Download App
4.43% Miliki Aku Dengan Ketulusanmu / Chapter 18: Mencari Gretta

Chapter 18: Mencari Gretta

Café Seeventh

Suasana café ramai seperti biasa, dengan pelayan yang adalah anak dari pemilik café itu sendiri hilir mudik, melayani setiap pengunjung yang ramai berdatangan.

Di sudut ruangan, ada sebuah meja yang ditempati oleh seorang pria muda, meja tempat biasa ia duduk dan entah mengapa menjadi meja yang jarang diduduki pengunjung lain.

Ya, seakan tertulis atas namanya, sehingga tidak ada pengunjung duduk di sini, setiap ia datang ke café ini.

Kali ini seperti biasa pula, ia duduk ditemani dengan perlengkapan wajibnya dan juga secangkir ekspreso yang hampir dingin, sesekali diseruput namun lebih banyak didiaminya.

Netranya yang terpaku pada layar laptop, pasti akan melirik ke segala arah setiap lima menit sekali atau akan segera menoleh ke arah pintu, saat bunyi gemericing terdengar dan berharap jika yang membuka pintu adalah seseorang yang ditunggunya.

Namun, setiap kali suara gemericing terdengar, setiap kali itu pula ia harus menelan pil pahit berupa kekecewaan, karena bukan seseorang yang ditunggunya yang muncul melainkan pengunjung lainnya.

"Huft…, kemana dia," bisiknya seraya memijat pangkal hidungnya sendiri.

Hatinya tidak tenang saat tidak menemukan eksistensi seseorang yang dinantinya, sungguh.

Grekk!

"Pusing nyariin Gretta ya?"

Sret!

Netra yang awalnya terpejam itu seketika menatap lurus, saat seorang wanita muda duduk setelah menyeret kursi tepat di hadpannya. Wanita yang ia tahu bernama Ayana, anak pemilik café.

"Hum," gumamnya seraya melengos, takut ketahuan meskipun percuma karena memang sudah tercetak jelas.

"Sepertinya Gretta tidak akan ke sini," celetuk Ayana tanpa menoleh dan justru menatap pintu, tepatnya ke arah jendela di luar sana.

"Kamu tahu? Apa kamu punya nomor kontaknya?" tanyanya semangat, netranya bahkan berbinar senang dan berharap jika jawaban yang akan diterimanya adalah iya.

Ayana segera menoleh ke arah pria di depannya kemudian memasang senyum menggoda, senyum dengan mata menyipit dan itu membuatnya kembali memasang wajah biasa alias poker face.

"Heum…, ada apa nih, sampai bertanya kontak nomornya segala macam?" tanya Ayana dengan nada main-main. Alisnya bahkan sudah jungkat-jangkit, menggoda si pria tanpa repot menyembunyikan niatnya.

Si pria ini sama sekali tidak menampilkan ekspresi berarti, padahal dalam hati sudah menyumpah serapah Ayana yang kini terkikik geli dan menatapnya dengan kerlingan meledek.

"Hum."

"Ceh! Kalau jawab seperti itu mana mau aku berbagi nomor orang cantik," decih Ayana seraya melengos dan juga bersedekap dada, pura-pura kesal.

Ia ingin menggoda pemuda di depannya dan tahu sampai sejauh mana bisa bersikap biasa pada saat ia mengimingi nomor Gretta.

Jawaban tidak segera diterima oleh Ayana, ia bahkan sempat melirik kecil sebelum akhirnya tersenyum menang, kala si pria muda ini menghambuskan napas seakan menyerah.

Gotca..., batin Ayana senang.

"Baiklah, aku memang mencarinya. Puas, heum?" jelasnya datar dan sarkas, namun Ayana sama sekali tidak marah justru ia tergelak kecil karena melihat wajah blushing si pria muda tampan tanpa nama ini.

"Puas, puas. Ha-ha-ha…" sahut Ayan seraya mengangguk-anggukan kepala meledek si pria yang mendengkus.

Untuk sesaat, si pria ini membiarkan Ayana tertawa senang di depannya dan kembali menekuni hasil penelitiannya yang baru rampung setengah. Hingga sebuah kertas terulur ke arahnya dan suara Ayana yang kembali menggodanya.

"Nih!"

Srett!

"Eits! Tunggu dulu," lanjut Ayana seraya menarik kertas itu, saat si pria ini ingin mengambil kertas di tangannya.

Si pria hampir saja mengerang kesal dengan kelakuan wanita di depannya. Namun, ia sebisa mungkin menjaga agar ekspresinya tetap terlihat biasa dan akhirnya hanya dengkusan lah yang keluar darinya.

"Apa lagi?" tanyanya jengah sendiri.

