarnya. Yohan beranjak dari tiduranya, berjalan menjuju jendela kamar. Yohan membuka jendela, ia ingin tahu siapa yang sudah iseng melampar jendela kamarnya.

"Yoh..." Teriakan berbisik terdengar memanggil namanya. Yohan mengerutkan kening, menatap heran pada orang di bawah sana. Dari kamarnya yang berada di lantai dua, ia melihat seseorang sedang melamabikan kedaua tangan ke arahnya.

Senyum Yohan mengembang, saat ia menyadari jika orang itu adalah, orang yang sangat di rindukannya.

"Redo?" Heran Yohan. Kemudian ia bergegas, keluar dari kamar untuk menemui kekasihnya.

Beberapa saat kemudian, setelah jalan mengendap akhirnya Yohan bisa keluar dari rumahnya. Ia ber jalan cepat mendekati Redo yang sudah menunggunya sambil menggendong tas ranselnya.

"Redo. Kamu di sini?" Heran Yohan setelah ia sudah berada di hadapan Redo.

Mengabaikan pertanyaan Yohan, Redo langsung menghamburkan tubuhnya, memeluk erat Yohan.

"Aku kangen sama kamu," aku Redo ditengah ia sedang memeluk Yohan. "Aku nggak bisa terus-terusan kayak gini."

Keduanya saling mengeratkan pelukannya masing-masing, untuk melepaskan ke rinduan mereka. Rasa haru menjalar masuk ke hati-hati mereka, hingga tanpa sadar bola mata mereka sudah berkaca-kaca.

Secara perlahan, Redo mengurai pelukannya. Kedua telapak tangannya membingkai wajah Yohan, menatapnya haru. Beberapa saat kemudian cup, Redo melabuhkan ciumannya di kening Yohan.

"Kamu mau kemana?" Tanya Yohan, ia heran dengan tas yang sedang di gendong Redo.

"Aku mau ngajak kamu pergi?" Jawab Redo.

Deg!

Pernyataan Redo membuat Yohan terkejut. "Pergi? Kemana?"

"Udah, jangan banyak tanya dulu. Ayok ikut aku." Ucap Redo sambil menarik pergelangan Yohan, menyeretnya ke arah motor.

"Do."

Redo menghentikan langkahnya, lantaran Yohan memanggilnya.

"Ada apa lagi? Buruan nggak ada waktu." Ucap Redo setelah ia berhadapan dengan Yohan.

"Mau kemana sih? Aku takut."

Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya Redo hembuskan secara perlahan. Ia maju satu langkah, berdiri tepat di hadapan Yohan. Sedetik kemudian cup, Redo memberikan kecupan di pipi Yohan.

"Udah nggak usah takut, sama aku. Kita akan baik-baik aja."

Ciuman dan kata-kata Redo menjadi motivasi bagi Yohan. Rasa khawatirnya mendadak hilang, dan senyum simpul terbit di bibirnya. "Yaudah," pasrah Yohan.

"Bagus, yuk." Ajak Redo menyeret kembali Yohan mendekati motornya.

"Pegangan, yang kenceng." Pesan Redo setelah mereka duduk di atas motor.

"He,eh."

Beberapa saat kemudian, Redo menghidupkan mesin, lalu meluncur dengan kecepatan tinggi.

Malam itu, Redo dan Yohan merasa sangat bahagia.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C21
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login