"Kenapa kau diam saja? berdirilah, aku lihat dari raut wajahmu kau ingin sekali memukulku. Jadi kemari dan pukul aku sepuas hatimu."
Ucapan lelaki brengsek itu membuat Camelia terdiam, dia ingin sekali berdiri namun begitu sulit karena kedua kaki mungil itu terasa sangat lemas tak bertenaga. Hanya tatapan mata yang bisa menjelaskan semuanya, bahkan dia sangat membenci Rey dengan segenap jiwa dan raganya.
Suasana pesta semakin meriah, bahkan orang-orang mabuk terlihat semakin banyak dan lepas kontrol. Rey masih berdiri disana, memandangi wajah sang calon istri dengan senyuman yang puas, dia sesekali mendorong tubuh Camelia agar menari di tengah lantai dansa itu. Bukankah bagus jika dia sedikit menghibur dirinya malam ini? iya pikiran lelaki ini memang sangat gila.
"Aku ingin ke kamarku, astaga tapi rasanya pusing sekali." gumam Camelia pada dirinya sendiri.
Gadis ini mencoba bangkit dengan susah payah, dan melirik ke arah pintu keluar. Namun Camelia kembali terjatuh, bahkan sekarang dia pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa. Semua orang yang ada disana melirik ke arahnya dengan tatapan sinis mereka, karena tidak ingin dipermalukan oleh gadis ini Rey pun menarik lengannya.
Dia menolongku? batin Camelia berharap.
Seperti sebuah mimpi di siang bolong, ketika Rey menarik dan membopong tubuh mungil itu dengan lembut karena para teman-teman serta tamu yang dia undang menatap gadis itu dengan kasihan. Mereka mungkin tahu siapa Camelia sekarang, dan tentu saja hal itu tidak boleh sampai menjadi perbincangan hangat dikalangan teman-teman Rey sendiri. Jika lelaki yang mengakui jika Camelia adalah calon istrinya, namun tidak mau membantu sedikit pun gadis itu ketika jatuh. Beberapa dari mereka mungkin bisa saja melapor kepada sang ibu tentang semua perlakuan Rey.
"Kalian nikmatilah pestanya sampai selesai, karena aku punya sedikit urusan." ucap lelaki itu sembari melambaikan tangannya.
Semua teman-teman yang hadir tersenyum melihat tingkah Rey yang begitu manis memperhatikan Camelia, padahal pada kenyataannya lelaki itu sedang menahan perasaan jijik karena menyentuh dan memanjakan gadis pembawa masalah itu.
Sedikit demi sedikit mereka sampai dikamar mewah yang biasa Rey gunakan untuk mengurung gadis ini, dia menyeretnya bagaikan binatang kemudian mendorong Camelia ke lantai. Gadis itu tersungkur bahkan tidak berdaya tanpa bantuan siapapun, sementara Rey terus menatapnya dengan tajam.
"Kau ini merepotkan sekali, dengar! jangan berperilaku manja hanya karena kau adalah calon istriku. Jika tidak bisa minum, jangan memaksakan diri." ucap lelaki itu.
Camelia menatap tajam, dia tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan lelaki itu kepadanya. "Heh tunggu! bukankah kau yang memaksaku untuk minum?! sudah aku katakan jika aku ini tidak pernah meneguk sedikit pun alkohol didalam hidupku. Jadi tolong, bantu aku untuk berdiri Rey." pinta gadis itu memohon.
Rey berdecik kesal, apa untungnya membantu gadis ini? lagi pula dia tidak akan mendapatkan apapun kecuali perasaan repot. Tanpa berfikir panjang lagi, lelaki itu segera meninggalkan Camelia disana dan kembali menikmati pesta yang harusnya memang dia nikmati. Namun baru saja dia mengunci pintu, gadis itu terus berteriak kencang dan meminta Rey untuk menolongnya. Karena merasa kesal dengan teriakan itu dia membuka pintu dan langsung menyeret Camelia ke atas ranjang, bahkan melemparnya sepeti binatang.
Gadis itu tertawa kecil, apalagi ketika Rey masih berdiri disana sembari memandanginya dengan tatapan yang dingin. "Kenapa kau masih disana? wajahmu itu semakin menyebalkan jika sedang kesal."
"Kau sudah begitu mabuk, berani sekali berkata seperti itu kepadaku. Dasar mulut sialan!" umpat Rey kesal.
Lagi-lagi Camelia kembali tertawa, entah apa yang sangat lucu menurutnya yang jelas tiba-tiba saja suara tawa itu berubah menjadi tangisan. Dia menutupi wajahnya sembari terus berbicara tidak jelas, bahkan sampai membuat kepala lelaki ini pusing. Dia tidak pernah perduli dengan apapun yang terjadi dengan Camelia, hanya saja jika terus merengek dan menangis seperti ini semua orang akan terganggu termasuk dirinya.
"Rey.. kenapa ibuku jahat Rey? kenapa dia hanya menuntut apa yang dia inginkan kepadaku? kenapa dia lebih menyayangi kak Johnny dari pada aku putri bungsunya. Dosa apa yang sudah aku perbuat Rey? katakan!!"
Lelaki itu menatap dingin, dia tidak terlalu menggubris apa yang dibicarakan Camelia. Bagi Rey semua orang yang ada di dunia ini pantas untuk merasakan penderitaan, jadi kepada dia harus mengeluh? hal seperti itu tidak pernah ada gunanya. Dan malah membuat situasi semakin rumit saja.
"Dengar, aku tidak perduli sedikit pun dengan apa yang terjadi dengan hidupmu atau pun keluargamu itu. Yang jelas setelah hari ini berkahir aku tidak ingin ada tangisan atau bahkan rengekan dari mulutmu lagi Camelia, karena jika kau sudah syah menjadi istri kontrakku. Maka kau harus berperilaku dan hidup dengan semua aturan yang harus kau patuhi setiap saatnya! aku tidak ingin kau banyak bertingkah apalagi sampai merepotkan diriku. Dan jangan harap kau juga akan diperlakukan seperti seorang istri sungguhan, karena seperti yang kau tahu jika hubungan kita hanyalah sebatas pernikahan kontrak. Yang akan berakhir jika aku sudah tidak membutuhkan dirimu lagi." ucap lelaki itu rinci.
Camelia tidak mengatakan apapun, dia hanya terus menatap wajah Rey dengan air mata yang masih membasahi kedua pipi cantiknya. Jika hari besok dan kedepannya dia tidak bisa mengekspresikan bagaimana perasaannya nanti, lalu untuk apa dia hidup? semua akan terasa sia-sia saja. Detik demi detiknya akan terasa semakin menderita, dan Camelia pun sudah sangat lelah dengan semua ini.
Gadis itu memegang erat lengan si lelaki bertubuh kekar itu, kemudian menatapnya dengan tajam. "Jika kau tidak ingin terus aku repotkan lagi, kenapa kau tidak bunuh saja aku? karena dengan begitu semua masalah kita akan selesai."
Lelaki itu tersenyum kecil. "Bunuh katamu? itu terlalu mudah, dan aku tidak menyukainya. Kau pikir hutang ibumu bisa selesai begitu saja ketika kau mati? tentu tidak Camelia. Itu tidak akan berarti apa-apa!" bentak Rey sembari melepaskan genggaman Camelia.
Camelia menutup kedua matanya, dia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali diam. Jika untuk mati saja terasa begitu sulit, bagaimana dengan hidup? apakah dia mampu melewati hari setelah malam ini.
Semua orang boleh merasa iri karena hanya Camelia yang berhasil menikah dengan lelaki tampan, kaya dan sukses ini. Namun apakah bisa semua itu dia pamerkan? karena pada kenyataannya dia hanya dijadikan sebagai alat untuk menipu ibunya sendiri. Dan hidup Camelia, hanya akan dijadikan sebagai beban yang setiap detiknya akan membuat lelaki bernama Rey itu repot.
"Ya Tuhan! apa aku tidak bisa mati dengan cepat? rasanya semua hidup ini terasa semakin sulit hikss..."
Detik demi detik berganti dengan cepat, rasanya baru kemarin Camelia datang kerumah megah ini dan berbicara dengan Rey. Namun rupanya hari itu sudah lama sekali, dan sekarang sudah saatnya Camelia menghadapi kenyataan yang paling pahit didalam hidupnya. Menikah dengan seorang lelaki psikopat yang tidak memiliki hati seperti manusia lainnya, Rey! apakah dia akan membuat hidup Camelia semakin bertambah buruk sekarang?! gadis ini sangat takut. Bahkan kepada lelaki yang bisa di bilang sebagai calon tumpuan hidupnya saat ini.
"Tuan, seorang kurir datang untuk mengantarkan karangan bunga di di depan. Apakah anda ingin membawanya ke dalam?" tanya seorang pelayan kepada Rey.
Lelaki itu menatap heran. "Siapa yang mengantarkan karangan bunga kepadaku? apa dia pikir aku ini sudah mati?"
Rey adalah tipikal orang yang tidak menyukai bunga, walau pun itu dalam bentuk ucapan selamat atau apapun. Lelaki ini seolah memiliki sebuah trauma yang mendalam hingga membuatnya membenci benda yang menurut orang terlihat begitu indah dan berharga. Bahkan seumur hidupnya, Rey tidak pernah ingin melihat satu bunga pun yang masuk ke dalam rumahnya. Namun karena dihari pernikahan yang akan segera datang, dia harus mau menerima semua itu. Apalagi jika sang ibu yang mengurus semuanya, wanita itu pasti akan memenuhi seisi rumah megah dan mewah ini dengan karangan bunga.
Rey berjalan ke depan bersama Camelia dibelakangnya, dia menatap begitu banyak karangan bahkan bunga-bunga segar lainnya yang sang ibu pesan untuk menghias seluruh sudut rumah. Lelaki itu berdecik kesal, dia bahkan sampai mengepalkan kedua tangannya karena begitu banyak hal manis yang mengelilinginya akhir-akhir ini. Sementara Camelia tersenyum kecil, apalagi ketika melihat begitu banyak bunga yang berserakan di lantai dan halaman rumah Rey.
"Indah sekali." gumam gadis itu pelan.
Telinga Rey sangat sensitif, dia langsung menatap tajam ke arah Camelia dengan wajah kesalnya. Mungkin ini akan menjadi siksaan bagi Rey karena gadis yang sangat dia benci ini tersenyum bahagia, belum lagi tentang bunga yang berserakan dimana-mana. Jika saja boleh memilih, dia hanya ingin menjalankan pernikahan ini biasa saja. Tanpa ada keramaian bahkan hiasan-hiasan tidak berguna yang merusak tatanan rumah megah miliknya.
"Kau senang? sepertinya pernikahan ini begitu berarti untukmu." ucap Rey dengan nada yang sinis.
Camelia menatap ke arah wajah lelaki itu dengan senyum kecil dibibirnya. "Mau bagaimana lagi? bukankah kau sudah melarang ku untuk menangis dan mengeluh bukan? jadi apa salahnya jika aku tersenyum?"
Entah mengapa kata-kata itu terdengar begitu menyebalkan ditelinga Rey, bahkan tidak cocok dikatakan oleh Camelia. Walau pun memang benar jika dia sendiri yang melarang gadis ini bersedih atau pun mengeluh tentang sebuah takdir baru yang harus dia terima, namun jika tersenyum adalah penggantinya? itu lebih menyebalkan dari dugaan sebelumnya. Rey ingin melihat gadis ini menderita, bukan tersenyum bahagia sepertinya itu.
"Lakukan apa yang kau mau, aku akan kembali tidur. Semua kekacauan ini membuatku muka! jika ibuku datang katakan jika aku sedang tidak enak badan, ingat itu!" tegas Rey kepada Camelia.
Gadis itu hanya mengangguk, senyuman yang tadi terlihat sangat bahagia mulai hilang dan pudar. Bahkan terlihat seperti biasa kembali, Camelia yang pemurung dan penuh dengan penderitaan. Kedua matanya hanya bisa menatap sekitar, memikirkan bagaimana pernikahan dia dengan lelaki brengsek itu besok. Mungkin akan menjadi sebuah kejutan yang tidak akan pernah Camelia lupakan seumur hidupnya, ketika dia harus merelakan seluruh masa mudanya bersama seorang lelaki yang sudah jelas tidak dia cintai sedikit pun.
"Kuatkan hatimu Camelia, ayolah! lagi pula ini tidak akan bertahan lama. Mungkin hanya beberapa tahun sampai akhirnya semua masalah pun selesai."
Ketika Camelia hendak bergegas pergi untuk membantu para pelayan disana, seorang lelaki tinggi yang wajahnya mirip Rey menabrak dia dengan cukup keras. Bahkan hingga membuat hidung gadis ini terasa begitu sakit.
"David, kenapa kau ceroboh sekali? kau hampir saja melukai calon adik iparmu." ucap Yuna yang entah kapan datang dan langsung menghampiri Camelia disana.
Gadis itu refleks tersenyum manis dan langsung menyapa calon ibu mertuanya, ucapan Rey memang benar jika nyonya Yuna akan datang kemari dan pasti langsung menanyakan keberadaan putra bungsunya itu. Seperti yang diperintahkan Rey sebelumnya, dia mengatakan semua alasan tadi agar tidak terjadi masalah atau pun perselisihan diantara mereka. Namun Yuna tidak percaya dan langsung menyusul putra bungsunya itu ke kamar, sedangkan lelaki bernama David itu berdiri dan terus memandangi Camelia dengan tajam.
Sebagai seorang kakak yang mengenal adiknya dengan baik, David tidak percaya jika Rey serius akan menikahi wanita seperti Camelia. Karena yang dia tahu Rey tidak pernah sekali pun bercerita atau bahkan memajang potonya di status atau pun wallpaper ponsel. Jadi kira-siapa dia sebenarnya? pertanyaan itu terus terngiang di pikiran David.
Sementara itu Camelia hanya bisa tersenyum dengan penuh perasaan bingung, dia tidak mengenal lelaki tampan yang ada dihadapannya. Bahkan untuk menyapa saja dia sangat ragu, karena ini adalah pertama kalinya mereka bertemu. Sampai tak lama lelaki itu pun berjalan menghampiri Camelia lalu berbisik.
"Kau masih perawan?"
Kata-kata itu tentu saja membuat kedua mata Camelia langsung membulat dengan sempurna, bagaimana mungkin lelaki terhormat seperti David bisa menanyakan hal seperti itu kepadanya? padahal sudah jelas jika Camelia adalah seorang gadis yang belum tersentuh oleh lelaki mana pun.
"Maaf, tapi kenapa kau menanyakan hal seperti itu? tentu saja aku masih perawan. Lagi pula kami belum resmi menikah, jadi kenapa harus berfikiran sampai kesana." jawab gadis itu dengan wajah polosnya.
David tertawa kecil, sudah dia duga sebelumnya jika Camelia ini bukan gadis yang serius untuk Rey nikahi. Karena yang dia tahu bahwa jika sang adik benar-benar mencintai seorang wanita maka dia pasti akan menghancurkannya habis-habisan, dalam arti Rey akan meniduri dia untuk mengikat wanita tersebut sebagai miliknya.
"Apa yang sedang kau rencanakan dengan adikku Nona? sepertinya kalian tidak mungkin tulus melakukan pernikahan ini?" tanya David dengan senyum tipis diwajahnya.
Camelia tidak bisa berkata-kata sekarang, dia bahkan sangat takut jika sampai lelaki ini tahu apa yang direncanakan Rey sebenarnya. Bukan hanya lelaki itu yang kena imbas namun dia juga, mungkin Camelia akan menjadi daging panggang jika sampai wanita paruh baya dan lelaki bernama David ini tahu rencana Rey sebenarnya.
Namun untunglah tidak lama kemudian lelaki itu datang bersama ibunya, Rey mendengar dengan jelas apa yang di ucapkan kakaknya itu dan langsung dengan segera mengambil tindakan refleks untuk membuktikan jika dia dan Camelia serius dalam pernikahan ini.
"Heh jangan so tahu dengan hubungan pribadi seseorang! kau pikir aku tidak serius Camelia?"
Lelaki itu menarik lengan si calon istri kemudian mencium bibirnya sekilas, entah mengapa situasi ini membuat jantung Camelia berdegup dengan kencang. Bahkan wajahnya terasa seperti terbakar, panas dan penuh gairah.
"Bukankah kita saling mencintai, iyakan Camelia...?"
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT