Azami dan Masaki yang baru saja sampai di depan gerbang rumah, diam terperangah melihat tiga orang asing berpakaian serba hitam yang sudah berbaring di tanah tidak jauh dari mereka.
"Apa mereka sudah meregang nyawa?" Tanya Azami sambil menatap ketiga tubuh orang asing tersebut dengan tatapan tidak percaya.
Masaki yang baru saja ingin menjawab pertanyaan Azami, terhenti saat mendengar suara lain yang tidak lain adalah Juza, menjawab terlebih dulu pertanyaan Azami.
"Tidak, mereka hanya pingsan." Jawab Juza dengan sebuah pistol berada di tangan kirinya.
Azami yang baru pertama kali ini melihat Juza memegang sebuah pistol, mengedikan kedua bahunya ngeri. Belum lagi Juza kini tengah memakai kemeja putih yang dipadukan dengan rompi hitam dan jas hitam yang diletakan di kedua bahunya, membuat Azami merasa yakin jika Juza memanglah benar-benar seorang ketua gangster.
Juza yang melihat Azami dan Masaki berdiri bersebelahan dengan kedua tangan yang saling bertautan, mengerutkan dahinya heran. Meski merasa heran, Juza mengurungkan niatnya untuk bertanya langsung kepada kedua pemuda tersebut dan kini dirinya membalikan tubuh menatap kearah Tenma, Toshiro dan Daichi.
"Kalian bawalah ketiga pria itu keruangan biasa. Setelah mereka sadar, kita akan mengintrogasi mereka." Ucap Juza yang direspon anggukan kepala oleh Tenma dan Daichi.
Setelahnya Tenma, Toshiro dan Daichi pun berjalan untuk membopong ketiga pria asing tersebut.
Juza kembali membalikan tubuhnya kearah Masaki dan Azami yang tangannya masih saling bertautan.
Azami yang melihat Juza memperhatikan kearah dirinya danMasaki dengan sorot mata tidak terbaca, mengerutkan dahinya heran.
"Azami, ayo kita masuk. Sepertinya Yuri terbangun karena suara tembakan tadi." Ucap Masaki sambil mengangkat sebelah tangannya untuk menunjuk kedalam rumah dimana terlihat Yuri tengah berdiri disamping Hiro sambil berpegangan tangan.
"Kau benar, Masaki. Sepertinya Yu-chan juga merasa sangat terkejut."
Masaki menganggukan kepalanya pelan, lalu menarik tangan Azami untuk mengikutinya berjalan menuju rumah.
Saat Masaki dan Azami berjalan melewati Juza, langkah kaki Azami berhenti begitu saja saat sebelah tangannya yang bebas di cekal oleh Juza dan tentu saja juga mengakibatkan pada Masaki yang ikut menghentikan langkah kakinya karena Azami berhenti.
Azami menolehkan kepalanya kearah Juza, untuk menatap pria itu dan melayangkan tatapan heran. "Ada apa Juza-san? Apa ada yang ingin kau bicarakan padaku?"
Juza sedikit tersentak mendengar pertanyaan Azami, karena dirinya sama sekali tdak sadar jika sudah mencekal sebelah tanganAzami yang bebas.
Dengan cepat Juza melepaskan cekalan tangannya pada tangan Azami, lalu berdeham pelan.
"Tidak, nanti saja kita berbicara. Sekarang kau temuilah Yuri-chan."
Azami pun menganggukan kepalanya dan kembali berjalan menuju Yuri bersama dengan Masaki. Meninggalkan Juza yang tetap berdiri ditempatnya dengan raut wajah yang tidak terbaca.
***
"Paman Hiro! Ini pesanan pelanggan yang sudah aku catat."
Hiro yang melihat Yuri menyembulkan kepalanya dari balik pintu dapur pun melangkahkan kakinya menghampiri gadis itu.
"Kerja bagus Yu-chan! Kalau begitu paman akan memasakan pesanan mereka dan kamu kembali lah menunggu di meja barista bersama paman Kazu dan paman Nao." Ucap Hiro sambil menepuk-nepuk pelan puncak kepala Yuri.
"Baik paman, aku akan menunggu disana."
Setelahnya Yuri pun berjalan meninggalkan dapur menuju meja barista.
Hiro yang melihat Yuri sudah berdiri dimeja barista bersama Kazunari terkekeh pelan, lalu dirinya kembali menuju kompor.
"Hiro-kun, apa Yu-chan benar-benar yakin ingin membantu bekerja di kafe ini?" Tanya Ichiro yang membuat Hiro terkekeh.
"Tadi pagi saat sebelum berangkat sekolah, dia bilang pada yang lain jika mulai hari ini akan ikut membantu di kafe."
"Wah! Jika benar begitu, apa sebaiknya kita membuatkan seragam khusus untuk Yu-chan?" Sahut Masaki yang sedang memasak, membuat Ichiro dan Hiro saling melemparkan tatapan pada satu sama lain.
Ctak!
Ichiro menjentikan jarinya dengan semangat. "Ya, sebaiknya kita membuatkan seragam yang berbeda untuk Yu-chan! Seragam pelayan yang begitu lucu. Ah Yu-chan pasti akan terlihat semakin imut."
Hiro dan Masaki yang mendengar perkataan Ichiro terkekeh sambil menggelengkan kepala mereka dramatis.
"Kau ini Ichiro-san. Jika kau memang menginginkan seorang anak perempuan, cepat lah menikah sana. Agar kau bisa sesuka hatimu memasangkan pernak-pernik imut padanya." Ujar Hiro yang membuat Masaki tergelak. Sedangkan itu Ichiro berdecak sebal.
"Kau sendiri juga cepatlah menikah sana! Agar keahlian mu dalam menguncir rambut dapat tersalurkan sepenuhnya." Ucap Ichiro membalas perkataan Hiro.
"Tidak perlu menikahpun, keahlian ku sudah dapat tersalurkan pada Yu-chan. Kau lihat bukan? Setiap harinya penampilan Yu-chan selalu terlihat menarik berkat keahlian ku dalam mengikat rambut."
Ichiro mencibir perkataan Hiro. "Kalau begitu aku juga belum perlu menikah. Karena hobi ku sudah tersalurkan pada Yu-chan, kau lihat bukan setiap harinya Yu-chan selalu terlihat dengan style pakaian yang imut namun tidak tertiggal zaman."
Kini Hiro dan Ichiro saling melayangan tatapan tidak senang mereka pada satu sama lain. Bahkan Masaki yang sedari tadi memperhatikan perdebatan Ichiro dan Hiro dapat melihat sebuah percikan listrik persaingan keluar dari kedua mata mereka.
"Hiro-san, Ichiro-san, sudahlah jangan bertengkar. Meski kita semua belum berkelurga, tetapi dengan kedatangan Azami dan Yu-chan kerumah kita, membuat kita merasa seperti memiliki seorang adik laki-laki, adik perempuan serta anak laki-laki dan anak perempuan, bukan? Jadi berhentilah bertengkar." Ucap Masaki mencoba menenangkan Ichiro dan Hiro yang masih melayangkan tatapan persaingan.
"Huh, sikap mu sok dewasa sekali Masaki-kun. Padahal usia mu sama seperti Azami-kun." Dengus Ichiro yang hanya direspon dengan kekehan oleh Masaki.
Sedangkan itu Hiro menghela nafas panjang. "Hah, yang kau katakan benar Masaki. Entah kenapa saat mendengar perkataan Yu-chan beberapa hari lalu membuat ku merasa kesal."
Masaki mengerutkan dahinya heran. "Ah, maksudmu perkataan yang Yu-chan katakan saat dirinya menangis di kafe beberapa hari lalu?"
Hiro menganggukan kepalanya. "Aku yang mendengar perkataan Yu-chan mengenai paman mereka yang akan mencelakai Azami jika mengetahui mereka masih berada di Jepang, entah kenapa membuatku seolah merasa seperti seorang ayah yang tidak terima, saat emndengar anak-anak mu sedang dalam bahaya."
"Untuk kali ini, aku juga setuju dengan mu Hiro. Aku juga merasakan hal yang sama. Apalagi saat melihat Yu-chan menangis tersedu-sedu dan melihat Azamiyang begitu sedih. Itu membuat ku merasakan perasaan kesal." Sahut Ichiro yang disetujui oleh Hiro dan Masaki.
"Benar, aku juga sangat menyetujui apa yang dikatakan Juza-san pada kita, untuk selalu memasang mata kita untuk melindungi dan memperhatikan Azami dan Yu-chan. Bagimana pun juga, kini Azami dan Yu-chan sudah seperti keluarga kita sendiri bukan? Kita tidak akan tinggal diam jika salah satu anggota kita diusik atau sedang dalam keadaan terancam." Ucap Masaki yang membuat Hiro dan Ichiro menganggukan kepala mereka.
"Hello para chef, kira-kira berapa lama lagi pesanan untuk meja nomor sepuluh dan delapan belas selesai dibuat?" Tanya Fumio yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu dapur, membuat Hiro, Ichiro dan Masaki sedikit tersetak kaget.
