Martin duduk di dalam mobil namun pikirannya melayang dan hanya tertuju pada satu titik, yaitu gadis kecil berkerudung.
Mata tajamnya menatap jauh keluar jendela, walau tak jelas apa yang sedang Ia pandang, namun Martin terlihat fokus pada satu pikiran.
"Tuan." Lalu terdengar suara Jasson memanggil dirinya membuat Martin menoleh.
"Ada apa?" Kata Martin dengan tatapan dingin.
"Gadis itu bernama Yolanda Mahendra, dia tinggal di jalan Road Rose Avengue." Lapor Jasson.
"Terus awasi dia, cari tahu laki-laki yang bersama dengannya tadi." Titah Martin, lalu Kembali Martin menatap keluar jendela, sedangkan Jasson langsung mengangguk patuh walau Martin tak melihat anggukannya.
'Yolanda Mahendra. Apa dia anak pemilik Mahendra corp?' Pikir Martin.
'Ada apa dengan diriku, kenapa aku harus perduli dengan gadis itu?' Batin Martin tak mengerti dengan apa yang terjadi dengan dirinya, Ia benar-benar tak habis pikir bagaimana Yola mampu mengalihkan dunianya. Dan mampu mengambil segala perhatiannya.
Martin bukan tipe orang yang pemalas atau menyia-nyiakan waktu, dia akan menghabiskan waktu untuk bekerja, namun saat ini Ia lebih senang untuk melamun, ketimbang sibuk dengan urusan kantornya.
Sementara Yola dan Abdul tengah asik menikmati waktu mereka di bukit yang penuh bunga-bunga yang sedang bermekaran, saat ini di negara C, sedang musim semi, jadi banyak tumbuhan yang sedang mulai tumbuh dan bunga-bunga bermekaran.
"Indah sekali, bagaimana kau tahu tentang tempat ini?" Tanya Abdul sambil merangkul bahu Yola.
"Aku dulu sering diajak kemari oleh Ayah dan Bunda." Jawab Yola, sambil memeluk pingang Abdul dengan satu tangannya.
"Ini benar-benar tempat yang indah."
Mereka menikmati hari itu dengan berjalan-jalan berdua, dari mulai kebukit, jajan, belanja keperluan Yola sampai main game di game station. Abdul dan Yola sangat menikmati kebersamaan mereka, untuk sesaat mereka sangat bahagia, namun disisi hati mereka yang lain tetap merasa sedih karena perpisahan yang akan membuat jarak bagi mereka yang jauh.
Sebelum ini mereka tidak pernah berpisah jauh dan lama, dan kini mereka harus menerima kenyataan jika mereka harus terpisah jarak dan perbedaan waktu yang sangat mencolok.
Yola menyandar di pundak Abdul saat mereka berada di mobil yang sedang melaju ke rumah mereka.
"Besok aku pulang, kamu jangan nakal." Pesan Abdul pada Yola.
"Kenapa harus besok sih?" Tanya Yola.
"Karena pekerjaanku banyak yang harus segera aku selesaikan sayang." Ujar Abdul mencoba memberi pengertian pada Yola.
"Sehari lagi deh." Tawar Yola.
"Sayang, liburan semester aku bakal datang kok."
"Bener ya."
"Iya, Inshaallah, semoga jadwalku tidak banyak."
Mobil yang mereka kendarai masuk kedaerah pemukiman tempat dimana mereka tinggal, tanpa mereka ketahui jika di samping rumah yang Yola tempati telah ada penghuni baru , dan tepat dibelakang mereka ada satu mobil yang selalu mengikuti mereka kemanapun selama seharian ini.
"Kamu sudah kenal denganwarga sekitar sini Yola?" Tanya Abdul.
"Ya, samping rumah itu tempat tinggalnya Mr. Brwon. Dan yang sebelah sana itu rumah Nanny Nancy."
"Yang itu…." Yola berhenti berbicara namun matanya menangkap sesosok laki-laki yang sepertinya pernah Ia lihat.
"Yang itu apa?" Tanya Abdul.
"Yang itu penghuni baru, aku belum pernah melihatnya." Ucap Yola yang membuat Abdul mengangguk.
"Ya, mungkin penghuni lama telah pindah." Jawab Abdul.
"Mungkin juga." Tandas Yola.
"Pak, apa bapak tau siapa yang menempati rumah Madam Loren?" Tanya Yola pada sang sopir yang kemudian menatap Yola dengan kaca spion.
"Maaf Nona, tapi saya belum pernah lihat orang itu, seperti mereka baru saja pindah." Ujar Pak Sopir.
"Ow begitu ya."
"Iya, karena dari kemarin saya belum pernah melihat orang itu, berarti kemungkinan besar baru tadi siang, mereka baru menempati rumah itu." Kata Pak sopir.
"Ow," Ucap Yola sesantai mungkin padahal Ia melihat laki-laki yang menabraknya lah yang menempati rumah tersebut.
Perumahan yang ditempati oleh Yola dan Fatih adalah perumahan kusus bagi para pengusaha, jadi sudah bisa dipastikan jika orang yang menempati perumahan itu adalah para pengusaha sukses.
Yola dan Abdul turun dari mobil lalu keduanya masuk kedalam rumah, lagi-lagi tanpa mereka sadari kamera kecil yang menancap di ujung rumah sang penghuni baru menangkap aktifitas di halaman rumah yang ditempati Yola dan Abdul.
Tangan laki-laki itu terkepal erat, hingga jari jemarinya memutih. Ada perasaan kesal sekaligus cemburu yang tiba-tiba saja hadir dan menghinggapi hati laki-laki itu, padahal baru tadi siang Ia melihat gadis berjilbab tersebut.
Dan darahnya seolah mendidih ketika tahu jika Abdul adalah suami dari Yolanda, gadis yang menabraknya di lorong kampus.
"Harusnya kau hanya milikku Yolanda Mahendra." Ucap Laki-laki itu dingin.
"Atau aku harus membuatmu menjadi milikku?"
"Aku tak perduli jika laki-laki itu adalah suamimu, yang aku tahu aku menginginkanmu." Ucap Laki-laki itu lagi, sambil menatap laptop yang berisi rekaman wajah Yola yang sedang turun dari mobil bersama dengan Abdul.
"Apa yang bisa diberikan oleh laki-laki itu untukmu? Sedangkan aku punya segalanya yang orang lain tak punya." Gumam Laki-laki itu masih dengan tatapan tajam dan meneramkan.
Setelah mandi dan berpakaian lengkap Yola duduk dipangkuan Abdul di balkon jendela, tepat saat itu, Martin keluar dari kamar dan berdiri di balkon.
Martin menatap Yola yang sedang bercanda dengan Abdul dan tampak sekali kebahagiaan yang terpancar dari keduanya, bahkan Abdul terlihat sangat menyaynginya dan memanjakannya.
"Sial!!" Ucap Martin lalu masuk ke dalam kamarnya karena hatinya cukup panas melihat kemesraan Abdul dan Yola.
"Aku harus benar-benar membuatmu menjadi milikku Yolanda." Ucap Martin lalu berusaha menutup kedua matanya, namun ia tak mampu. Bayangan Yolanda yang tersenyum bahagia terus menghantui Martin.
Dulu Ia melihat istrinya berselingkuh rasanya tak sesakit ini, tapi sekarang dia bahkan belum mengenal Yola. Lalu kenapa Ia begitu berambisi mendapatkannya, ada apa sebenarnya dengan dirinya? Ada apa dengan hatinya? Sungguh Martin dibuat frustasi oleh perasaannya sendiri.
Martin turun dari ranjang, lalu mengambil sebatang rokok dan mulai menyalakannya, menyesapnya perlahan hingga asap putih mengepul melalui mulutnya.
"Kau membuatku gila Yolanda." Gumam Martin di dalam kamarnya.
"Apa yang harus aku lakukan, aku tidak boleh terus menerus seperti ini, aku harus melakukan sesuatu." Ucap Martin berusaha menolak apa yang terjadi dalam hatinya.
"Baru pertama kali aku melihatmu, rasanya hatiku sangat kaku dan pilu, karena tak mampu memilikimu."
"Tuhan apa yang terjadi pada hatiku?"
Sementara Martin yang bingung dengan perasaannya sendiri, Abdul dan Yola tengah asik bermesraan diatas ranjang yang empuk milik mereka, Martin beruntung karena semua bangunan tersebut kedap suara, jadi Ia tak perlu khawatir bertambah gila karena mendengar suara-suara yang mengalun indah dari surge dunia.