Download App
6.32% GIVE ME LOVE / Chapter 15: Bianca dan kakaknya

Chapter 15: Bianca dan kakaknya

Hari ini Bianca memang membolos. Pikirannya kacau karena Dilan yang tidak tau malu menyatakan perasaannya di depan teman-teman sekelasnya. Gadis itu berjalan tanpa arah tujuan yang jelas sejak sore tadi. Bahkan gadis itu tidak kunjung pulang meski jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Ck, menyebalkan sekali. Kenapa juga dia harus mengatakan perasaannya di depan anak-anak yang lain? Memalukan!" gerutu Bianca sepanjang perjalanan nya.

Tidak berselang lama, gadis cantik itu berpapasan dengan 3 orang remaja laki-laki yang ia kenal dengan pasti.

"Dilan? Felix? Ardian?" ucap Bianca terkejut.

"Kenapa? Tidak menyangka bisa bertemu denganku?" tanya Dilan sambil tersenyum miring.

"Minggir. Aku tidak mau berurusan dengan kalian," sergah Bianca dan berusaha pergi dari jangkauan mereka.

"Tidak semudah itu!" Dilan menarik pergelangan tangan Bianca kasar hingga gadis itu jatuh ke pelukan nya.

"Mari kita bersenang-senang, Bianca yang cantik..." bisik Dilan di telinga Bianca dengan nada sensual nya.

Bianca segera memberontak dari tubuh Dilan, namun remaja laki-laki itu justru mendekapnya semakin erat. Hingga beberapa saat kemudian, Dilan tersenyum miring.

"Bawa dia ke lorong sana!" perintah Dilan sambil mendorong tubuh Bianca pada Felix dan Ardian.

"Lepaskan aku. Singkirkan tangan kalian!" bentak Bianca.

Tidak ada tanggapan dari ketiga remaja laki-laki itu. Mereka membawa paksa Bianca ke lorong gelap yang tak jauh dari gang sempit yang di lalui Bianca tadi.

Felix dan Ardian memegangi tangan Bianca dengan kuat karena Bianca tak henti-hentinya memberontak.

*Plakk!!

Tamparan keras mendarat di pipi mulus Bianca.

"Diam kamu gadis tidak tau diri!" teriak Dilan tepat di depan wajah Bianca.

"Ku mohon, lepaskan aku..." kini Bianca sudah tidak berdaya. Bianca mulai menangis karena ketakutan.

Tubuh gadis itu berhimpitan dengan tembok lorong. Tangannya sangat sakit karena cengkraman dua remaja yang cukup kuat itu. Sementara Dilan mendekati Bianca dan mencengkeram rahang Bianca dengan kuat. Kemudian mendaratkan ciuman nafsunya di bibir plum milik Bianca.

Gadis itu memejamkan matanya, tidak membalas ciuman dari Dilan. Merasa geram, Dilan menggigit bibir bawah Bianca membuat sang empunya membuka mulutnya secara refleks.

"Ughhh..." pekikan tertahan dari mulut Bianca lolos begitu saja.

Beberapa saat kemudian, Dilan melepaskan tautannya. Dan beralih mencium leher jenjang milik Bianca.

"Ku mohon, jangan..." lirih Bianca.

Gadis itu mulai terisak dan pasrah. Berharap ada seseorang yang lewat ataupun datang menyelamatkan dirinya.

"Lihatlah, pemandangan yang jauh lebih menyenangkan di bandingkan saat kamu menolak ku tadi siang. Hahahaha..."

Tawa jahat Dilan terdengar menggema di lorong sepi nan gelap itu, yang mana semakin membuat Bianca takut bukan main. Bianca sama sekali tidak pernah menduga bahwa ia akan di perlakukan seperti ini oleh Dilan karena sudah menolak cintanya, tetapi bagaimanapun juga ini semuanya salah.

Dilan berusaha memegangi kedua tangan Bianca untuk mencium gadis itu lagi, namun Bianca justru menggeleng ribut berusaha menghindari ciuman Dilan yang menuntut.

"Hentikan... Ku mohon... "

"Oh ayolah, kamu juga pasti akan menikmati nya. Ayo bersenang-senang bersama," sahut Dilan.

Dilan semakin menghimpit tubuh Bianca ke tembok membuat tubuh gadis itu terasa sangat sesak dan ia merasa kesakitan.

"S-sakitt--" Bianca mulai menangis sejadi-jadinya, "s-siapa pun tolong aku..." lirih gadis itu sambil menggelengkan kepalanya ribut berusaha untuk melepaskan diri.

"Hahaha... Tidak akan ada yang mendengar suara mu. Berteriak dan memohon seperti ini. Aku sungguh menyukai nya," sahut Dilan.

Kini gadis itu hanya bisa menangis dan pasrah dengan apa yang akan terjadi. Ia berpikir bahwa malam ini sepertinya ia benar-benar harus merelakan masa depannya seperti ini.

"Kakak.... Tolong aku..." batin Bianca.

Entah kenapa, hanya Nadia yang ada di pikiran Bianca. Gadis itu benar-benar berharap kakaknya akan muncul dan menyelamatkan dirinya dari namja-namja brengsek ini.

Bugh!!!

Sebuah sepatu fantofel menghantam kepala Dilan yang hampir mencium Bianca lagi.

"Brengsek! Siapa yang berani mengganggu ku," umpat Dilan.

"Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sini?" teriakan seorang gadis menggema di lorong itu.

Gadis itu berjalan sedikit mendekat. Lalu manik cantiknya terbelalak seketika melihat apa yang ada di depannya itu.

"Dilan?" ucapnya terkejut.

"Nadia?" uahut Dilan.

"Wah... Lihatlah, kebetulan sekali bukan? Dua gadis cantik yang akan menemani kita ber empat malam ini..." sambung Dilan sama sekali tidak takut.

"A-pa yang kalian lakukan di sini?" Nadia gemetar mendengar ucapan Dilan.

"N-Nadia... T-tolong aku..."

Suara itu... Tidak asing bagi Nadia.

"B-Bianca?!" Pekik Nadia.

Tak menghiraukan para remaja laki-laki yang ada di depannya itu, Nadia justru berlari menghampiri Bianca yang terduduk bersender di tembok lorong.

"B-Bianca ... K-kamu baik-baik saja? Kenapa bisa seperti ini?" Nadia merangkul tubuh adiknya yang sudah tidak berdaya itu.

Bianca hanya menangis dan menggeleng ribut. Adiknya itu benar-benar sangat ketakutan. Sekarang harapan yang bisa membantu dirinya hanya Nadia, hanya kakaknya itu yang bisa ia minta pertolongan untuk membantu dirinya.

"Sekarang dua tikus kecil ini sudah masuk dalam perangkap. Mari habiskan malam panjang ini dengan baik," ucap Dilan menyeringai.

"Apa tidak akan ada yang mendengar mereka?" sahut Ardian.

"Iya, suara Bianca saja sudah cukup lantang dan menggema di lorong ini. Jika ada yang tau, kita bisa berakhir di kantor polisi," timpal Felix.

"Ck, penakut. Ini lorong sepi dan jauh dari keramaian. Lakukan saja, lebih cepat lebih baik," ketus Dilan.

"Baiklah," pungkas Ardian yang pasrah kemudian menuruti perintah Dilan.

Kini Felix dan Ardian memegang kedua tangan Nadia, gadis itu memberontak dan berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua namja tersebut. Sementara Dilan semakin mendekati Bianca karena Bianca lah sasaran utama nya.

Dilan masih dendam pada Bianca karena sudah membuat dirinya malu di depan anak-anak tadi siang. Selain itu, ia juga merasa sakit hati karena sudah di permainkan oleh gadis cantik itu. Sebenarnya dulu Dilan berniat untuk mendekati Nadia, namun dengan tiba-tiba Bianca datang dan menggoda dirinya lalu mengajaknya berteman.

Semakin lama hubungan antara Dilan dan Bianca terjalin, maka perlahan Dilan juga memiliki perasaan lebih pada gadis itu. Tetapi, Dilan sama sekali tidak pernah menyangka bahwa sebenarnya Bianca hanya ingin mempermainkan dirinya saja. Dilan sungguh geram dan tidak terima akan hal itu.

"Jangan dekati adikku. Lepaskan dia!" teriak Nadia kala melihat Dilan berjalan mendekat ingin menghimpit adik kesayangannya lagi.

Teriakan Nadia tak di hiraukan oleh Dilan. Anak itu justru semakin mendekati Bianca dan mencengkeram kuat rahang tirus gadis itu. Sementara Bianca yang sudah tidak berdaya hanya bisa memejamkan matanya dan air matanya tak henti menetes. Nadia benar-benar tidak tahan melihat Bianca seperti itu.

