"Pa, kamu nggak kerja?" tanya Mama Kinanti.
Saat ini hanya ada mereka berdua dan Zaskia yang tengah disuapi oleh Bu Surti di gazebo belakang.
Karena pagi-pagi sekali Ayu telah berangkat bekerja, entah dia memang berangkat untuk bekerja atau ada urusan lain biarlah itu menjadi privasinya.
"Ini juga udah mau berangkat, jagain Zaskia, ya? Kalau ada apa-apa langsung kabari!" Mama Kinanti tersenyum seraya meraih punggung tangan suaminya untuk dia cium.
"Pak, kita ke Firma Hukum Agasa dan Rekan dulu," titah orang nomor satu di Angkasa Group pada sang supir.
Pria yang masih tampak gagah itu meskipun usianya sudah hampir memasuki setengah abad memfokuskan dirinya menatap keluar jendela, mengamati kendaraan yang berlalu lalang. Tiba-tiba, dia tersadar akan permintaan putri semata wayangnya kemarin.
Papa Galih merogoh saku jasnya mengeluarkan benda pipih berlogokan apel yang telah digigit di bagian belakangnya.
"Bay, tolong kamu selidiki tentang pria yang menjadi tunangan Bella Qanesyah," pinta Papa Galih saat sambungan telponnya dengan orang kepercayaan itu terhubung.
Setelah mendapat jawaban dari Bayu Rianto, Papa Galih memutuskan sambungan telpon itu.
Papa Galih menyenderkan punggungnya di jok mobil, dia pun seakan ragu untuk menemukan pria yang dia harapkan menjadi menantunya, dulu.
"Pak, kita sudah sampai," ucap Ferdy sang supir keluarga Papa Galih.
Dengan langkah tegap dan gagah Papa Galih memasuki gedung berlantai dua.
"Saya ingin bertemu dengan Agasa," ucap Papa Galih pada seseorang yang berada di depan ruangan sahabatnya itu.
"Pak Agasa sudah menunggu anda di dalam, Pak," jawab sopan wanita berbalut gamis maron dengan hijab berwarna senada.
Papa Galih membuka pintu ruangan Agasa Maha Putra tanpa dia ketuk terlebih dahulu, alhasil pemilik ruangan menggerutu kesal.
"Ini ruangan aku, ketuk dulu dong," decak pengacara spesialis perdata yang memulai karirnya sejak 20 tahun yang lalu.
"Kamu juga kalau ke kantorku suka seenak jidatmu, kan?" Papa Galih nampaknya tak ingin kalah dari sahabatnya ini.
Galih Surya Atmadja dan Agasa Maha Putra telah menjalin persahabatan ketika mereka masih berseragam putih abu-abu.
Tapi Papa Galih mempunyai nasib yang lebih baik dibandingkan Agasa. Di usianya yang masih terbilang muda, yakni 19 tahun dia telah mempersunting cinta pertamanya, Kinanti Sekar Kinashi.
Garis jodoh memang tak ada yang bisa menebak, termasuk Papa Galih. Wanita yang dia nikahi ternyata menjadikan Agasa sebagai cinta pertamanya.
Tapi cinta Mama Kinanti pada Agasa justru bertepuk tangan, Agasa tak sedikit pun membalas rasa cinta Mama Kinanti.
"Kamu mau apa sih, ke sini?" tanya Agasa tapi fokusnya masih ada di berkas-berkas perkara yang siap dia menangkan di meja hijau nantinya.
"Ini," Papa Galih memberikan berkas gugatan cerai Yudi untuk Ayu.
Agasa terhenyak ketika melihat logo Pengadilan Agama di bagian atas berkas yang Papa Galih hempaskan di depannya.
Apakah bahtera rumah tangga yang sudah 27 tahun diarungi oleh Mama Kinanti dan Papa Galih akan karam? Itulah kesimpulan yang Papa Galih tangkap ketika menilik jauh ke dalam dua manik mata Agasa.
"Ayu digugat cerai oleh Yudi," jelas Papa Galih.
Agasa lebih tertohok mendengar penjelasan sahabatnya ini. Gelengan samar dia perlihatkan untuk menutupi keterkejutannya.
"Ayu anak kamu?" tuduh Agasa.
Papa Galih berdecak sebal, apakah pengacara di hadapannya ini benar-benar kehilangan kepintarannya atau sedang berakting bego?
"Anakku cuma Angga dan Ayu, kamu tahu itu," raut wajah Agasa langsung mendadak berubah pucat ketika Papa Galih menyebut nama Angga.