"Sebutkan dulu namamu. Apa kamu mau kupanggil dengan sebutan Tuan pelanggan tanpa nama setiap harinya, heum?" jawab Ayana mencibir, seraya mengipas-ngipas kertas berisi nomor pribadi Gretta di dalamnya.

Dengkusan kembali meluncur dari si pria, kemudian dengan sedikit tidak ikhlas menyebutkan nama seraya mengambil paksa kertas itu dari tangan Ayana yang hanya bisa membuka mulut takjub.

"Alrescha, puas!"

Sret!

"Kemarikan," lanjutnya kemudian tersenyum setelah kertas itu ada di tangannya.

Ayana yang masih membuka mulutnya menatap Alrescha dengan kelopak mata berkedip cepat. Sebelum akhirnya menggelengkan kepala, berusaha menyadarkan diri.

Gils, cepat sekali gerakannya, pikirnya takjub.

"Gerakanmu cepat juga, Tuan Alres-

"Al saja cukup dan aku tidak setinggi itu dipanggil dengan sebutan 'Tuan', Kak Aya," sela Alrescha cepat dan Ayana kembali berkedip, sebelum akhirnya terkekeh seraya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Ah! Baiklah, Al kan?" sahut Ayana "Kalau begitu jangan lupa hubungi kalau kangen," lanjutnya saat Alrescha mengangguk membenarkan sahutanya.

"Hei! Siapa pula yang kangen!" sangkal Alrescha dengan sapuan merah tipis di pipinya, hingga Ayana yang melihatnya kembali terkekeh.

"Kamu lah! Terlihat jelas, tahu tidak sih," tandas Ayana meledek seraya beranjak dari duduknya "Sudah ah! Aku kembali bekerja," lanjutnya kemudian meninggalkan Alrescha yang berdecih saat Ayana sempat melayangkan kerlingan meledek ke arahnya.

"Sial, baru ini aku kelihatan salah tingkah," umpat Alrescha kesal.

Setelah kepergian Ayana, Alrescha kembali melihat secarik kertas di tangannya kemudian tersenyum kecil. Dengan cepat ia mengambil handphonenya dan mengetik nomor yang tertera di kertas di papan tombol.

Namun, jari telunjuknya berhenti saat akan menekan tombol panggil, seakan keberaniannya yang menggebu luruh saat bingung harus mengatakan apa ketika panggilan diterima.

Hais! Benar juga, apa yang akan harus kukatakan nanti? Masa aku bertanya sedang apa, kenapa tidak ke café secara tiba-tiba. Memangnya, sedekat apa kami? Ah…, dasar Al bodoh.

Arlescha hanya bisa merutuki kecerobohanya dalam hati, kemudian mengurungkan niatnya yang ingin menghubungi Gretta saat ini. Kertas yang didapatnya, ia simpan baik-baik di dalam tas kerjanya dan nomor di layarnya ia simpan segera.

Kini, kontak atas nama Gretta sudah tersimpan rapih di barisan kontak pentingnya. Ia tersenyum kecil dalam hati dan memutuskan akan menghubungin gadis itu setelah ia pulang dari sini.

"Sebaiknya aku beresekan pekerjaan dan pulang cepat," putusnya dan kemudian fokus dengan layar laptopnya, mengindahkan suara ramai pengunjung di sekitarnya atau juga kerlingan dari pelanggan gadis muda yang menggodanya.

Ia, hanya akan merespon kerlingan menggoda jika itu dari gadis bermata biru yang saat ini ada di rumahnya.

Gretta…

Beberapa saat kemudian…

Seperti yang sudah direncanakanya, jika sepulang dari café ia akan menghubungi gadis bernama Gretta. Alrescha kini bergegas memasuki kamarnya, mengindahkan panggilan dari sang kakak yang duduk di ruang tamu.

Tumben, pikirnya. Pasalnya, kakaknya ini selalu pulang larut malam dan saat ini bahkan baru pukul tujuh malam.

"Oy, Al! Sini dulu temani Kakak!"

"Sorry, Aniki. Aku ada keperluan!"

Dan debaman pintu adalah yang terdengar, sebelum akhirnya Alrescha memasuki kamarnya kemudian menguncinya rapat, meninggalkan sang kakak yang menatap pintu itu bingung.

"Ada apa dengannya," gumam sang kakak bingung.

Di kamarnya, Alrescha tanpa buang waktu segera mengambil handphone dan keluar menuju balkon, kemudian menghambuskan napas berulang.

Ia meyakinkan diri dan akhrinya menekan tombol panggil pada kontak nomor Gretta segera.

Tut! Tut! Tut!

Angkat, kumohon angkat-

Klik!

Deg!

Bersambung.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C18
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login