"Ku bilang jangan dekati adikku!" teriak Nadia dengan sangat lantang tanpa gemetar sedikitpun.

Bugh... Bughh...

Nadia menendang selakangan Ardian dan Felix bergantian hingga kedua namja itu jatuh terduduk merasakan sensasi sakit luar biasa pada bagian masa depan mereka.

"Argghhh... Masa depan ku!" ringis Felix.

Sekuat tenaga, Nadia mendorong tubuh Dilan hingga ambruk ke samping. Dengan cepat, Nadia menarik tangan Bianca dan mengajaknya berlari dari lorong gelap itu.

"Gadis brengsek! Cepat kejar mereka!" teriak Dilan.

Bianca mengerahkan seluruh sisa tenaga nya. Gadis itu sama takutnya, kini hanya Nadia satu-satunya harapan agar dia bisa bebas dari Dilan dan geng-nya itu.

"Bertahanlah. Sebentar lagi kita akan keluar dari lorong, dan gang di depan ada cctv-nya..." ucap Nadia sambil terengah-engah dan tetap menggandeng erat tangan adiknya itu.

Bianca sudah tidak kuat lagi, gadis itu jatuh tersungkur. Nadia panik seketika.

"A-aku tidak kuat lagi, kaki ku sangat sakit..." rintih gadis itu.

"Bertahanlah sebentar lagi, Ca. Kita harus segera keluar dari lorong ini," Nadia berusaha memapah adiknya itu.

"Akhh... A-aku benar-benar tidak kuat. Pergilah, selamatkan dirimu dulu..." pinta Bianca.

Nadia terbelalak mendengar ucapan Bianca.

"Kamu gila? Bagaimana mungkin aku meninggalkan mu dalam keadaan seperti ini? Aku akan melindungi mu sebisaku Bianca..." sahut Nadia.

Dilan dan geng-nya itu semakin mendekati Nadia dan Bianca. Kedua gadis itu benar-benar ketakutan bukan main.

Nadia berteriak sekuat tenaga. 

"Siapapun... Tolong... Tolong kami..." Teriak Nadia sambil memeluk Bianca dengan erat.

Dan mereka pun datang.

"Tertangkap juga kalian tikus kecil.." ucap Dilan menyeringai dan menarik tubuh Nadia yang memeluk Bianca.

"Brengsek kalian!" umpat Nadia.

Ini kali pertama Nadia berkata kasar. Gadis itu sudah tidak tahan dengan perlakuan Dilan.

"Awalnya aku ingin bermain dengan Bianca, tapi sepertinya kamu menarik perhatian ku..." sahut Dilan.

"Lepaskan aku brengsek!!" Nadia terus memberontak.

Sedangkan Bianca tidak berdaya dan kini barada di tangan ke-tiga remaja laki-laki yang menatapnya dengan tatapan lapar. Dilan mendorong tubuh Nadia ke tembok lorong, dan menghimpit tubuh mungil itu dengan tubuh bongsornya.

"Hmm... Aku ingin tau bagaimana rasa dari bibir mungil ini," Dilan mulai menyeringai.

Semakin mendekati wajah Nadia dan benar-benar ingin melumat bibir mungil yang menggodanya itu.

"Jangan berani kamu menyentuhnya bajingan!?"


Chapter 16: Sang penyelamat

"Jangan berani kamu menyentuhnya bajingan?!"

Teriakan itu menggema. Terlihat tiga sosok cowok yang berdiri melihat keributan itu. Dan salah satu dari ketiga cowok itu berlari ke arah Dilan dan Nadia.

"Bajingan!! Brengsek?! Mati kamu di tangan ku!!"

Bughh... Bughh.. bugh....

Pukulan bertubi-tubi di dapatkan oleh Dilan. Hingga Dilan benar-benar tidak memiliki tenaga karena pukulan bertubi-tubi tersebut. Seorang remaja laki-laki memukul Dilan tanpa ampun dan remaja itu tampak tidak asing bagi Nadia.

"R-Rafa..." Nadia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Seakan seperti mimpi bagi Nadia ketika ia tau bahwa Rafa menyelamatkan nya, dan dari mana dia datang?

FLASHBACK 15 menit yang lalu...

"Ck, kenapa rumah mu sangat terpencil? Kenapa tidak beli saja di pinggiran kota?" cebik Rafa sambil merenggut.