Kejadian masa kelam kembali terpatri dalam jiwanya, meskipun sudah 26 tahun berlalu, tapi Agasa tidak dapat menghilangkan rasa bersalah yang merasuki sukmanya.
"Bisa kita mulai konsultasinya?" tanya Papa Galih dengan nada baritonnya menyadarkan Agasa dari lamunan masa lalunya.
Agasa menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia menyinggirkan berkas yang menempuk ke sudut meja dan menyisakan hanya berkas yang Papa Galih tadi berikan.
Beberapa kali Agasa terlihat menautkan alisnya dan menggaruk keningnya yang sama sekali tak gatal itu.
Agasa menutup kembali berkas itu, tangannya menyilang di depan dadanya, "Terlalu mengada-ada," ucap Agasa.
"Katamu, Ayu bekerja dari dua tahun yang lalu, kenapa baru sekarang si suaminya protes? Kalaupun dia keberatan harusnya dia ngomong bukan main serong seperti ini," protes Agasa.
Papa Galih hanya mengedikkan bahunya, disini dia hanya berkapasitas sebagai orang tua yang mengingankan hak-hak anak dan cucunya terpenuhi.
"Aku kesini bukan untuk mendengar semua protesmu, aku mau kamu bantu aku, agar anak dan cucuku mendapatkan haknya dari Yudi," jelas Papa Galih.
"Memangnya kamu mau nuntut apa? Kamu sudah miskin? Sudah bangkrut sampai ngak bisa memenuhi kebutuhan Ayu dan Zaskia?" tanya Agasa dengan nada penuh cibiran.
Papa Galih memang bukanlah seorang lulusan fakultas hukum apalagi seorang pengacara tapi pria yang tahun ini genap berusia 46 tahun itu tahu dan patuh akan hukum.
Papa Galih bukan tidak mampu membiayai apalagi menanggung anak dan cucunya, toh dia adalah pemilik dari Angkasa Group perusahaan iklan terbesar di Indonesia. Pundi-pundi rupiahnya tidak akan habis tujuh turunan sekalipun.
Tapi Papa Galih ingin Yudi belajar tentang tanggung jawab, cukup istri pertama dan anaknya dari Cindy Desi Anggraini yang dia terlantarkan.
"Aku mau, Ayu mendapatkan nafkah iddah, nafkah lampau dan nafkah mut'ahnya. Begitupun Zaskia dia harus mendapatkan haknya sampai dia berusia 21 tahun," jawab Papa Galih penuh penekanan.
"Jadi, Yudi tidak menafkahi Ayu selama pernikahan?" tanya Agasa dengan mata memicing dan penuh selidik.
Papa Galih kini sadar diri kalau soal hukum ternyata dirinya masih berada jauh di belakang sahabatnya itu. Atas terkaan Agasa barusan dia hanya tersenyum masam. Dan Agasa memutar bola matanya jengah.
"Ayu tidak bisa menuntut nafkah lampau kalau selama ini Yudi tetap menafkahinya," jelas Agasa.
Nafkah Madliyah atau selama ini kita kenal dengan nafkah lampau adalah suatu hal yang merupakan kewajiban atas seseorang yang tidak dilakukan pada zaman lampau atau pada masa yang telah lalu.
"Ngak bisa?" ulang Papa Galih.
Agasa dengan tegas menggerakkan kepalanya naik turun, sebagai jawaban untuk sahabatnya itu.
"Ngak bisa, Ayu hanya bisa menuntut nafkah mut'ah dan nafkah iddah," jawab Agasa.
Nafkah mut'ah adalah pemberian dari bekas suami kepada istrinya yang dijatuhi talak berupa uang atau benda lainnya. Sedangkan, nafkah iddah adalah nafkah yang wajib diberikan kepada istri yang ditalak dan nafkah ini, berlangsung selama 3-12 bulan tergantung kondisi haid istri yang diceraikan.
"Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku percayakan ini padamu," sahut Papa Galih.
"Kalau begitu suruh Ayu untuk datang kesini, aku mau dia menandatangi surat kuasa khusus," titah Agasa.
"Boleh aku lihat contoh surat kuasanya?" pinta Papa Galih.
Agasa terlihat mengacak-acak laci meja kerjanya, mencari beberapa dokumen yang diminta oleh sahabatanya.
'Ini," Papa Galih menerima contoh surat kuasa yang diberikan oleh Agasa tanpa sedikitpun menaruh curiga.
"Di surat kuasa itu ada dua orang pengacara yang bertindak sebagai penerima kuasa, kamu tahu sendirikan, clientku tidak hanya berasal dari dalam kota," jelas Agasa dengan jemawanya.
