"Duduk dulu."
Itulah yang dikatakan oleh pria itu begitu membawa Honey di sebuah bangku yang berada di belakang kelab. Tepatnya di sebuah taman kecil yang tersedia di tempat itu.
"Minum dulu."
Tak lama terdengar lagi suaranya. Dengan sangat sabar dan berhati-hati menyelipkan sebuah botol di antara jemari Honey. Ia bahkan dengan baik hati mengarahkan sedotan langsung ke bibir Honey.
Perlahan Honey mulai dapat merasa lebih baikan. Kepalanya mulai terasa lebih ringan. Pandangan matanya juga mulai lebih terang. Membuatnya dapat melihat wajah orang asing yang telah menolongnya ini.
"Sudah merasa lebih baik?"
Orang asing itu kembali bertanya dengan wajah khawatir. Memandang Honey dengan cukup serius.
'Waaah… tampan sekali."
Honey nyaris memukul kepalanya sendiri karena pikiran bodohnya itu. Dengan cepat dia sedikit memundurkan tubuhnya yang terlalu rapat untuk batas dua orang yang baru saja bertemu. Pemuda itu hanya tersenyum kecil. Ia menggeser posisinya dari berlutut di hadapan Honey, untuk dapat duduk bersebelahan.
"Aku merasa lebih baik. Terima kasih," ucapnya Honey sedikit kikuk.
"Yakin? Atau apa tak sebaiknya kita periksa dulu ke dokter?"
"T-Tak usah. Aku sudah baik-baik aja."
Pemuda itu mengangguk dengan senyuman puas. Akhirnya bisa meluruskan duduknya sendiri.
"Di dalam terlalu ramai. Tak heran kamu jadi pusing," kata pemuda itu sambil menatap lurus ke depannya. Meneguk air dari botol mineral lain yang dipegangnya.
"Sepertinya begitu," gumam Honey pelan.
Untuk pertama kali dia dapat melihat ke sekitar. Ternyata pemuda asing itu membawanya ke sebuah mini garden di belakang kelab. Beruntung karena tidak ada orang lain yang berada di sini sehingga akhirnya dia dapat bernapas dengan lebih leluasa.
"Tadi aku kira kau begitu karena terlalu mabuk. Jalanmu sempoyongan dan menabrak banyak orang. Tapi setelah kulihat-lihat sepertinya tidak begitu. Dalam prediksiku, kau mungkin terkena dehidrasi sehingga hal itu memperburuk anemia yang kau derita."
Bingung adalah reaksi pertama Honey. Bisa dikatakan kalau dia cukup takjub mendengar ucapan itu keluar dari mulut lelaki itu. Ini perasaannya saja atau memang cowok ini terlihat sangat keren begitu mengatakannya? Penuh keyakinan. Seakan sangat mengetahui apa yang barusan dikatakannya. Seperti seorang dokter saja.
"Oh iya, aku belum sempat ngenalin diri, kan? Namaku Justin. Aku mengambil jurusan kedokteran dan udah di semester kelima," kata pemuda itu sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak bersalaman. Seakan membaca pikiran Honey barusan.
'Wow, jadi dia benar-benar seorang calon dokter?'
"A-Aku Honey. Jurusan manajemen bisnis semester tiga," tanggap Honey cepat sambil membalas jabatan itu. Kedua orang itu lantas saling tersenyum satu sama lain sebelum melepaskan tangan mereka yang bertautan. "Tapi… kenapa kamu ada di sini? Maksudku… bukankah ini acara khusus anak manajemen bisnis tahun kedua?"
"Aku dan yang berulang tahun kebetulan saling mengenal. Aku berteman dengan kakaknya, sehingga itu sebabnya aku berada di sini."
"Oh begitu…."
"Salam kenal ya, Honey. Mari berteman," kata pemuda itu.
"Ya. Salam kenal juga, Justin."
***
Alasan kenapa Night tidak dapat mendengar isi hati Honey adalah karena dirinya sedang sibuk. Di sebuah sudut kota Shanghai, sang vampir kembali menarik seorang gadis perawan ke tempat yang sepi. Bukannya untuk melakukan hal-hal berbau dewasa dengannya, melainkan untuk menghisap darahnya sampai kering.
Hingga setelah mendapatkan keinginannya, manusia malang itupun dibiarkan tergeletak begitu saja di tanah yang kotor.
"Pada akhirnya aku tetap harus menghisap darah manusia dulu. Aku mulai lapar lagi, sementara aku belum juga menemukan jawaban dari vampir yang kutemui kemarin." Night memandang datar anak manusia malang itu. "Maaf karena akhirnya merugikanmu," ucapnya setengah hati.
Lantas dalam sekejap mahluk itu kembali menghilang. Kali ini berpindah cepat menuju ruang tamu milik Honey. Yang mana masih saja sepi tanpa kehadiran tuannya.
"Dia lama sekali. Sepertinya dia benar-benar bersenang-senang. Biarlah, dia mungkin telah kelelahan karena kehadiranku. Itu sebabnya aku sengaja memutus kontak batin dengannya dulu agar dia bisa lebih leluasa."
Night mendudukkan diri di sofa. Menyandarkan tubuh yang begitu lelah ini.
"Argh, mulutku bau darah. Sangat menjijikkan."
Dalam satu jentikan, sebuah masker berada di tangannya. Night memasangkan itu ke wajahnya.
"Omong-omong… aku masih merasa lapar. Tubuhku juga begitu lelah. Kini terbukti kalau memang darah manusia bukan lagi sumber energi untuk vampir di zaman sekarang."
Akhirnya merasa lelah. Night memutuskan untuk menutup mata. Mengistirahatkan tubuhnya, serta menunggu kepulangan Honey dengan setia.
***
Honey juga tak tahu kenapa. Tapi dirinya benar-benar nyaman dengan Justin. Walaupun mereka baru saja bertemu, tapi pemuda itu sangat pintar mengambil hatinya. Ia lucu, pintar, lalu pembicaraan mereka juga sangat menyambung.
"Sekarang sudah lewat tengah malam. Sepertinya aku harus kembali ke dalam, lalu mengajak teman-temanku yang lain buat pulang," kata Honey setelah mereka cukup lama berbicara.
"Memangnya kau itu Cinderella? Sehingga harus pulang di tengah malam segala? Lagipula bukankah ini masih terlalu cepat untuk pulang. Karena biasanya… justru sudah lewat tengah malamlah mereka baru menggila," kata Justin.
Sebenarnya memang begitu. Tapi mau bagaimana lagi? Dia harus segera pulang sebelum Night menyusulnya ke mari. Bisa gawat dan tambah rumit nantinya, bukan?
"Hm… tapi aku harus pulang. Ada yang menungguku di rumah."
Justin tampak begitu tertarik. "Siapa? Hm… maksudnya kau masih tinggal dengan orang tuamu, begitu?"
Honey tergagap karena salah bicara. Apa yang dia lakukan? Bisa-bisanya bilang begitu. Yang ada orang akan merasa penasaran, bukan? Apalagi bagi mereka yang tahu kalau selama ini dirinya tinggal sendiri di sebuah kontrakan kecil.
"S-Seekor kucing maksudku. Kucing." Honey terkekeh kaku pada Justin. "Aku sudah meninggalkannya seharian. Aku takut stok makanan yang kusediakan sudah habis, atau dia mengobrak-abrik tempat itu. Jadi aku harus segera pulang."
"Oh gitu…." Justin mengangguk sambil tersenyum lebar. "Mau kuantar?"
"H-Huh? Nggak perlu. A-Aku nggak mau merepotkan!"
"Nggak merepotkan. Aku malah senang kalau membantu."
Sebenarnya kalau boleh jujur Honey hanya merasa was-was. Walaupun sekarang mereka lumayan akrab dan tadi dia bilang mulai nyaman pada Justin, tapi tetap saja kan mereka tidak saling mengenal. Tidak mungkin rasanya Honey bersedia diantar pulang olehnya? Apalagi malam-malam seperti ini. Bahaya.
"Kenapa? Kau takut aku akan berbuat macam-macam?"
Honey tergagap. Tak bisa menolak atau menggeleng. Karena memang dia paling tak bisa bohong.
"Oke deh. Kalau begitu hati-hati di jalan ya. Oh ya, karena kita sekampus mungkin kita akan sering bertemu. Kau tidak akan keberatan kan kalau nanti aku menyapa atau 'say hi' padamu?" tanya Justin dengan senyuman yang sangat ramah.
"T-Tentu saja nggak papa. Aku berharap kita bisa berteman."
Pada akhirnya mereka saling berpisah di sana. Honey harus menemui teman-temannya lagi untuk mengajak mereka pulang, sementara Justin bilang ia akan kembali ke rombongannya juga. Namun mereka memiliki kesan yang baik terhadap satu sama lain.
***
Jangan lupa berikan kesan dan pesanmu mengenai cerita ya. Terima kasih.
Mau berkenalan? Kunjungi IG: @poetrieandiena