Ketiga orang itu sudah berjalan cukup jauh menyusuri gang sempit yang memang hanya muat untuk di lalui motor saja. Rafa adalah anak yang cukup manja sebenarnya sebab ia tidak terbiasa dengan hal yang melelahkan. Maklum saja, dulu kehidupan Rafa selama sebelum pindah hanya berkutik di dalam rumahnya saja. Jadi, ia akan sedikit kesal bila harus melakukan hal yang di rasa sedikit melelahkan.

Lucas menghela nafas berat karena Rafa tak henti-hentinya menggerutu. Awalnya ia juga tidak ada niatan mengajak remaja itu untuk ikut ke rumahnya, tetapi ia sendiri yang menawarkan diri sebab ia bosan di rumah dan ingin ikut kakaknya.

"Mark, tidak bisakah kamu meminta adikmu ini untuk diam? Aku benar-benar risih dengan ucapan tak berguna nya itu," ucap Lucas pada Mark yang berjalan di samping nya itu.

"Mau bagaimana lagi? Dia memang di lahirkan untuk mengumpat i orang lain," sahut Mark sambil terkekeh kecil.

"Aku mendengar kalian membicarakan tentang diriku,"

"Memang iya," ketus Lucas.

"Aishh kau..." Rafa mencibir tak suka.

"Sopan ya, aku lebih tua 2 tahun darimu!" geram Lucas.

"Bodoamat. Memang nya aku terlihat perduli?" ejek Rafa.

Mereka berdua sibuk beradu mulut, sedangkan Mark hanya menggeleng pelan melihat kelakuan adik dan temannya itu. Selalu saja bertengkar jika bertemu walaupun mereka baru kenal beberapa hari.

Tidak heran, sebab Lucas adalah sosok yang cukup ramah pada setiap orang dan rasa malunya itu seperti tidak ada. Jadi, Lucas akan terbiasa dengan orang-orang baru di sekitarnya dengan cepat. Memiliki teman seperti Lucas itu ada untung dan tidaknya, tapi yang pasti jika berteman dengan Lucas kesabaran mu ada selalu di uji.

"Eh, tumben sekali gadis cantik itu belum lewat," ucap Lucas tiba-tiba.

"Gadis yang sering kamu bicarakan itu? Yang selalu lewat depan gang rumahmu ketika malam?" sahut Mark.

Lucas mengangguk kuat, ia memang sering bercerita tentang gadis ini pada Mark. Bukan hanya satu atau dua kali Lucas melihatnya, tetapi sudah berkali-kali.

"Apa kamu yakin itu manusia?"

Itu Rafa yang bertanya dengan nada jahilnya. Rafa memang sangat suka menjahili teman kakaknya itu karena ia merasa Lucas adalah sosok yang gampang terpancing emosinya, tetapi tidak pernah serius ketika marah.

"Ck, tentu saja. Aku bahkan sering menyapa nya. Oh percayalah, dia cantik dan manis," tegas Lucas sambil tersenyum aneh.

Lucas memuji-muji gadis itu hingga membuat Mark kembali menggelengkan kepalanya. Ini bukan kali pertama Lucas bercerita tentang gadis yang selalu lewat depan gang rumahnya itu. Hampir setiap hari Lucas bercerita tentang gadis itu, dan bahkan ia mengaku kalau ingin sekali berkenalan dengan gadis cantik itu namun ia tidak cukup berani.

"Siapapun ... Tolong ... Tolong kami...?!"

Hingga beberapa saat kemudian, terdengar teriakan seorang gadis meminta tolong. Ketiga pemuda itu langsung saling bertatapan satu sama lain karena bingung, takut dan merinding sebab keadaan di sekitar mereka sangatlah sepi.

"Dengar suara orang teriak minta tolong tidak?" tanya Lucas sambil melihat sekelilingnya.

Rafa dan Mark hanya mengangguk-angguk kepala mereka sebagai jawaban bahwa mereka juga mendengar teriakan seorang gadis yang meminta tolong.

"J-jangan jangan gadis itu..." pekik Lucas.

"Ayo kita lihat!" ajak Mark.

"Kalau dia di rampok bagaimana? Kamu bawa pistol? Bawa senjata tajam bagaimana? Aku tidak mau mati di usia muda," sahut Lucas dengan pikiran melantur nya.