"Ah, lima menit lagi pesanan mereka siap!" Seru Masaki sambil menunjukan sebuah piring berisi masakanya pada Fumio.
"Baiklah, kalau begitu. Aku akan menunggu dimeja barista untuk pesanan mereka."
Setelah mengacungkan satu ibu jarinya, Fumio pun menarik kembali kepalanya dari balik pintu dapur.
Sedangkan itu Hiro, Ichiro dan Masaki kini saling melemparkan tatapan pada satu sama lain, sebelum suara gelak tawa mereka memenuhi dapur.
"Hahaha, sudah-sudah, Kita harus kembali memasak. Jika tidak para pelanggan tidak akan mau lagi datang ke kafe kita." Ucap Hiro yang mulai memasukan beberapa bumbu diatas wajannya.
"Kau benar Hiro-san. Pelanggan adalah tuan kita semua saat sedang bekerja di kafe." Sahut Masaki sambil berjalan keluar dari dapur dengan sebuah piring berisikan masakan pesanan pelanggan.
Ichiro yang sedang menyiapkan sebuah mangkuk diatas meja pun terkekeh mendengar perkataan Masaki. "Ada-ada saja anak itu."
***
Yuri yang sedang menikmati milk shake strawberry sambil duduk dikursi dekat meja barista mengarahkan tatapan matanya memperhatikan para anggota gangster yang sedang merapihkan meja dan kursi kafe.
"Yu-chan, bagaimana dengan hari pertama mu membantu di kafe? Apa membuat mu lelah?" Tanya Goshi sambil menepuk-nepuk puncak kepala Yuri.
Yuripun menolehkan kepalanya kearah Goshi yang sudah berdiri disebelahnya.
"Paman Goshi! Tidak, aku sama sekali tidak merasa lelah. Membantu para paman di kafe sangat menyenangkan!"
Goshi yang mendengar perkataan polos Yuri pun terkekeh. Begitu juga dengan anggota gagster lainnya yang mendengar perkataan Yuri.
"Tapi apa kau yakin ingin benar-benar membantu kami di kafe? Lalu bagaimana dengan tugas sekolah mu?" Tanya Goshi lagi yang langsung direspon dengan anggukan kepala oleh Yuri.
"Aku sangat yakin ingin membantu para paman di kafe! Untuk tugas sekolah, aku bisa mengerjakannya setelah pulang dari kafe. Lagi pula, aku tidak terlalu sering mendapat tugas rumah dari sekolah."
Goshi mengangguk-anggukan kepalanya. "Baiklah jika itu memang mau mu Yu-chan. Aku tidak akan melarang mu ataupun memaksamu."
Yuri mengulaskan senyum cerah diwajahnya."Ya, paman Goshi."
Azami yang sudah menyelesaikan bagiannya untuk mengepel lantai pun, berjalan menghampiri Yuri dan Goshi.
"Yu-chan. Apa kau sudah ingin pulang?" Tanya Azami saat dirinya sudah berdiri didepan Yuri dan Goshi.
"Memang aku sudah dibolehkan untuk pulang, niichan?" Tanya Yuri kembali pada Azami yang membuat sang kakak dan Goshi mengerutkan dahi heran.
"Tentu saja, kafe sudah akan ditutup." Jawab Azami sambil melirikan matanya pada Goshi.
Yuri terdiam sesaat. "Tetapi para paman belum terlihat sudah ingin pulang."
Azami mengetuk-ngetukan jari telunjuknya diatas meja barista. "Ya, sebentar lagi kami semua akan pulang. Tetapi sebelum pulang, kami harus membersihkan kafe terlebih dulu."
"Ah, kalau begitu aku akan pulang jika para paman juga pulang! Aku ingin kita semua pulang bersama-sama." Ucap Yuri begitu bersemangat, membuat para anggota gangster yang mendengarnya merasa terharu dengan sorot mata mereka berkaca-kaca.
Goshi yang memperhatikan para anggota gangster menampakan ekspresi yang sama satu sama lain pun tertawa geli didalam hatinya.
Sedangkan itu Azami yang mendengar perkataan Yuri dengan nada begitu bersemangat pun hanya bisa menganggukan kepalanya pasrah mengikuti apa yang diinginkan oleh Yuri.
Para anggota gangster yang mengetahui jika Yuri tengah menunggu mereka untuk pulang bersama-sama pun langsung bergegas mempercepat membersihkan kafe, karena mereka tidak ingin membuat Yuri menunggu terlalu lama.