Di pulau terpencil seorang pria tengah duduk menatap tempat tidur yang kini kosong. namun sesaat dirinya terbuai dengan aroma parfum yang biasa di pakainya. rasa sesak di dalam hatinya semakin dalam namun dia berusaha untuk tidak memperlihatkan pada siapapun.
Cinta bertepuk sebelah tangan yang selana ini di rasakannya.
"Tuan muda. apa yang terjadi?" Bi Minah yang melihat kondisi tuan muda merasa nyeri. bagiamana dia mencintai wanita yang selalu berada di hatinya. bagaimana perjuangan yang dia lakukan agar bersama dengan wanita yang di cintainya, hingga suatu hari wanita yang dia cintai telah menjadi pelampiasan balas dendam dari saudaranya yang tidak lain adalah Brian. dendam yang pernah dia rasakan pada wanita yang sama namun suatu hari kebenaran tentang wanita yang menjadi alat balas dendamnya ternyata bukanlah keturunan keluarga yang seharusnya menjadi alat balas dendam. berlahan dia melepas dendamnya dan berubah menjadi cinta yang tumbuh di dalam hatinya. ia mengubah identitasnya demi bersama dengan wanita yang telah mencuri hatinya. semua yang di lakukannya Bi Minah saksinya. ya Bi Minah adalah saksi hidup bagaimana Mario berjuang demi Zahra, wanita yang hingga kini berada di dalam hatinya.
"Tidak ada Bi. aku hanya merindukan Al,"
"Kenapa tuan muda tidak kesana? pergilah Tuan temui dia katakan jika Tuan Mario mencintainya."
"Bibi, bicara apa? A..aku hanya rindu pada Al. dia keponakanku keturunan keluarga Wisongko." Kilahnya, Mario tidak ingin mengakui rindunya pada Zahra.
"Bibi. mengerti apa yang Tuan rasakan, itu sebabnya bibi ingin Tuan muda menemuinya Nak Zahra katakan isi hatimu padanya,"
"Itu tidak mungkin Bi. Zahra tidak pernah mencintaiku, di hatinya kini telah terisi rasa dendam pada Brian."
"Apa tuan sudah mencobanya? jika sudah biar Bibi yang mendekatinya. tapi jika belum tuan sendiri yang harus mencobanya."
'Terima kasih Bi, aku akan mencobanya."
"Pergilah tidur Bi, ini sudah malam. aku akan kembali kekota satu jam lagi." Lanjutnya.
"Tuan tidak menginap?"
"Tidak Bi. masih banyak pekerjaan yang harus di selesaikan."
"Baiklah. Bibi akan pergi, Tuan jaga diri baik-baik. Bibi pergi selamat malam Tuan."
"Malam Bi." Mario memejamkan matanya, ingin rasanya dia melupakan wanita pemilik nama Zahra. namun lagi-lagi bayangan wajahnya hadir membuat cintanya semakin besar padanya.
Di apartemen Zahra yang lebih dulu terbangun, telah menyiapkan sarapan pagi untuk putranya. tidak berapa lama terdengar langkah kaki seseorang yang memakai sendal berbunyi.
"Mama ... ," Suaranya yang nyaring membuat Zahra melepas garpu yang berada di tangannya.
"Sayangnya Mama sudah bangun. kemarilah, kita sarapan bersama." Zahra berjongkok untuk menjajarkan tubuhnya dengan putranya yang berusia dua tahun, namun kecerdasan melebihi anak seusianya.
"Erna, mari kita sarapan bersama." Erna duduk di kursi yang berada di hadapan Zahra. meja makan yang penuh Dengan ocehan Al membuat Zahra, tertawa bahagia.
Usai menyantap sarapan paginya, Zahra membawa Al kedalam kamar. namun hingga sampai di depan pintu terdengar suara bel berbunyi.
"Nyonya biarkan saya yang membukanya."
"Baiklah, jika mencariku suruh dia menunggu dan buatkan minuman untuknya. aku akan mandi bersama Al."
"Baik Nyonya."
Zahra melanjutkan langkahnya menuju kamar, ia akan mandi bersama dengan Al. seperti biasa mereka akan bermain air.
Di luar Erna yang membuka pintu, namun lidahnya seakan menempel hingga terdengar suara bariton terdengar.
"Boleh aku masuk? kenapa hanya diam?"
"Eh ! silahkan Tuan. Nyonya sedang mandi."
"Terima kasih,"
Erna meninggalkan Alfred, sesuai permintaan Zahra. dia membuatkan minum untuk tamu yang mencarinya.
"Silahkan minumnya Tuan!"
"Terima kasih,"
"Sama-sama Tuan, saya permisi Tuan masih ada pekerjaan."
"Ya, tunggu! ini untuk Nyonya bawalah kedalam,"
Erna mengambil berapa kantong berisi bermacam makanan ringan dan kue kesukaan Zahra, Erna meletakan di atas meja dia ingin Nyonya yang melihatnya terlebih dahulu.
Alfred menatap sekeliling Apartemen yang mewah milik Zahra. pandangan melihat ke arah dinding, dia tidak menemukan satu foto terpasang disana, namun dia menangkap sebuah foto di kamar yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk saat akan melihatnya. terdengar seseorang berlari membuatnya kembali duduk.
"Al. kemarilah,"
"Mam ayo kejar aku hingga dapat."
"OH ! baiklah Mama akan mengejar mu Al, bersiaplah Mama akan menangkap mu."
Al berlari keluar dan Zahra yang tidak melihat ada Alfred terus mengejar Al, hingga dapat. tawa mereka memenuhi seisi Apartemen tanpa mereka sadari seseorang menatapnya dengan senyum indah. Zahra yang tidak menyadari seseorang menatapnya. terus mengejar Al hingga mereka saling berguling hingga tatapan Zahra menatap sosok pria berada di ruang tamu. tawa Zahra hilang seketika melihat seorang pria berada di dalam Apartemen.
"Mama, kenapa berhenti. Ayo kita bermain lagi."
Suara Al menyadarkan Zahra. berlahan dirinya bangun dan membawa Al pada Erna.
"Al, sayang bermainlah bersama Bi Erna. setelah tamu Mama pulang kita akan bermain lagi bagaimana?"
Mendengar yang di katakan Zahra, Al mengangguk dan berpindah ke Erna.
"Bermainlah di taman belakang, setelah selesai aku akan menemui kalian."
"Baik Nyonya."
Setelah Erna pergi, Zahra menemui tamu yang telah menunggunya.
"Jasmine, maaf. jika kehadiran ku menganggu waktumu bersama putramu,"
"Ada apa Tuan Alfred kesini?" Tanpa menjawab pertanyaan Alfred, Zahra balik bertanya.
"Tidak ada hal yang penting sebenarnya. aku kesini hanya ingin bertemu denganmu?"
"Sekarang sudah bertemu. apa yang ingin Tuan katakan padaku?"
"Jasmine apakah dia Putramu?" Tanya Alfred.
"Ya dia Al Putraku!"
"Apakah, kau sudah menikah?"
Zahra hanya menundukkan wajahnya, dadanya kembali nyeri setelah kenangan pahit hidupnya kembali terlintas dalam benaknya. hari ini dirinya tidak bisa mengelak Alfred mengetahui Al, tidak mungkin dirinya menutupi lagi.
Berlahan dia menghela napasnya dalam-dalam. sesaat nyeri itu kembali menyeruak di dalam dadanya.
"Ya, aku sudah menikah. lebih tepatnya aku adalah seorang janda. kamu tau bukan seorang janda adalah sesuatu yang sangat menjijikan Haha ....," Tawa Zahra yang terdengar sangat keras namun air matanya lagi-lagi luruh tanpa persetujuannya. tidak ingin Alfred melihat sosok Jasmine yang lemah, dengan cepat dia menghapus air matanya menggunakan lengan bajunya.
"Apakah Brian mantan suamimu Jasmine?" Mendengar pertanyaan Alfred membuat tawa Zahra berhenti seketika.
"Bagaimana kamu bisa berfikir jika Brian adalah mantan suamiku?" Tanya Zahra.
"Maaf Jasmine. tapi aku hanya menebaknya, melihat interaksi kalian berdua, terlebih dengan Brian waktu bertemu denganmu pertama kalinya. sikapnya berubah hingga kejadian saat berada di pesta malam tadi. Zahra maaf aku mengetahui semuanya. jangan berfikir aku akan mengatakan pada Brian. tidak. akan tapi sebaliknya aku ingin membantumu, dengan mengetahui siapa dirimu akan mudah bagiku untuk membantu mu Zahra!"
Zahra menatap wajah Alfred yang berada di hadapannya. sungguh dirinya tidak bisa mengelak lagi. ya akan sangat mudah orang mengetahui dirinya terlebih seorang Alfred yang memiliki kuasa, akan mudah untuk mencari tau siapa dirinya.
"Terima kasih Alfred, tapi aku tidak membutuhkan bantuanmu aku bisa mengatasi ini semua."
"Bagaimana dengan kuliahmu? lalu bagaimana kalau Brian mengetahui Al putranya, apa kamu yakin bisa mengatasinya?"
"Dia tidak punya hak atas putraku. putranya telah mati Zahra dan putra yang berada dalam kandungannya telah mati saat kekasihnya membakar hidup-hidup kami. dia tidak ada hak atas putraku. dia adalah dalang pembunuhan kami."
"Apa maksudmu Zahra, Brian Adalah ayah dari Al putramu? jadi laki-laki itu yang membuatmu seperti ini?" Zahra yang tanpa sadar telah terpancing dengan kata-kata Alfred hanya diam seribu bahasa. rahasia yang selama ini dia simpan rapat-rapat kini telah di ketahui oleh orang lain. dan lebih parahnya orang itu adalah rekan bisnisnya lebih tepatnya sahabat dari mantan suaminya. wajah Zahra berubah pucat dirinya menyesali perkataannya. Zahra meninggalkan Alfred dengan cepat namun lengan besar menahan tubuhnya.