"Kamu pikir aku begal? penjahat atau semacamnya? kenapa juga aku bawa pistol dan senjata tajam?" geram Mark lalu memukul kepala Lucas dengan pelan.

"Dasar penakut. Ayo kak, kita lihat!" sela Rafa yang tidak takut sama sekali.

Mark dan Rafa berjalan perlahan menuju sumber suara. Sementara Lucas waspada dan menghubungi nomor polisi. Sedia payung sebelum hujan.

"K-kak... Mereka banyak..." ucap Rafa ketika melihat apa yang ada di depannya itu.

"Itu pemerkosaan, Jen..." sahut Mark.

Manik sipit Rafa menangkap sesuatu yang tidak asing baginya.

"Tas itu..." Rafa terbelalak sempurna.

Rafa tau dengan pasti siapa pemilik tas yang ia kenali itu. Itu adalah tas milik gadis manis yang selalu ia kagumi akhir-akhir ini. Tas itu milik Nadia, dan berakhirlah Rafa menghajar Dilan dengan brutal.

FLASHBACK berakhir ....

Dilan kini tak berdaya karena pukulan dari Rafa. Anak itu hampir pingsan di buatnya. Beruntung Mark segera menghalangi Rafa agar tidak menghajar Dilan lagi.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Rafa memastikan keadaan Nadia.

Bukannya menjawab, Nadia justru mengabaikan Rafa dan berusaha untuk berdiri lalu menghampiri Bianca. Rafa terdiam melihat apa yang akan di lakukan oleh gadis cantik itu.

"Kamu baik-baik saja? Kamu terluka lagi? Apa ada yang sakit?" tanya Nadia bertubi-tubi dan terlihat sangat panik.

"A-aku baik-baik saja.." lirih Bianca sambil tertunduk dan memegangi kemeja seragam sekolahnya.

Bianca benar-benar terlihat sangat menyedihkan. Pakaian nya rusak dan wajahnya sedikit lebam karena cengkraman tangan Dilan yang kasar juga gadis itu tadi mendapatkan beberapa tamparan keras di wajahnya.

Mark memperhatikan Bianca, dan merasa tidak asing baginya. Melihat Bianca yang sangat berantakan ia sangat tidak tega, remaja yang beranjak dewasa itu pun melepaskan jaketnya dan menutupi tubuh Bianca.

"Jangan takut lagi, kamu sudah aman," tutur Mark dengan lembut. Sementara Bianca tidak menyahut dan hanya diam saja.

Nadia langsung merangkul tubuh Bianca yang lemas dan menepuk-nepuk punggung adik kesayangannya itu untuk memberikan ketenangan padahal ia sendiri juga sangat ketakutan. Tapi, Nadia tau bahwa Bianca yang lebih takut akan kejadian yang menimpa nya tadi.

Mark yang melihat bagaimana keadaan dua orang gadis cantik itu terdiam sejenak, kemudian ia mendapati adiknya dan juga Lucas sedang terdiam juga memandang Bianca dan Nadia. Sementara Dilan dan kedua temannya juga sudah tidak berdaya setelah di hajar habis-habisan oleh oleh mereka.

"Rafa, ajak mereka ke rumah Lucas dulu, tenangkan mereka. Aku akan mengurus berandal-berandal ini ke kantor polisi," ucap Mark pada adiknya itu.

"Baik, kak..."

Tidak lama kemudian, polisi datang dan mengamankan ketiga berandal tersebut. Nadia dan Bianca sudah di bawa pergi oleh Lucas dan Rafa. Lebih baik kedua gadis itu di tenangkan terlebih dahulu daripada harus langsung berurusan dengan polisi.

Kini Mark yang bertugas mengurus berandal-berandal itu, sebab ia juga berlaku sebagai saksi mata atas kejadian yang baru saja terjadi. Mark sudah dewasa dari segi umur, dan ia juga bisa mewakili pelaporan tindakan pelecehan itu supaya Dilan dan kedua temannya bisa mendapat peneguran dari pihak berwajib.

Sedangkan Rafa sudah bisa bernafas dengan lega karena ia sudah yakin bahwa Nadia sekarang dalam keadaan baik-baik saja. Mungkin jika tadi ia tidak ikut bersama kakak dan teman kakaknya itu untuk pergi, ia tidak akan tau bagaimana nasib Nadia dan adiknya. Bisa saja hal buruk terjadi dan Rafa pasti akan sangat menyesali hal itu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C15
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT