Hari ini Rindi sudah mulai kuliah lagi. Setelah membereskan isi tas yang akan dia bawa. Rindi keluar untuk sarapan bersama Stefano. Dia melihat suaminya sudah duduk di kursi meja makan, seperti biasa laki-laki dingin itu selalu menunggu Rindi untuk makan bersama.
"Maaf ya lama," ucap Rindi menjatuhkan dirinya di kursi di hadapan Stefano.
"Kenapa selalu memilih duduk di depanku, Rin? Bukankah kursi di sampingku ini sudah Aku tarik supaya Kamu bisa duduk di sini," ujar Stefano sambil menunjuk kursi di samping Stefano.
Rindi diam saja dan hanya menatap Stefano. Dia dengan masih sangat jelas mengingat perkataan Hyu Jin. Posisi nya di rumah ini tidak lebih hanya menumpang, Rindi tidak mau nantinya dia terlalu jauh melangkah. Saat ini saja Rindi sudah sangat teralu jauh masuk di kehidupan Stefano.
"Ada yang lebih layak duduk di sampingmu itu, Chan," jawab Rindi kemudian.
Stefano terdiam dan memandang Rindi dengan ekspresi tidak percaya. Fano tidak pernah mengira kalau istrinya akan berkata seperti itu.
"Ayo sarapan! sini piringmu, Aku ambilkan nasi gorengnya," ucap Rindi kemudian mengambil piring Stefano dan meletakkan secentong nasi goreng di piring suaminya itu. Stefano sendiri hanya diam saja memandang Rindi yang wajahnya jelas terlihat sedang sedih.
***
Nana berlarian mencari keberadaan Rindi saat ini. Nana baru saja membaca artikel yang tidak bagus. Dari isinya, Rindi banyak tersudutkan dalam artikel itu. Rindi di duga memaksakan kehendaknya supaya Stefano mengikuti keyakinanya. Nana jelas tidak mempercayai itu, Rindi bisa menghentikan artikel ini dengan bantuan Stefano.
Di lain tempat Rindi yang lagi-lagi mendapat perlakuan buruk dari beberapa teman di kampusnya menghela napas sambil membersihkan tasnya yang sengaja di siram air tadi. Rindi duduk berjongkok sambil membersihkan sisa-sisa air di tasnya. Namun tiba-tiba tubuh Rindi di dorong begitu saja oleh gadis cantik waktu itu. Rindi meringis kesakitan karena terjerembab jatuh, Rindi berusaha berdiri dan memandang gadis itu. Rindi kemudian menghela napas pendek.
"Aku bisa melaporkan semua yang kalian lakukan ini. Jadi Aku mohon jangan di lanjutkan, sebelum Aku benar-benar melaporkan kalian," ujar Rindi pelan tapi sedikit tegas.
Gadis cantik yang mendorong Rindi itu tersenyum menyeringai, dia berjalan menghampiri Rindi kemudian menceegkeram lengan Rindi dengan keras.
"Aw,,," pekik Rindi kesakitan.
"Jangan karena Kau istri seorang Stefano Chan, Kau bisa berkata seenaknya seperti itu. Sadar diri, Kau di sini pendatang. Bisa-bisanya Kau memaksa Oppa untuk mengikuti semua perkataanmu dan bahkan mengikuti keyakinanmu. Kau itu tidak lebih dari benalu dan penyebab segala skandal yang Stefano Oppa dapatkan,."
Gadis itu kemudian menampar Rindi cukup keras sampai Rindi jatuh lagi ke lantai.
"Lakukan apa yang Aku suruh," ujar gadis itu pada beberapa temannya yang ada di belakang mereka. Dengan patuh ketiga perempuan lain sekarang dengan membabi buta memukul Rindi yang bahkan hanya bisa berteriak meminta tolong.
Victor mondar mandir sambil menelphone Stefano. Sedari tadi Stefano tidak mengangkat panggilannya. Victor mengerang kesal kemudian akan melempar ponselnya, beruntung tangannya langsung di tangkap oleh Nana.
""Gangsanim, percuma kalau ponselnya Kau lempar. Stefano Oppa justru semakin tidak tahu kondisi istrinya," ucap Nana mencoba meredakan emosi Victor.
"Lagi pula, sayang kalau harus di lempar nanti rusak. Ponsel sekarang mahal-mahal," sambung Nana lagi sambil mengambil alih ponsel Victor.
Di situasi seperti ini bisa-bisanya Nana masih membuat Victor tertawa karena lelucon yang di lempar Nana secara natural. Suara dokter yang keluar dari ruang IGD membuat keduanya berhenti berinteraksi.
Setelah mendengar Rindi sudah bangun, Victor dan Nana langsung masuk dan menghampiri Rindi yang duduk bersandar. Wajahnya pucat, dan luka memar ada di wajah dan sekujur tubuhnya. Itu semua sudah pasti sakit, tapi Rindi sedikitpun tidak meneteskan air mata. Apa yang sebenarnya sekarang ada di pikiran Rindi. Victor menghela napas dan tidak berpikir dua kali dia langsung memeluk Rindi begitu saja.
"Maaf Aku memelukmu, tapi Aku tahu Kau sekarang hanya butuh pelukan tanpa di tanya perasaanmu seperti apa," ucap Victor memahami perasaan Rindi.
Pecah juga pertahanan Rindi, sekuat tenaga dia untuk tidak menangis. Tapi Rindi tidak sekuat itu ternyata, bukan hanya sakit di badan. Hatinya pun begitu sakit, dia juga memikirkan nasip Stefano sekarang. Kalau sampai benar Rindi sumber dari segala hal buruk yang Stefano dapat, Rindi harus berbuat apa. Rindi memeluk pinggang Victor erat dan menumpahkan tangisnya yang sudah dia tahan begitu lama, Nana sendiri ikut menangis melihat sahabatnya itu menangis. Luka-luka yang Rindi dapat pasti sangat sakit.
***
Victor meletakkan Rindi di ranjang pelan. Meskipun merasa heran kenapa Rindi tidur di kamar tamu bukan di kamar Stefano. Victor tidak banyak tanya, Rindi menyandar di sandaran ranjang lalu membenarkan letak selimutnya.
"Terima kasih, Vic. Maaf Aku merepotkanmu," ucap Rindi tidak enak.
Victor tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya pelan. Victor duduk di tepi ranjang kemudian memandang ke sekeliling ruangan. Keningnya sedari tadi menampilkan tangga yang cukup banyak. Victor menyadari kalau kamar ini selalu di tempati kemudian memandang Rindi.
"Kalian tidak tidur sekamar?" Tanya Victor to the point.
Rindi memandang Victor kemudian menggelengkan kepalanya pelan. Rindi menghela napas kemudian menangkap tangan Victor.
"Jangan pernah katakan pada siapa-siapa apa yang Kamu lihat sekarang. Aku mohon, jangan menambah masalah di hidup, Chan. Dia sudah cukup mendapat hal buruk karena Aku, Vic."
Rindi benar-benar berbicara dengan nada putus asa pada Victor. Yang ada di pikirannya sekarang bukan dirinya, tapi Stefano. Rindi takut semuanya akan berimbas buruk pada Stefano nantinya.
Victor memandang Rindi tidak percaya. Dalam kondisinya yang sedang seperti ini, bisa-bisanya Rindi masih memikirkan Stefano. Padahal di sini yang lebih banyak di rugikan itu Rindi. Meski begitu Victor tetap menganggukkan kepalanya mengiyakan permintaan Rindi.
"Aku akan pura-pura tidak tahu dengan apa yang Aku lihat. Aku juga tidak akan bertanya tentang apa yang ada di pikiranku sekarang. Kau istirahatlah!" Tegas Victor kemudian.
Rindi mengangguk patuh, kemudian Rindi merebahkan tubuhnya yang serasa remuk. Rindi sedikit meringis kemudian sudah mulai akan memejamkan mata. Tapi kemudian dia teringat pada Stefano.
"Vic, Chan kemana? Dia belum pulang?" Tanya Rindi sembari membuka matanya lagi.
Victor tersenyum kemudian membetulkan letak selimut Rindi.
"Stefano Hyung, masih ada meeting dengan beberapa investor agensi. Tadi Aku sudah kabari Jipyong, kalau Dia sudah tahu kondisimu pasti Dia segera pulang. Istirahatlah jangan memikirkan orang lain dulu, ok!" Sahut Victor menjelaskan pada Rindi.
Kepala gadis penurut itu kembali mengangguk. Rindi memejamkan matanya lagi, dan Victor pergi keluar setelah memastikan Rindi sudah benar-benar tidur.
Victor merebahkan dirinya di sofa, baru saja dia mengantar pulang Nana yang menyempatkan diri memasakkan Rindi bubur. Victor sengaja tidak pulang ke rumahnya karena menunggu Stefano pulang. Kenapa suami Rindi itu sampai selarut ini belum juga pulang. Tidak mungkin kan rapat sampai selarut ini. Victor merogoh saku celananya dan mencoba menghubungi Stefano lagi. Tapi nihil tidak ada jawaban.
"Kemana sebenarnya Kau ini, Hyung. Apa Kau tidak khawatir dengan kondisi istrimu," gumam Victor menghela napas berat.
***
Rindi membuka mata pelan, Dia mendengar alarm ponselnya berbunyi. Rindi melenguh pelan, Dia masih merasakan seluruh badannya sakit. Tapi Rindi harus tetap bangun pagi, Rindi terkejut saat melihat seseorang tidur di lantai sambil menggenggam tangannya.
"Chan," panggil Rindi pelan.
Stefano langsung terbangun terkejut mendengar suara Rindi. Dengan reflek Stefano bangun dari posisinya.
"Kenapa, Rin? Ada yang Kamu butuhkan?" Tanya Stefano sedikit panik.
Rindi tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya. Rindi memegang lengan Stefano pelan.
"Kamu semalaman tidur di lantai? Kenapa tidak tidur di kamar Kamu saja? Badanmu sekarang pasti tidak nyaman, pergi sholat dulu lalu lanjutkan tidurmu, Chan," ucap Rindi pelan.
Stefano menggelengkan kepalanya kemudian duduk di tepi ranjang. Dia memandang Rindi dan melihat kembali seluruh luka memar dan lecet di badan istrinya itu. Stefano menghela napas kemudian menggenggam tangan Rindi.
"Maafkan Aku, Rin. Kamu jadi banyak menderita karena Aku," ujar Stefano.
Rindi diam saja dan memandang wajah Stefano yang terlihat sangat sedih. Rindi tersenyum lalu mengusap lengan suaminya lembut.
"Kamu tidak salah apa-apa, kenapa harus minta maaf," sahut Rindi menanggapi perkataan Stefano kemudian.
Stefano terdiam mendengar jawaban Rindi. Dia tidak habis pikir dengan Rindi. Kenapa istrinya itu begitu sabar dan sama sekali tidak pernah marah pada dirinya. Stefano membelai surai Rindi pelan, lalu tersenyum.
"Baiklah kalau begitu. Kamu bisa sholat? Mau sholat bersama?" Ajak Stefano.
Rindi tersenyum sumringah, kepalanya mengangguk mengiyakan dengan antusias. Stefano juga ikut tersenyum melihat Rindi tersenyum sumringah seperti itu.
***