Setelah proses marking tadi, Raymond dan aku memutuskan untuk mandi. Bukan mandi bersama untuk melakukan hal yang iya-iya, tapi mandi pada umumnya, hanya saja dilakukan dua orang secara bersamaan.
Selama di dalam kamar mandi, Raymond bercerita apa saja yang terjadi ketika aku terbaring di rumah sakit selama satu bulan satu minggu. Bagaimana frustasinya Papa melihatku terbaring tanpa tahu kapan aku akan membuka mata, betapa sibuknya Lyra dan Louise mengurusi pekerjaan Papa yang terbengkalai saat dia mengurusi pembatalan pertunanganku dengan Ralph. Tidak hanya pertunangan, tapi juga mengenai tindakan yang sudah dilakukan Ralph padaku.
Raymond juga menceritakan betapa kecewanya dia karena kejadian penculikanku ini tidak segera dibawa ke jalur hukum. Melainkan menunggu sampai anak-anakku lahir. Jika memang mereka adalah anak Ralph, maka keluarga kami akan berusaha berdamai, demi kehidupan anak-anakku. Tapi, jika anak-anakku bukanlah darah daging Ralph, maka kasus ini baru akan dibawa ke jalur hukum.
Menurut Raymond, Ralph bisa saja kabur sebelum anak-anakku lahir, tanpa peduli siapa yang menjadi ayah kandung dari anak-anakku. Tapi Selim tua itu terlalu percaya pada keluarga Ralph yang berjanji akan mengawasi segala gerak-gerik Ralph.
Namun, semua itu adalah rencana sebelum aku dan Raymond menandaiku. Walaupun tanda dengan tanda yang bersifat sementara, aku dan Raymond tetaplah sepasang 'pair', yang berarti mau siapapun ayah bilogis anak-anakku, aku tetap akan bersama Raymond. Apapun yang terjadi. Dan sepertinya proses untuk membawa kasus penculikanku ke ranah hukum akan menjadi sangat mudah.
Setelah mandi, aku dan Raymond langsung bergegas mengganti pakaian. Raymond sudah siap dengan pakaiannya. Karena akan langsung pergi ke resto, Ray memustukan untuk memakai kemeja berarna putih dan kemudian mengenakan sweater berwarna abu-abu di layer kedua, kemudian dipadukan dengan celana chino berwarna khaki. Sedangkan aku, masih menggunakan bathrobe biru kesayanganku sambil mengeringkan rambutku menggunakan hairdryer.
"Need a hand?" Tanya Raymond.
Aku yang sedang duduk di kursi riaspun menoleh kebelakang sambil mengulurkan hairdryer yang sejak tadi berada di tanganku.
"Yes, please."
Raymond berjalan mendekat dan kemudian menerima hairdryer yang ku ulurkan. Aku kembali menghadap ke depan, memandang pantulan diriku dan juga Raymond melalui cermin meja rias.
Tangan Raymond dengan telaten mengeringkan rambutku yang sekarang sudah cukup panjang dan menutupi tengkukku. Sentuhan lembut di rambutku membuatku merasa kantuk.
Namun, belum sempat aku memejamkan mata, tiba-tiba Raymond mematikan hairdryernya dan gerakan Raymond pun terhenti. Tangannya menyibakkan rambutku di bagian tengkuk dan kemudian meraba bekas gigitan yang masih memerah dan sedikit terasa perih.
Raymond perlahan mengelus tanda yang menjadi bukti bahwa aku dan dia sudah menjadi pair, dengan lembut dan kemudian mengecup tanda tersebut.
"Lennox, terima kasih sudah menerimaku." Bisiknya di telingaku.
Aku mebalikkan badanku dan langsung memeluk tubuh Raymond. "Terima kasih Raymond, terima juga kasih sudah menerimaku."
Raymond mengelus pucuk kepalaku dengan lembut, "Nah, sekarang ganti baju. Kita masih harus sarapan dulu."
Raymond meletakkan hairdryer di atas meja rias dan kemudian mengecup keningku sebelum akhirnya keluar dari kamar dan meninggalkanku sendiri.
Karena aku tidak akan kemana-mana hari ini, jadi aku putuskan untuk menggunakan oversized sweater berwarna hitam dan sweatpants dengan warna yang sama. Walaupun menggunakan oversized sweater, perutku yang membuncit ini sama sekali tidak dapat di tutupi.
Setelah selesai mengenakan pakaianku, aku meraih ponselku dan kumasukkan ke saku sweatpantsku. Akupun langsung bergegas keluar kamar dan berjalan menuju dapur untuk menikmati sarapanku.
Namun, ketika aku sampai di dapur, aku kira aku akan langsung sarapan, tapi ternyata Raymond masih baru akan membuatkan sarapannya. Akupun berjalan mendekati Raymond. Aku menghela nafas sambil memeluk tubuh Raymond yang kini sedang sibuk bersiap-siap.
"Raymond, kamu masak apa pagi ini?"
"Kamu mau waffle, pancake, omelette, atau scrambled egg pakai roti dan bacon?"
"Mau semuanya." Ujarku sambil sedikit tertawa.
Raymond membalikkan badan dan menciumku, "Aku masak dulu, kamu tunggu di meja makan ya."
"Tapi mau lihat kamu masak." Rengekku sambil mempererat pelukanku.
"Kalau cuma lihat, lebih baik tidak usah." Ujarnya sambil sedikit kesal.
Aku tahu Raymond hanya berpura-pura sedang kesal.
"Aku bantu masak juga." Tegasku dan kemudian melepaskan pelukanku.
Raymond dengan cepat menoleh ke arahku, "Aku cuma bercanda, jangan diambil hati."
"Pfftt.. Aku tahu. Tapi bolehkan aku ikut masak juga? It's been forever, you know."
Aku dan Raymond akhirnya memasak sarapan bersama-sama. Sejak aku hidup sendiri, aku selalu memasak makananku sendiri. Tapi, ada waktunya dimana aku tidak punya waktu untuk memasak dan terpaksa untuk membeli ataupun menggunakan jasa delivery. But, I prefer homemade foods the most!
Setelah sarapan, seperti biasa, aku mebereskan meja makan sedangkan Raymond mencuci piring-piring kotor. Rutinitas pagi ini tidak berubah sama sekali, yang berubah hanyalah status. Yang tadinya hanyalah teman yang bernaung di satu atap, sekarang menjadi pasangan yang hidup di satu atap.
Ting.. Tong
Siapa yang berkunjung sepagi ini. Aku melirik jam yang tergantung diatas televisi di ruang keluarga. Masih jam tujuh pagi. Tukang bersih-bersih biasanya datang jam tujuh tiga puluh. Namun, setelah ku ingat-ingat hari ini juga bukan jadwalnya mereka datang.
Aku melirik ke arah Raymond. Dia masih sibuk dengan cucian piring kotornya. Apa aku saja yang buka ya? Namun, entah kenapa perasaanku tidak enak.
Ting.. Tong..
Suara bel kembali berbunyi. Raymond kemudian menghentikan gerakannya dan langsung mengeringkan kedua tangannya.
"Aku saja yang buka." Ujarnya setelah mendaratkan sebuah ciuman di bibirku. Raymond pergi berlalu meninggalkanku sendiri di dapur.
Aku kembali membersihkan meja makan. Membetulkan letak kursi-kursi dan mengelap meja hingga bersih.
Tak butuh waktu lama, akhirnya meja makan sudah bersih. Bahkan mungkin jika semut yang lewat akan terpeleset dan terjatuh dari meja makan. Aku merasa bangga atas kerja kerasku.
Tapi kenapa Raymond belum kembali ya? Apa ada tamu penting? Aku mulai penasaran dengan siapa yang membunyikan bel sepagi ini. Akan tetapi, aku mengurungkan niatku. Aku justru berbalik ke arah kitchen sink dan mulai mencuci perabotan yang belum selesai dicuci oleh Raymond.
Setelah mencuci piring, Raymond belum juga kembali ke dapur. Jika memang ada tamu pasti akan terdengar suara orang mengobrol di ruang tamu. Tapi aku tidak mendengar apapun dari sana. Aku memutuskan untuk menghampiri Raymond.
Ketika aku sampai di ruang tamu, aku tidak melihat siapa-siapa, hanya saja pintu memang sedikit terbuka. Samar-sama aku bisa mendengar suara-suara seperti orang yang sedang mengobrol.
Aku memutuskan untuk mendekati pintu, membukanya dan melongokkan kepalaku untuk melihat siapa yang sedang berbicara di luar.
Tepat di depan mataku kini aku melihat Raymond sedang mengelus kepala seseorang yang dilihat dari perawakannya sepertinya adalah seorang omega. Bahkan dengan sekali lihat saja aku bisa tahu karena keadaannya sama sepertiku, berperut buncit.
Raymond yang sepertinya menyadari keberadaanku, membalikkan badanya. Padangan kami bertemu. Terlihat sekali kehadiranku ini mengejutkan Raymond. Aku bisa melihat jelas keterkejutan itu dari wajahnya.
Akupun tersenyum, "Coba diajak masuk dulu tamunya, Ray."
Thanks buat yang udah nungguin saya posting lagi. I love you all. Sehat selalu ya semuanya.