" Kana gimana sekolahmu tadi nak." Tanya ibu
" Baik Bu semua berjalan lancar." Balasku duduk di meja makan selesai berganti baju di kamar
"Tapi kata Bima kamu tadi berselisih dengan kakak tingkat di sekolahmu!?." Mata ibu menatapku berkedip
"Dasar Bima selalu saja ember" batinku kesal meremas centong nasi yang ku pegang
" Itu hanya kesalahan kecil Bu aku nanya tak hati-hati saat berjalan sehingga aku tak sengaja menabraknya." Balasku singkat lalu menyendok makanan kemulut ku.
" Dan dia juga menolong mu kan saat hampir terkena lemparan bola di lapangan basket." Ucap ibu terkekeh
" Ya tuhan Bima ini, lemes sekali mulutnya pengen tak tampol sama cabe ijo biar tau rasa ya." Balasku mengigit ayam dengan kesal.
" Sudah-sudah jangan marah-marah saat makan. Lagipula Bima itu baik jadi ibu tau apa yang kamu lakukan di luar rumah tanpa harus banyak cerita. Dia itu sumber informan yang akurat loh." Kata ibu tertawa dan mengelus pucuk kepala ku pelan mencoba menenangkan ku
" Bela terus Bima Bu anaknya gak pernah di bela sebenernya yang anak ibu itu Kana atau Bima sih." Ucapku masih marah dan hampir tersedak nasi
" Nih minum, makannya makan itu gak boleh sambil ngomong kan tersedak." ucap Ibu memberiku secangkir air putih.
" Kan ibu yang ngajak cerita kenapa Kana yang di salahi. Emang anak gak pernah di depan orang tua." Balasku pelan.
"Udah-udah ibu mau ke kamar sebentar lagi ayahmu pulang jangan lupa ke cuci piring habis makan biar gak numpuk." Ujar ibu meninggalkanku di meja makan sendirian.
Selesai makan dan mencuci piring aku langsung kembali ke kamar. Ku bunyikan lonceng kamar yang terhubung ke kamar Bima. Tak selang lama bocah tengik itu keluar dengan muka tanpa dosa. Ingin sekali aku melempar sandal rumah yang ada di kakiku.
" Heh.. curut, Mulu kau ini lemes banget ya, semua di ceritain ke ibu aku kan jadi sasaran olok-olokan tau belum lagi ibu pasti cerita ke ayah dan Abang, kau kira ini buku diary semua di curahin. " Ujarku menatapnya tajam
"Wes..wes.. biasa aja matanya Atut ni Abang dek." Ucapnya dengan tangan menutupi matanya
Aku masih di posisiku dengan tatapan yang sama tanda bahwa aku sedang marah besar padanya.
" Oke oke aku minta maaf Kan, sebagai permintaan maaf aku teraktir beli buku di Gramedia deh." Katanya sambil tersenyum dan bujukan itu membuatku tak bertahan lama untuk marah.
Dia tau apa kelemahan ku, Pergi ke Gramedia.
" Oke tapi ingat jangan ulangi lagi, kalau masih.." ku taruh tangan di leher tanda ancaman.
" Iya cerewet. Siap-siap gih aku manasin motor dulu." Bima berlalu dari jendela
Aku pun bersiap mengambil tas dan handphone dan keluar kamar mencari ibu untuk pamit.
Kulihat ibu tengah menjahit di halaman belakang.
"Bu,. Kana mau pergi ke Gramedia sama Bima kemungkinan pulang agak sore." Ucapku menadahkan tangan ingin mencium tangan ibu.
"Lah katanya kesel sama Bima?, Udah ngajak ke Gramedia aja luluh." Ucap ibu meletakan jahitannya di atas meja.
" Kalo keselnya masih lah tapi kalo di beliin buku harus pending dulu kesalnya pas udah balik ya kesel lagi." Ujar ku nyengir
" Ya udah bilang sama Bima jangan pulang sore banget nanti keburu magrib di jalan dan ibu minta tolong beliin Brownies di tokoh simpang empat ya ini duitnya." Ibu menyerahkan uang lembar berwarna biru ke tanganku.
