Entah apa yang sedang ada dalam benak kak Riki saat ini. Yang jelas sejak semalam aku menolak gagasan tinggal di rumah papa dan malah menangis dia jadi sering menatapku tajam. Tahu kok, aku cukup mengetahuinya bahwa itu adalah bentuk pemberontakan tak kasat mata saja.
Suamiku tak berani membujuk lebih hingga dia berakhir dengan begini. Hihi, bukankah dia begitu menggemaskan saat ini?
"Nggak berangkat?" tanyaku yang melihatnya masih berleha-leha di sofa ruang tamu kami.
Er ini bukannya aku menyuruhnya untuk bekerja tiada henti ya. Aku murni bertanya mengapa kak Riki yang sudah selesai sarapan sejak tadi namun mandi saja dia enggan. Jika ucapannya semalam benar jangan bilang kalau saat ini kak Pras dijadikan tumbal olehnya.
Membayangkan kak Pras menggerutu dan mengumpat sambil menyebutkan namaku, maka aku pun meringis. Coffe shop memang biasanya bukan di jam sepuluh pagi. Namun kak Riki bersaudara (maksudku dengan lima temannya) selalu saja berangkat lebih awal.