Di kantor Asatidz pembicaraan kami semakin serius.
"Raga melatih kekuatan fisik semua santri, utamakan ketahanan dan pertahanan mereka.
Kemampuan Berenang, Bepanah, dan Berkuda menjadi tanggung jawab Susi.
Sementara Er, Raga dan Susi berada dalam koordinasimu. Aku mempercayakan strategi bertahan. menyerang, jebakan, juga perubahan sistem yang diperlukan jika terjadi perkembangan situasi dan kondisi."
Ucapan Ustadz Firman benar-benar membuat kami terkejut kesekian kalinya. Bahkan Raga dan Susi memandangku dengan pandangan heran.
"Dari keseharian, interaksi dengan teman dan atasan, juga pencapaian yang dialami, pertimbangan dan kepercayaan kami terhadap Er agar memiliki otoritas untuk itu sudah matang."
Dengan ucapan beliau, Raga dan Susi berpaling dariku dan kembali fokus dengan ucapan Ustadz Firman.
Raga : "Benar sekali, Ustadz! Saya hanya berpikir, akhirnya ada yang mengakui kemampuannya!"
Aku malu ketika Raga mengatakan hal itu. Wajahnya dipenuhi senyum dan raut gembira yang cerah. Membuatku menunduk menyembunyikan wajahku yang mungkin menggambarkan betapa tak keruannya perasaanku saat ini, tak mampu terus melihat kearahnya.
Susi : "Kalo sampai yang menilai seperti itu Ustadz Firman sendiri, berarti sudah nggak perlu diragukan lagi ya, Raga."
Barusan ucapan Susi kembali membuatku terkejut. Mendadak kuangkat wajahku dan kulihat bagaimana ekspresinya saat mengucapkan itu.
Mereka berdua tersenyum kepadaku, bahkan Ustadz Firman juga. Aku mencoba menoleh kearah Tuan Zahal dan orang-orang dewasa disana dan kuatnya aura positif mereka membuatku begitu semangat hingga tak ingin mundur dari rintangan apapun yang mungkin terjadi didepan!
Ustadz Firman berdiri bersama orang-orang dewasa itu : "Baiklah, karena sudah diputuskan, maka selebihnya kami akan bersosialisasi dengan warga Kelurahan disini mengenai hasil keputusan ini."
"Siap Ustadz!"
Serentak dengan penuh semangat suara kami menggema. Menggambarkan bagaimana kuatnya perasaan bangga dalam diri kami atas kepercayaan yang dilimpahkan kepada kami.
Ustadz Firman keluar dari ruangan, diikuti oleh Ustadzah Terry, beserta seorang tamu itu keluar bergantian, Tuan Zahal berhenti sejenak sebelum keluar.
Tuan Zahal : "Jangan Goyah Apapun Hasilnya."
Beliau berpaling setelah mengucapkan kalimat singkat itu.
Kalimat yang singkat, padat, namun kuat.
Yang kami yakini tak akan pernah kami lupakan seumur hidup kami.
Hawa dingin yang kuat tertinggal seketika itu. Yang memperkuat kesan kami terhadapnya.
Kami cukup lama terpaku oleh suasana canggung itu.
"Ini kesempatan kita."
Suara Raga memecahkan keheningan itu. Aku dan Susi mencoba memperhatikan apa yang akan diucapkan Raga.
Raga : "Kita akan membentuk Pasukan 'Anti-Iblis'. Aku melatih kekuatan fisik dan mental pasukan.
Susi melatih kemampuan praktis.
Dan kau, Er, menciptakan Metode dan Sistem yang beradaptasi dengan perkembangan Iblis."
Susi tersenyum mendengar ucapannya, namun sebaliknya, aku terbelalak, ada satu keraguan besar dalam hatiku.
"Yang kita hadapi, adalah... Iblis, Raga... Susi..."
Aku terbayang semua kisah masa lalu, sejarah kebencian Iblis, juga tipu daya yang mereka lakukan, itu membuatku bergidik.
Susi : "Ya, awalnya aku meragukan ucapan Ustadz Firman. Tapi sekarang aku sadar kenapa ia menyerahkan tugas itu kepadamu, Er."
Kali ini Susi terlihat yakin. Ia menatapku dengan penuh keyakinan.
"Kaulah yang selama ini memiliki kebencian terbesar terhadap Bangsa Iblis. Mempelajari Sejarah mereka, bagaimana tipu daya mereka. Dan membuat pertanyaan-pertanyaan yang mengarah pada strategi kita untuk mengatasi tipu daya mereka."
Ia menambahkan kalimat yang memperkuat pandangannya terhadapku.
Aku bersyukur. Sungguh, tak pernah dalam hidupku diakui sampai sejauh ini selain oleh Raga : "Raga, Susi... Terima kasih! Ayo kita bangun kembali Kekuatan Manusia, dimulai dari Kelurahan kita!"
Kami melangkah keluar dari Kantor Asatidz dengan langkah lebih mantap dari sebelumnya.
Para Santri berdatangan dan masuk ke ruang kelas. Kami mempercepat langkah kami menuju kelas.
Raga sampai dikelas terlebih dulu. Tak ada santri lain yang masuk setelahnya selain aku dan Susi.
Raga : "Baik, Salam untuk kita semua!"
Mereka semua menjawab Salam dari Raga dan menunggu apa yang akan dikatakannya.
Seperti dugaanku, Raga menjelaskan kembali apa yang sudah diputuskan oleh para Asatidz. Semua Santri tingkat Awal memandang kami dengan wajah cerah, sementara teman setingkat kami dipenuhi raut heran.
Santi mengangkat tangannya : "Er? Berkoordinasi dengan Raga dan Susi? Menyusun Metode dan Sistem? Apa bisa?"
Ia adalah kembaran Sinta. Berbanding terbalik dengan kembarannya, Santi sangat tegas dan jujur. Ia berada disamping Susi dan sebanding dalam hal keberanian dan ketegasan.
Raga dan Susi melihat kearahku, aku paham bahwa ini saatnya aku maju : "Aku akan berusaha sebaik mungkin. Kesempatan pertama ini tak akan kusia-siakan dan kugunakan dengan baik.
Selain untuk menguji seberapa jauh pemahaman dan ketajaman berpikirku, juga kesempatan terbaik bagi kita untuk saling percaya."
Santi menurunkan tangannya, wajahnya terlihat lebih lunak. Sinta kembarannya yang saat ini duduk disebelahnya menepuk bahunya seraya tersenyum.
Susi : "Baiklah, mulai sekarang kita buktikan bahwa hasil didikan Ustadz Firman mengalir deras dalam darah kita! Dan kita bisa menerapkan semua ilmu yang diajarkannya pada kita!"
Seluruh santri bersorak. Penglihatanku, Pendengaranku, dan tak sengaja, Senyumku merekah melihat moment yang belum pernah kurasakan ini.
Kekompakan kelas kami, kepercayaan mereka kepadaku, Raga, dan Susi. Juga Semangat kami untuk tetap menjaga kepercayaan dari Ustadz Firman.
Seluruh hal itu seolah membuat bulu kudukku merinding, darahku mengalir deras, detak jantungku berdenyut kencang.
Siang itu kami membuat suasana kelas menjadi begitu ramai.
Aku, Raga, dan Susi menyusun jadwal harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Kami membagi jadwal agar seluruh kompetensi keahlian yang kami bawa masing-masing dapat diterima seluruh Santri secara merata sekaligus maksimal.
Raga : "Setiap Pagi setelah Fajar untuk ketahanan tubuh, Setiap malam setelah Senja untuk pertahanan diri."
Susi : "3 hari sekali untuk Renang, 4 hari sekali untuk berkuda, dan 2 hari sekali untuk Berpanah."
"Bagus, dengan jadwal seperti ini secara fisik kemampuan tubuh kita semua akan terlatih."
Raga melihatku dengan tatapan serius setelah mendengar komentarku barusan : "Lalu bagaimana dengan jadwal Pengetahuan, Latihan mengatasi Jin, dan Strategi menghadapi Jin? Itu adalah wewenangmu, Er."
Ah benar sekali, aku terlalu sibuk mendukung mereka berdua hingga aku lupa apa yang seharusnya aku lakukan.
"Baiklah, 2 hari sekali Sejarah, Teori Strategi, dan Praktik Tempur akan dilakukan bergantian."
Susi : "Hey, cepat sekali kau memutuskannya, dan bisa-bisanya langsung menghasilkan ide briliant begitu saja!"
Raga : "Sudah kubilang, Ustadz Firman tak salah memberi kepercayaan kepadanya!"
"Kalian ini..."
Lagi-lagi mereka berdua membuatku mati gaya.
Dan, hey kalian para Iblis! Ingatlah hari ini. Hari dimana kami bertiga akan menjadi 'Pioner' yang menggetarkan dunia, dan nama kami akan Menggema ditelinga Bangsa kalian!
Aku merasakan rasa kepercayaan diri yang kuat dan membuatku yakin akan kemenangan kami!
"Sombong sekali kau, Bayi..."
Seisi kelas terkejut dengan suara rendah yang parau dan menakutkan barusan.
Kami melihat sekeliling dan tak menemukan apapun sampai Sinta berteriak histeris : "Raga! Er! Susi! Lihatlah, Santi!"
Sama sepertiku, Raga dan Susi terbelalak melihat Santi.
Namun, pandangan Raga dan Susi seketika berpaling dari Santi kearahku.
Raga : "Ini... Lawan pertamamu, Er..."