" Ya Bu, Kana pergi dulu ya assalamu'alaikum.." ucapku berlalu
" Waalaikumsalam ingat jangan hati-hati di jalan ngebut-ngebut." Ujar ibu agak keras
Sesampainya di teras rumah Bima sudah nangkring sok ganteng dengan jaket coklat dan helem hitamnya.
" Ayok naik." Ujar Bima menyerahkan helem yang biasa aku pakai
Setelah selesai memakai helem kami berlalu tanpa ada pembicaraan apapun.
Sesampainya di Gramedia aku menunggu Bima memarkirkan motornya. Di dalam gedung itu tercium bau harum khas buku.
Ku berlari kecil ke area novel meninggalkan Bima yang pergi ke area majalah sports.
Aku membaca judul ke judul saat ku lihat buku yang ingin ku beli di rak yang cukup tinggi ku raih buku itu dan berhasil di dapat.
Sayang sebuah tangan juga menggenggam buku itu.
Kutarik buku itu cepat agar berhasil kudapat.
"Hei ini aku duluan yang lihat jad.. Kamu " Ucapku terkejut melihat kakak kelas itu lagi
"Ini cowok manusia bukan sih?!. Perasaan nongol tiba-tiba Mulu." Batinku
"Hei kurcaci buku itu Saya duluan yang ambil jadi sini." Ucapnya datar mencoba merebut buku itu.
"Apa-apaan ini, dasar cowok kulkas masa rebutan buku sama cewek." Ujar Bima yang tiba-tiba datang dari arah belakang cowok itu.
"Kenapa? Pacarnya? Oh pantas dibelain." Balas cowok itu menatap Bima sengit.
"Udah-udah jangan berantem, ini ku kasih bukunya. Ayo Bim kita pergi aja, aku udah gak mood nyari buku kita pulang aja." Ku tarik tangan Bima keluar tanpa menoleh. Dari tadi kami sudah menjadi pusat perhatian hingga aku risih.
Kami sudah sampai di parkiran Saat aku berbalik mataku melotot terkejut ternyata yang ku gandeng bukan Bima.
"Matanya tolong kondisikan ." Ucapnya menghempaskan tanganku
"Sorry sorry.. " Aku gelagapan salah tingkah sendiri
" Setiap bertemu denganmu selalu sial." Ucapnya sinis
" Idihh.. siapa juga yang mau sial terus." Ucapku kesal menepuk bahunya keras
"Sakit.. gila ni cewek kecil-kecil barbar." Ucapnya mengusap bahu pelan
" Bodoh amat." Kataku tak peduli
"Awas kau akan ku balas nanti." Ujarnya berlalu menyenggol bahuku kuat hingga aku terdorong beberapa langkah kebelakang.
"Ya kali aku takut, Hah.. takut banget malah." Tak kurasa mataku sudah berkaca-kaca.
"Kana kamu di Apa in sama Rayhan? Ke apa sampai nangis gini." Kata Bima memelukku
" Bim gimana nih dia keknya marah dan mau balas dendam sama aku. Dia itu kakak kelas kita Bim gimana nanti kalo aku di bully?!. Aku mau sekolah dengan tenang Bima.. " ucapku memeluknya kian erat.
" Udah tenang aja Kana dia gak akan macem-macem kok sama kamu." Kurasakan usapan pelan di rambutku yang membuatku tenang.
"Bim aku mau bakso pak Cipto.." pintaku sambil menatapnya memelas.
" Oke otw bakso pak Cipto." Ujarnya bertingkah konyol seperti Spiderman terbang membuatku tertawa.
" Bim jangan bilang ibu soal tadi." Pintaku
"Gak janji tapi." Katanya nyengir.
"Pokoknya harus janji Bim kalo kamu bilang-bilang aku pergi sekolah pakai gojek." Ancamku
" Lah dikira dia aku takut, pergi sana sama kang ojek gak rugi juga." Balasnya membuatku kesal.
" Oke.. Nantangin dia, awas nangis ditinggal." Balasku tak mau kalah.
"Oke siapa takut." Ucapnya sambil menyalakan mesin motor.
Aku pun naik setelah memakai helem.
"Bim nanti abis makan kita mampir ke tokoh di simpang empat ya ibu tadi nitip beli brownis." Ucapku
"Baik tuan putri." Ucapnya menjalankan motor dengan kecepatan sedang.