Waktu menjelang malam, di dalam kamar tamu Bayu melihat uluran tangan di depannya. Pandangan Bayu lalu beralih ke wajah Fara yang masih dibalut senyuman. Merasa suasana mulai canggung, Bayu menjabat tangan Fara,
"Bayu Rivertale, apa yang ingin anda tanyakan?"
"Hoo, langsung ke inti? Bukan orang yang suka basa-basi tampaknya?" canda Fara melihat laki-laki yang tak acuh di depannya.
Bayu menguap lalu beranjak dari tempat tidurnya, ia lalu berjalan ke sebuah dispenser yang telah disediakan di kamar. Meminum segelas air putih dari gelas plastik, Bayu lalu duduk di lantai menunggu pertanyaan dari Fara yang masih berdiri di samping tempat tidur.
"…"
Fara memandangi Bayu yang hanya duduk tanpa berkata sepatah kata apapun.
"…"
"Kamu benar-benar bukan orang yang suka basa-basi, ya?" ucap Fara menghela nafas panjang. Lalu ikut duduk di lantai sambil mengeluarkan ponsel dan buku kecil. Fara bersiap merekam pernyataan Bayu sebagai saksi untuk artikel yang ingin dia tulis.
"Oke, saksi pertama kali ini bernama Bayu Rivertale… hmmm… Rivertale?"
Awalnya Fara tidak terlalu sadar akibat tingkah masa bodoh-nya Bayu, tetapi buat dia nama Rivertale tidaklah asing.
"Apa kamu kenal dengan yang namanya Maya Rivertale?"
Bayu yang mendengar pertanyaan Fara sedikit mengernyitkan dahinya. Agak terkejut ketika perempuan di hadapannya mengucapkan nama kakaknya.
"Itu nama kakakku."
"!"
Kali ini giliran Fara yang terkejut, dia tidak menyangka akan bertemu dengan adik dari teman dekatnya. Maya sering bercerita tentang adik laki-lakinya kepada Fara, bahkan Maya memberitahu kalau alasan ia menjadi dokter dikarenakan penyakit adik laki-lakinya. Walau Maya sering bercerita, dia tidak pernah memberitahu nama maupun kondisi dari adiknya. Namun tanpa disangka, kali ini Fara bertemu secara kebetulan.
"Oh! Jadi kamulah si adik laki-laki itu,"
"?"
"Hahahaha, kamu harus tahu kalau kamu cukup populer di Sentral, khususnya dikalangan dokter."
"Karena aku adalah adik dari Maya 'The Nerves Queen'?"
Fara meneliti Bayu sebelum menjawab pernyataannya. Bagi dirinya, dia mengenal Maya sebagai salah jenius yang hanya lahir dalam waktu seratus tahun sekali. Fara bahkan mensejajarkan Maya dengan Hamish. Perbedaannya, hal-hal temuan Maya hanya terdapat dalam bidang kesehatan khusunya ilmu saraf.
Menurut para ahli Maya Rivertale telah memajukan ilmu kesehatan lebih cepat lima puluh tahun. Hanya saja bagi masyarakat umum, kemajuan yang dilakukan oleh Maya tidak terlalu berdampak bagi kehidupan mereka, sebagaimana yang dilakukan oleh Hamish Adofo.
Sekarang di hadapan Fara, adik dari si jenius duduk dengan santainya.
"Yup! Betul sekali! Kamu harus tahu kalau Maya itu selalu bercerita tentang adiknya, tapi sama sekali tidak pernah memberikan nama. Kami sebagai jurnalis tentu penasaran, sayangnya informasi tentang keluarga Rivertale dilindungi ketat oleh pemerintah, jadi informasi tentang dirimu menjadi suatu misteri tersendiri loh!"
"…"
Fara melihat Bayu yang sama sekali tidak merespon terhadap ceritanya.
"Kamu juga harus tahu, akibat informasi tentang Rivertale dijaga ketat, banyak teori yang dibuat oleh netiz…"
"Jadi apa pertanyaannya?"
Sebelum Fara beres bicara, Bayu telah memotong perkataannya. Fara seketika termangu melihat wajah tak acuh milik Bayu.
"Kamu benar-benar tidak suka basa-basi, ya?"
"…"
"Baiklah, kita mulai dari awal cerita bagaimana kamu menemukan jasad Lesti Nastion, silahkan."
Fara mempersilahkan Bayu untuk menjelaskan kronologi penemuan jasad di dalam kosan. Bayu hanya dalam kurun waktu sepuluh menit telah menjelaskan semua yang ia alami sebelum ia tertidur. Fara mendengarkan dengan seksama sembari sesekali memberikan pertanyaan di tengah cerita. Wawancara pun beres.
"Ini sudah cukup, tidak kusangka aku malah menemukan kasus bunuh diri di sini,"
"Bunuh diri? Apa anda yakin?"
"?"
Fara sedikit terkejut dengan pertanyaan Bayu. Fara merasakan kalau Bayu tidak menganggap kasus ini bukanlah bunuh diri. Walau investigasi belum dilakukan secara intensif, tapi kondisi korban terlihat jelas kalau ini adalah bunuh diri.
'Mungkin sebaiknya aku menunggu hasil autopsi'
"Bay, bagaimana kalau kita cari makan malam?"
Ajak Fara dengan semangat ingin melanjutkan cerita dengan adik teman dekatnya ini. Bayu mendengar ajakan Fara, tapi dia merasa akan menjadi hal yang menjengkelkan kalau dia menerima ajakan tersebut.
"Mungkin sebaiknya anda pergi dahulu, sebelum polisi datang."
Brak!
Pintu kamar terbuka dengan kasar. Seorang dengan seragam polisi masuk dengan wajah yang suram. Melihat ke dalam kamar dia sedikit tertegun, selain saksi pada kasus kali ini, terdapat orang lain di dalam kamar.
"Siapa kau?!"
Seirama dengan teriakan petugas polisi, Fara dengan cepat menyelinap keluar lalu berlari ke luar gedung kosan.
"Hah! Siapa tadi? Sialan! Kamu diam di situ! Jangan kemana-mana!"
Perintah petugas sebelum berlari keluar mengejar Fara. Bayu dengan taat mengikuti perintah pertugas polisi. Duduk manis di lantai sambil meminum segelas air putih.
Sekitar sepuluh menit kemudian, petugas polisi lain masuk ke kamar. Lalu meminta kesaksian dari Bayu. Cerita yang Bayu sampaikan tidak jauh beda dari yang ia katakan ke Fara. Polisi itu lalu pergi sebelum memberi peringatan terhadap Bayu untuk tutup mulut terhadap jurnalis. Bayu yang mendengar itu hanya tersenyum tipis.
Sekitar jam sembilan malam, Bayu baru dipersilahkan pulang.
***
Tempat lain, di jalan Kemerdekaan, kota Kembang. Berdiri satu bangunan dengan empat lantai. Di depan bangunan terpampang plat dengan warna perunggu bertuliskan 'Hayam Mahkota'.
Berdiri di depan bangunan itu adalah seorang lelaki yang tidak lain merupakan Rizki Howen. Setelah dia menemukan mayat Lesti, rasa cemas yang dia rasakan terhadap temannya Adi menjadi semakin kuat. Tapi karena harus bekerja sama dengan kepolisian, Rizki harus menetap di sana selama berjam-jam.
Barulah sekitar jam tujuh malam ia dipersilahkan pulang. Rizki lalu bergegas ke kantor pusat Hayam Mahkota, sambil merasa bersalah karena meninggalkan Bayu sendirian. Setelah ia sampai, Rizki lalu mencari tahu situasi Adi ke meja resepsionis. Seperti sebelumnya, resepsionis itu berkata kalau Adi dan timnya sedang berada di luar tembok menjalani misi.
Rizki mendengar ini hanya bisa berjalan keluar gedung dengan kecewa. Rizki masih mencoba beberapa kali menghubungi Adi. Rizki juga memberitahukan situasi Lesti lewat pesan di LIFE. Namun tetap tidak ada respon.
Rizki akhirnya hanya bisa berjalan lunglai ke rumahnya. Dia bahkan tidak pernah terpikir untuk menuliskan kasus bunuh diri Lesti untuk dijadikan berita di koran tempat ia bekerja. Pikirannya kini sedang kalut.
***
Perumahan Cempaka, kota Sentral.
Pada salah satu rumah mewah, seorang wanita dengan paras cantik sedang menulis jurnal di tablet miliknya. Rambut hitamnya memiliki panjang sebahu bergaya korean bob. Sepasang mata hitamnya fokus pada proyeksi layar di udara. Wanita itu duduk dengan tegap sembari sesekali meminum kopi hangat di mejanya.
Di tengah-tengah kegiatannya, wanita itu menyadari adanya panggilan masuk dalam proyeksi layar. Wanita itu lalu menekan proyeksi tersebut, lalu seorang wanita yang rambutnya diikat dengan poni tipis muncul di proyeksinya.
"He-Ya Maya! Bagaimana kabarnya?!" ucap wanita di layar dengan nada ceria.
Wanita lain yang melihat senyum wajah orang di proyeksi langsung menekan tombol tutup. Panggilan pun usai dalam sekejap. Wanita itu lalu kembali melanjutkan menulis. Namun selang satu menit panggilan yang sama kembali masuk ke nomornya. Wanita itu menerima kembali panggilan.
"Anjir! Kakak sama adik gak ada bedanya! Kenapa kamu tutup, May?!"
"Adik?"
Wanita cantik itu, Maya Rivertale, mendapati perkataan Fara di layar agak janggal. Fara yang melihat muka serius Maya langsung menyeringai menggoda.
"Ehem! Baru saja aku bertemu dengan Bayu Rivertale! Bagaimana? aku hebat, kan?"
Maya mendengar perkataan itu langsung menaikkan nada suaranya.
"Di mana kau bertemu? Apa kau sengaja mencarinya? Apa yang kau lakukan? Mana Bayu sekarang?"
"M-M-Ma-May? Kau tahu kalau wajahmu itu seram sekali sekarang?"
"JAWAB FARA!!!"
"BAIK!"
Fara merasa kalau dirinya baru saja menggali lubang kubur dirinya sendiri. Fara tidak tahu kalau Maya sangat protectif terhadap adik laki-lakinya. Dengan hati gemetar, Fara menceritakan tentang kasus bunuh diri yang ditemukan Bayu di kota Kembang. Fara juga memberitahukan tentang kecurigaan Bayu kalau kasus ini bukanlah bunuh diri.
"Cari tahu nama dokter forensik yang menangani autopsinya!"
"Oh! Oke! Tapi beritahu aku juga ya,"
Komunikasi keduanya pun berhenti. Maya memandangi proyeksi di depannya dengan mata kosong. Sekarang Maya merasa tidak memiliki hasrat untuk melanjutkan jurnalnya. Maya sedang menimbang untuk memberitahukan kabar adiknya kepada ibunya. Setelah menimbang-nimbang, Maya memutuskan untuk tidak memberitahu. Biarkan ibunya beristirahat setelah lama bekerja untuk kedua anaknya.
Maya mematikan tabletnya lalu mengambil ponsel dari laci sebelum memakai blazer hitam yang tergantung di samping pintu. Maya berjalan ke garasi rumah lalu masuk ke mobil terbangnya. Maya pun lalu pergi di tengah gelapnya malam.