Download App
4.85% Black Dark / Chapter 18: Aisha Pergi

Chapter 18: Aisha Pergi

Seorang gadis berseragam SMA berjalan seorang diri melewati jalan setapak. Ia menerima sebuah panggilan.

"Ah ... manis sekali~ Aku suka jika kau menurut seperti ini, Arjun."

"...."

"Kenapa? Kau coba mengancamku? Cih! Kau tahu 'kan apa yang bisa kuperbuat lebih dari yang kau kira."

"...."

"Kau cukup menuruti saja perintahku, dan semuanya akan baik-baik saja."

Ia terlalu fokus pada ponselnya, hingga ia tak menyadari ada sesosok makhluk yang mengawasinya dari tadi. Di sana. Di sudut gelap depan gerbang bangunan tua.

Sosok itu semakin mendekat, dan

Prakkk!!

Ia memukul kepala gadis SMA tadi menggunakan linggis hingga darah muncrat hingga ke wajahnya.

Ada senyum samar di balik masker hitamnnya. Matanya berkilap tajam.

Ia menggeret kaki gadis tadi. Membawanya ke semak-semak dan mulai melakukan aksinya, menghukum para pendosa. Hanya bermodalkan cutter ia menyayat dalam dada kiri korban. Memaksa jantung yang masih berdetak itu keluar dari tempatnya menggunakan tangan kosong.

"Mulai sekarang, aku akan menghukum para kriminal seperti kau! Aku akan menegakkan kebenaran!"

***

Semua mungkin pernah melakukan kesalahan. Namun, tinggal bagaimana kita mampu atau tidaknya memaafkan kesalahan orang lain tersebut. Jangan pernah menyesali satu keputusan yang kau buat hanya karena egomu.

"Arjun, apa kau akan menghindariku lagi setelah ini?" ucap Dini sang primadona, sedih. Rasanya tak ada yang memahami perasaannya di dunia ini. Ia tak punya siapa-siapa lagi.

Arjun menangkup sebelah tangannya ke pipi Dini, sedang tangan yang lain membelai lembut rambut panjang Dini.

"Aku sudah mendengar kisah hidupmu dari Bang Bayu. Aku ingin sekali membantumu, tapi aku tak sanggup jika harus melawan Paman Rhei, tunanganmu itu." Arjun memasang wajah sedih. Sebenarnya, itu hanya alasan saja untuk menghindar dari sang primadona.

"Kau tak perlu melakukan apapun, Arjun. Cukup berada di sisiku, dan ini sudah lebih dari cukup."

"Kalau begitu, kau harus percaya padaku. Aku tak akan pernah meninggalkanmu. Jangan pernah merasa sendiri. Jangan menutup diri dari orang lain. Kembalilah menjadi Dini yang ceria seperti saat itu. Dini sang primadona sekolah kita."

Dini tersenyum lega usai mendengar ucapan Arjuna. Rasanya, dalam 3 bulan terakhir ini, ia benar-benar bisa tersenyum tulus. Ia tak perlu terlihat tegar di depan Arjuna.

"Oh iya, kau berhutang penjelasan kenapa kau menghindariku saat aku terpuruk, Arjun? Bisa kau jelaskan sekarang?"

"Itu karena aku terlalu pengecut. Alih-alih melindungimu, aku malah menyakitimu. Si sialan Aisha itu telah menjebakku. Ia merekam video yang seolah-olah aku melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Dia mengancam akan menyebarkan video itu jika aku tak mau menjadi kekasihmu, dan ia juga mengancam akan menghancurkan hidupmu.

"Di saat Ibu Sri menaruh harapan besar terhadapku, aku tak ingin kepercayaan dia hancur begitu saja. Aisha anak dewan parlemen, ia bisa saja mengadu pada orang tuanya agar aku dikeluarkan dari sekolah. Dan aku yang pengecut ini pada akhirnya menuruti semua perintahnya. Kesialannya berakhir saat Aisha ditemukan tewas mengenaskan. Tubuhnya mengambang di sungai sebulan yang lalu dengan mulut robek hingga ke telinga. Aku memang sedikit bernapas lega, tapi aku juga berbela sungkawa atas kematiannya."

Dini menutup mulutnya, seolah tak percaya akan cerita Arjuna baru saja. Meski ia sedikit dendam atas kejadian masa lalu, tapi ia tak menyangka perempuan itu akan berakhir tragis.

"Kau tahu, Dini?"

"Apa?"

"Selama ini aku selalu mengawasimu. Saat kamu diteror oleh rentenir-rentenir itu juga aku tahu. Yang aku bisa hanya berdoa agar orang-orang seperti mereka enyah saja dari dunia ini. Dan kau tahu, Dini?"

"Tentang apa?"

"Setelah aku berucap seperti itu, ketiga rentenir yang menerormu ditemukan tewas di terowongan dekat sekolah kita sebulan kemudian. Tangan mereka hilang sebelah. Diperkirakan mereka tewas karena kehabisan darah."

"Tu-tunggu!" sela Dini, "Tapi apa maksudmu menceritakan ini semua, heh? Kau mencurigaiku?"

"Haiish! Bukan seperti itu, Dini. Sepertinya, aku berbakat dalam hal mengutuk orang jahat, hahaha" ucap Arjun, disertai tawa.

Dini yang melihat sikap aneh teman dekatnya itu langsung memukul Arjuna dengan kamus tebal.

"Arjuna?"

"Apa?" jawab Arjuna, disela-sela tawanya.

"Kau pernah dengar jika ada yang menertawakan kematian seseorang, akan tertimpa sial seumur hidup?"

"A-apa?!"

Dan kini giliran Dini yang menertawakan ke-paranoid-an Arjuna itu.

Padahal, itu hanya dibuat-buat oleh Arjuna.

Bersambung ....


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login