Download App
18.75% One Click / Chapter 3: Serangan Lebah

Chapter 3: Serangan Lebah

Seketika gerombolan lebah memenuhi ruangan. lebah-lebah itu menyerang semua orang yang ada di ruangan. Anak perempuan menjerit sekencang-kencangnya. Namun, tidak dengan Andin yang kini sibuk mencari asal masuknya lebah, hingga ia tidak sadar ada sebuah lebah yang hendak menyerangnya. Untung Dito bergerak cepat, ia meraih sebuah buku dan menebas lebah itu hingga lebah itu terlempar jauh.

Beni cukup cerdas, ia meraih jaket yang hampir setiap hari dibawanya. Menutupi seluruh kepalanya dengan jaket, lalu merunduk di bawah meja. Dito yang menyadari aksi Beni juga turut melakukan hal yang sama. Meski tak memiliki jaket, Dito melepas seragam putihnya lalu menyelimuti ke kepala Andin seraya berkata, "bersembunyilah di bawah meja!"

Andin tak bisa menolak. Ia dengan sangat terpaksa menuruti ucapan Dito. Sedangkan Dito sendiri berusaha menghajar lebah-lebah yang ada dengan buku tebal di tangannya. Kebiasaan Dito yang selalu menggunakan kaos tanpa lengan kini sangat bermanfaat sekali.

Kegigihan Dito yang melompat dan terus memukuli lebah-lebah itu disaksikan seluruh teman-temannya. Melompat, menebas dengan penuh emosi dan berusaja keras membantu teman-temannya agar tidak sampai tergigit terlihat begitu menawan.

Otot-ototnya pun keluar, tubuhnya yang basah karena keringat semakin membuatnya terlihat gagah. Tak pilih kawan, Dito berusaha menghajar habis semua lebah.

Diam-diam Andin memperhatikannya dari bawah meja. Ia melihat rasa perduli Dito yang begitu besar. Padahal baru saja ia dicemooh teman sekelasnya, namun ia bangkit dengan tulus membantu semua orang.

"Lihatlah!" bisik Beni kepada Andin. Tangannya menuju ke arah dinding yang ada di dekat meja guru.

"Semua lebah itu akan hilang seketika saat dipukul kuat," ucap Beni kembali yang kali ini berhasil membuat Andin paham.

Benar saja, semua lebah yang dipukul Dito akan terlempar mengenai dinding dan seketika hilang.

"Tapi dari mana lebah-lebah itu berasal?" tanya Andin.

Keduanya mengitari pandangan. Mereka berusaha mencari celah masuknya lebah dan berniat menutupnya. Karena mereka telah menyadari, sudah begitu banyak lebah yang dipukul Dito, namun jumlahnya tak kunjung berkurang.

Suasana terlihat riuh, banyak anak yang meringis kesakitan setelah kena tusukan lebah. Tak pandang bulu, anak lelaki pun juga menjerit kesakitan setelah terkena sengatan lebah. Wajah mereka membengkak dan membiru seperti melebam.

"Din, lihat itu!" ucap Beni yang kali ini menunjuk ke arah ventilasi yang ada di atas jendela.

"Kita harus menutupnya," ucap Andin yang merasa iba melihat Dito yang mulai kelelahan. Sedangkan anak-anak lain hanya sibuk menyelamatkan diri dan berlari tak karuan. Meskipun ada beberapa anak yang juga ikut memukul lebah dengan buku, namun mereka hanya memukul lebah yang hendak menyerang ke arah mereka saja.

"Jangan!" teriak Beni, "Kau bisa terluka. Lihat mereka!" ucap Beni, kali ini menunjuk ke arah dua orang siswa yang tergeletak di atas lantai dengan wajah meledak. Ternyata sengatan lebah itu begitu berbahaya. Dimulai dari bengkak kecil yang semakin membesar, diikuti warna biru yang semakin menghitam. Lalu, "Duar!" meledak dengan memuncratkan banyak darah segar. Hingga kini hanya tubuh yang tergeletak tanpa kepala.

Kejadian ini membuat Andin gemetar. Ia begitu ketakutan, namun ia juga tak tega melihat Dito yang semakin melemah. Gerakannya melambat dengan banyak keringat membasahi tubuhnya. Keringat begitu banyak, hingga ia seperti orang yang baru saja selesai mandi.

"Dito, Ben," ucap Andin yang terlihat meragu.

"Aku akan membantumu. Aku bisa memanjat dengan tubuhku yang kecil, tapi apakah kau bisa melindungiku agar lebah tak menyengatku?" tanya Beni dengan wajah meragu.

Andin terlihat meragu, wajahnya terus saja menatap Dito.

"Percuma kau memukul semua lebah jika pintunya tak kunjung di tutup," gumam Andin yang segera mengangguk tanda setuju akan rencana Beni.

Sudah tujuh siswa yang tewas mengenaskan dan ini membuat Andin bertekad untuk bertindak daripada terus bersembunyi.

Beni masih menutupi wajahnya dengan jaket, ia mulai berdiri diikuti Andin di belakangnya. Mereka berjalan merayap di balik meja menuju meja guru. Lalu Beni mulai bangkit dan berusaha menggapai lubang yang ada di atas jendela. Namun sayang, kain lapis meja yang hendak mereka gunakan untuk menutupi lubang terjatuh. Sedangkan banyak lebah yang keluar dari lubang hendak menyerang mereka.

Dito dan Jessy menyadari usaha Beni dan Andin. Mereka bekerja sama, Jessy menyerahkan baju ganti yang sering ia bawa untuk digunakan menutupi lubang. Tanpa pikir panjang, Jessy menjerit, "Tangkap, Ndin!"

Andin dengan sigap menangkap dan menyerahkan ke Beni. Sedangkan Dito membantu menghalau lebah yang hendak menyerang Andin dan Beni.

Usaha mereka tak sia-sia. Dito, Beni dan seorang anak yang bertubuh kurus tinggi dengan semangat memukul balik lebah-lebah yang tersisa. Perlahan, lebah-lebah itu mulai tersisa sedikit. Begitu pula Jessy dan Andin, keduanya juga membantu menghajar lebah yang ada dengan buku milik mereka.

Lebah hilang bahkan tak menyisakan bangkainya. Ini cukup membuat Dito bingung. Ia terduduk dengan banyak keringat mengalir deras membasahi tubuhnya. Sudah entah berapa banyak lebah yang ia hajar, namun tak ada sedikitpun meninggalkan jejak.

"Bagaimana bisa Lu tau di situ asal masuknya?" tanya Dito dengan senyuman tipis diikuti napas yang terengah-engah.

"Beni, dia yang menyadarinya lebih awal," ucap Andin dengan senyuman manisnya.

Jessy merasa gerah, ia hendak membuka seragam sekolahnya, namun ini membuat Beni syok. Dengan cepat Beni berkata, "Jangan!"

Teriakan Beni membuat Andin dan Dito menatap ke arah mereka.

"Kenapa emangnya?" tanya Jessy yang ternyata juga memakai baju kaus lain di bagian dalam.

Andin dan Dito tertawa lebar melihat tingkah Beni. Ternyata Beni menyangka kalau Jessy tak memiliki baju lain di dalamnya.

Beni yang merasa malu hanya bisa cengengesan, ia tak marah meskipun ia ditertawakan. Karena kejadian saat ini, nyata karena kesalah pahamannya sendiri.

"Dasar, Lu! Otak mesum!" ucap Jessy yang kemudian melemparkan seragam miliknya ke wajah Beni. Bukannya mengelak, Beni justru membiarkan wajahnya tertutup seragam yang dipenuhi dengan aroma khas Jessy.

Perlahan kemeja itu terjatuh dan kini terlihat wajah Beni yang terlihat mesum dengan senyum seakan tengah menikmati. Semua orang ikut tertawa melihat tingkah Beni, begitu pula Beni merasa senang semua orang menganggapnya ada.

Perlahan darah keluar dari salah satu lubang hidung Beni yang membuat semua orang terdiam dengan wajah cemas. Mereka dengan segera berkata, "Hidungmu, Ben!"

Tetapi Beni hanya tersenyum, baru kali ini mereka memanggilnya dengan nama bukan lagi gelar penuh penghinaan.

"Aduh!" ucap Andin yang ternyata disengat pada bagian kakinya. Andin menjadi begitu takut, ia tak ingin mati meledak seperti teman-teman lainnya. Namun, Dito menenangkannya. Dengan penuh hati-hati, Dito mengangkat kaki Andin lalu menyedot racun lebah yang ada di sana. Setelah merasa cukup, ia pun meludahkan semua racun yang lalu. Kemudian menyobek seragam yang sedari tadi melindungi Andin, membalutkan kain sobekan tepat pada luka sengatan lebah.

Dito melakukannya dengan penuh rasa waswas itu terlihat jelas dan berhasil membuat Jessy dan Beni tersenyum senang.

Semua siswa yang seharusnya berjumlah empat puluh orang kini hanya menyisakan tiga puluh satu. Dito merasa tak tega melihat banyaknya korban yang jatuh. Dengan penuh harap ia berkata, "Ayo kita tumpukkan tubuh mereka!"

Tetapi tidak ada seorang pun yang mau membantu. Mereka memasang sikap tak perduli dan asik beristirahat karena merasa lelah. Namun, Dito tak patah semangat. Ia dengan segera menggeret tubuh-tubuh itu ke sudut kelas. Keanehan terjadi, tubuh-tubuh itu mendadak hilang dan lenyap begitu saja tanpa jejak. Darah yang sedari tadi mengucrat kemana-mana juga bersih seakan tak terjadi sesuatu.

Seketika terjadi guncangan kembali, guncangan itu cukup dahsyat dan berhasil membuat mereka merasa takut. Guncangan itu, bergerak kencang seakan ada yang mengaduk mereka. Membuat mereka terhempas lalu saling bertubrukan. Nyeri akibat tubrukan membuat mereka hilang kesadaran.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C3
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login