Kedua bola mata milik Papa Galih seperti ingin berhamburan kala melihat salah satu nama yang bertindak sebagai penerima kuasa, orang yang menghilang sejak 4 tahun yang lalu ada disini, di Firma Hukum sahabatnya.
"Sa, dimana dia? Aku mau bertemu dengan dia, tunjukin dia dimana, Sa?" tanya Papa Galih dengan nada melengking membuat kuping Agasa mendadak panas.
Bersambung...
Agasa hanya terbelalak keheranan melihat tingkah sahabatnya yang mungkin sedang kerasukan arwah roh halus.
"Sa, di mana dia?" tanya Papa Galih. Yang ditanya pun hanya diam membisu, bukan karena tak mempunyai jawaban tetapi karena dia tidak tahu siapa yang dicari oleh sahabatnya itu.
"Lih, kamu nyari siapa sih?" sentak Agasa.
"Penerima kuasa ini, dia di mana? Aku mau ketemu dia," pinta Papa Galih seraya menunjuk nama orang yang dia maksud dengan nada yang masih melengking.
"Dia itu asistenku," jelas Agasa.
Papa Galih nampak frustasi karena jawaban yang diberikan Agasa tidak selaras dengan pertanyaannya barusan.
Agasa sadar kalau jawaban itu bukanlah yang diinginkan oleh sahabatnya.
"Dia sedang tertimpa masalah, jadi aku izinkan dia cuti," Papa Galih terperangah tak percaya akan penuturan Agasa.
Papa Galih tahu, hal ini pasti berat untuk dia lalui tapi, di satu sisi lagi dia juga bersyukur karena anaknya kuat, tak serapuh yang dia bayangkan.
Tapi tiba-tiba, Papa Galih terhenyak apakah ini restu dari semesta untuk mempersatukan mereka? Semoga mereka berdua memanglah berjodoh, bukan hanya ekspektasi semata.
"Kamu cepat catat alamat dia," titah Papa Galih.
Untuk permintaan Papa Galih kali ini, Agasa dengan tegas menolak. Setiap orang memiliki privasi dan kita berkewajiban menghargai hal tersebut.
"Dia punya privasi dan aku cuma atasannya, aku tidak mempunyai hak untuk mencampuri itu," tolak Agasa.
"Kamu itu, Galih Surya Atmadja. Presdir Angkasa Group dalam satu kedip pun kamu pasti bisa nemuin dia," tambah Agasa. Kali ini nada bicaranya seperti menantang sahabatnya.
Tanpa salam perpisahan, Papa Galih meninggalkan Firma Hukum Agasa dan Rekan. Tujuannya kali ini tidak lain dan tidak bukan adalah Angkasa Group.
Agasa hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah Galih yang masih saja ambisius.
Papa Galih memerintahkan Ferdy untuk melajukan kereta besi yang mereka tumpangi dengan kecepatan tinggi agar dia bisa secepatnya dan bertemu dengan Bayu.
Setibanya di Angkasa Group, sang presdir itu melangkah dengan tergesa-gesa. Bahkan dia mengutuk kebodohannya ketika salah memasuki lift. Seharusnya ia masuk melalui lift khusus presdir bukan lift karyawan. Untungnya lift itu dalam keadaan kosong.
"Seharusnya, Bayu sudah menemukan anak itu," ujar Papa Galih seraya menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Papa Galih tiba di lantai tertinggi Angkasa Group tetapi tidak ada siapa pun, kecuali Bianca Anindya, sang sekretaris.
"Selamat ....,"
"Bayu ke mana?" potong Papa Galih.
"Saya belum melihatnya, Pak," jawab Bianca.
Papa Galih tak berkata-kata lagi, dia segera memasuki ruangannya dalam keadaan hati yang cemas.
Hatinya belumlah genap jika belum memenuhi keinginan putri semata wayangnya, Suci Indah Ayu.
KREK~~~
Pintu ruangan Papa Galih terbuka menampilkan sosok berbalut jas hitam. Pria yang senyumnya sangat mahal atau memang dia tahu caranya tersenyum.
"Kamu sudah menemukan dia?" tanya Papa Galih tanpa basa-basi terlebih dahulu.
Bayu Rianto mengangguk mantap dan memberikan map coklat berisikan laporan pencarian tentang mantan tunangan Bella Qanesyah yang bernasib nahas seperti putrinya.
Yudi dan Bella memang telah memberikan luka perih pada dua orang yang tulus mencintai mereka. Luka yang hanya bisa disembuhkan seiring perjalanan waktu.
Hati itu ibarat sebuah papan dan paku adalah luka. Jika paku telah menancap pada papan meskipun dicabut, bekasnya takkan hilang.
"Valid, kan?" tak seharusnya Papa Galih meragukan kinerja Bayu, tapi berhubung ini adalah permintaan Ayu, jadi dia harus memastikan data ini beneran valid.
"Valid, Pak," jawab Bayu tanpa ragu.
Papa Galih sangat bersyukur mempunyai Bayu sebagai tangan kanannya, dia sangat bisa diandalkan dalam segala hal. Sempat terbersit dalam pikiran pria paru baya itu tentang adakah hal yang tak bisa Bayu kerjakan?
Tapi sudahlah, terlepas dari itu Papa Galih bisa kembali orang tersebut di tengah-tengah Ayu dan Akbar.
~~~
Sementara di tempat lain, Ayu nampak memutar keras otaknya. Rencana apa yang kali ini akan diberikan semesta padanya, kenapa ada harus ada orang lain yang dikecewakan dalam masalah ini? Mengapa pria berhati hello kitty itu harus ikut merasakan sakit yang dia rasakan.
Tiba-tiba, Ayu tersadar lamunannya ketika mendapatkan hentakkan yang tak terlalu kuat di bahunya.
"Lo itu, gue gaji untuk kerja bukan untuk ngelamun," decak sebal seorang Thareq Akbar Satria.
"Seharusnya lo kan masih di rumah, masih nangis meraung-raung," tambah orang nomor dua di Darma Corp.
"Makan tuh pakai uang, bukan pakai air mata," kelakar Ayu, lalu kembali duduk di kursi kebesarannya.
Terlalu pagi untuk menyimpulkan Ayu bukanlah anak yang berbakti. Pewaris tunggal Angkasa Group tapi memilih bekerja di Darma Corp, perusahaan yang bergerak di bidang property.
"Lo itu putri mahkota Angkasa Group kenapa coba minta kerjaan ke gue?" tanya Akbar setelah menghempaskan bokongnya di sofa dalam ruang kerja Ayu.
"Lo tahu, Bar."
"Gue ibarat bayi, Bar. Sebelum gue bisa berjalan, harus diajarin dulu caranya duduk, merangkak, berguling, dan berdiri, gue harus punya pengalaman sebelum mengambil alih estafet kepemimpinan, Papa," tambah Ayu.
Akbar tak menanggapi lagi ucapan Ayu, tapi Akbar seakan menangkap aura lain dalam raut wajah sahabatnya.
"Lo, kenapa?" tanya Akbar.
Tapi yang ditanya justru menutup rapat mulutnya, membuat Akbar semakin yakin bahwa ada yang Ayu sembunyikan darinya.
Sudah tiga kali Akbar mengulang pertanyaan yang sama, tapi Ayu tetap membisu.
"Kalau gitu gue kembali ke ruangan gue aja, Manda udah mau tiba soalnya," ucap Akbar, bangkit dari duduknya sambil merapikan jas yang membungkus dada bidangnya.
Ayu dan Akbar kompak berdiri, niat untuk meninggalkan ruangan sahabatnya, Akbar urungkan.
Wanita berparas ayu seayu namanya itu berjalan ke arah jendela menatap gedung-gedung pencakar langit lainnya.
Sebelah tangan Ayu tampak mengelus perutnya yang datar, air mata menggenang di pelupuk matanya. Semua gerak gerik ibu dari Zaskia Azzahara Khuimarah tak luput dari indra penglihatan Akbar.
Apakah Ayu dijatuhkan talak ketika sedang mengandung?
"Ayu tidak mungkin hamil," batin Akbar. Kedua manik matanya masih saja terfokus pada wanita yang telah menjadi sahabatnya selama 11 tahun.
Keduanya masih setia dalam keheningan.
"Ayu, lo kenapa? Cerita ke gue, jangan lo pendam sendiri," titah Akbar.
"Yudi ngak ceraiin lo dalam keadaan hamil ,kan? Nggak ada adik Zaskia dalam perut lo, kan?" Akbar semakin mendesak Ayu untuk berbicara.
Lelaki yang merupakan orang nomor dua di Darma Corp ini mendekati Ayu, memegang erat pangkal bahu sang sahabat, "jawab pertanyaan gue, Yu!"
Tetesan air bening yang berasal dari sudut mata Ayu telah menganak sungai di pipi mulusnya.
"Yu, talak dalam keadaan hamil memang dibolehkan bahkan ada haditsnya, tapi gue nggak akan rela kalau Yudi ninggalin lo dalam keadaan hamil," jelas Akbar dengan lantang.
"Bar, gue ...."
Bersambung...
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT