Para musisi itu sedang memainkan alunan musik santai dengan aliran musik jaz. Itu adalah musik kesukaan dari Eva. Tentu Hilman yang telah merencanakannya. Alih-alih untuk memeriahkan pesta pernikahan dengan Laila, ia juga bermaksud untuk menyenangkan Eva.
"Mengapa Hilman membuatkan pesta pernikahan yang aku suka?" Eva merasa pesta ini adalah untuknya. Ini pesta pernikahan yang ia mau. Ini bukan pesta pernikahan untuk Hilman dan Laila.
Hilman tidak pernah menyesali pernikahan dengan Eva. Walau ia tidak bisa membuatkan pesta pernikahan mewah untuk Eva, setidaknya ini bisa menggantikan keinginannya. Walau ini terlambat bagi mereka, hanya ini yang bisa dilakukan oleh Hilman.
Hilman mendekati penyanyi di atas panggung, membisikan sesuatu kepadanya. Penyanyi itu pun tahu apa yang harus ia lakukan. Inilah saatnya untuk menunjukkan kebolehannya dalam mengaransemen sebuah lagu. Lagu yang tidak pernah didengarkan sebelumnya.
"Baik," jawab sang vokalis sambil mengangguk.
Grup musik yang saat ini tampil di panggung adalah sebuah grup yang terdiri dari para pemuda desa yang memiliki kemampuan memainkan berbagai alat musik. Hilman telah mengumpulkan mereka karena melihat potensi yang ada di dalam diri para pemuda. Hilman juga memodali mereka dengan alat musik yang mereka pelajari.
Dulunya mereka tidak saling mengenal. Berkat teknologi berupa media sosial, mereka dipertemukan oleh Hilman. Kebetulan Hilman telah mencari para pemuda yang bisa bermusik. Apalagi musik jaz yang disukai oleh Eva.
Kesempatan ini digunakan dengan baik oleh Hilman untuk acara pernikahannya. Ia khusus memberikan persembahan kepada Eva. Walau ini pernikahannya dengan Laila.
Walau mereka baru saja dikumpulkan, nyatanya sudah lancar berkolaborasi. Di antara mereka ada yang sudah saling kenal dan ada pula yang baru bertemu seminggu lalu. Sejak seminggu lalu Hilman telah mencari para pemain musik yang berada di desanya.
Hilman mengapresiasi para musisi tersebut dengan cara mempersatukan mereka. Saat di kota, Eva juga seorang musisi yang pandai memainkan alat musik. Ia tidak ingin nasib para musisi desanya sama dengan Eva. Karena faktor ekonomi membuat Eva berada di dunia kelam saat masih berusia belasan. Mereka terdiri dari tiga pemuda dan dua pemudi. Dibentuk sebuah band yang ternyata mereka menguasai beberapa genre musik.
"Bagaimana rasanya saat seorang dalam keadaan keterpaksaan dalam cinta? Mungkin di sini ada yang pernah mengalami?" Sang vokalis melayangkan pertanyaan pada para hadirin.
Para tamu undangan pun melihat ke arah sumber suara. Seorang lelaki yang sedang memegang mic dan tersenyum ke arah penonton.
"Baiklah ... sebuah lagu persembahan dari kami. Ini lagu pertama kali kami nyanyikan. Maka dengarlah lagu ini ... sebuah lagu karya seseorang yang wanita hebat. Seorang wanita paling kuat sedunia."
Pemain instrumen mulai membunyikan alat musik mereka. Dengan iringan musik bertempo lambat dan mengalir lembut, membuat kagum para tamu undangan. Mereka tidak menyangka di desa mereka terdapat bakat terpendam yang tidak mereka sadari.
•••
Hanya kepada dirimu kuserahkan hidupku
Hanya kepada dirimu kutitipkan hatiku
Walau ujian cinta berliku
Percayalah badai kan berlalu
Seperti rinai hujan menghujam ke pelupuk sanubariku
Kugapai dalam angan dalam suasana sendu
Langit pekat hitam kelabu
Saat hujan tercurah ...
Lamunan tentang dirimu
Aku tahu disetiap nafasku kuingat dirimu
Walau pahit kurasa saat kau bersama dengan dirinya
Walau kau bukanlah untukku
Hanya satu doaku curahkan ...
Setiap waktu ku pejamkan mata ini
Teringat masa masa indah bersamamu
Kaulah canduku
Hilangkan dahagaku
Ingin ku memelukmu dalam anganku
Ingin ku rasakan cinta itu bersamamu
Tak perlu takut ...
Ada aku di sisimu
Tak perlu ragu
Aku selalu ada untukmu
Walau kau telah bersamanya
Akan ku kenang dirimu dalam sanubariku
Agar kau tenang dan bahagia ...
Aku rela meski sakit kurasa ...
Meski kau bukanlah untukku ...
Namun inilah hidupku ...
Di sini ...
Aku merindukanmu ...
•••
Para tamu undangan menikmati sajian lagu yang tengah dilantunkan grup musik dadakan tersebut. Walau dalam pedesaan, tidak kalah bagusnya dengan musik perkotaan. Beberapa dari mereka menikmati musik dengan tenang.
"Ini!" Eva tidak menyangka lirik lagu ciptaannya telah dinyanyikan oleh mereka. Tentu ia sangat senang mendengar lirik demi lirik lagu tersebut.
"Apa kau senang, Sayang?" Hilman bertanya pada Eva. Lelaki itu mengetahui Eva memang suka menulis lirik-lirik puisi atau lagu.
Walaupun Eva tidak bisa bernyanyi, kemampuan membaca puisinya adalah yang terbaik. Puisi-puisi itu pun ia berharap bisa dimainkan menjadi sebuah lagu. Sebenarnya itu pun sebuah puisi yang pernah dibacakan oleh Eva.
Sebuah puisi yang dimusikalisasikan menjadi lagu itu terdengar indah dan merdu saat berada di tangan orang yang tepat. Sekarang Hilman telah menemukannya. Sekarang Hilman telah mewujudkan keinginan Eva agar puisinya bisa menjadi lagu.
"Sungguh musikalisasi puisi itu, bagus, yah?" Eva meneteskan air mata bahagia. Seandainya ini adalah hari pernikahannya, ia akan lebih bahagia.
"Kamu anggaplah ini sebagai pengganti perayaan pernikahan kita, Sayang," bisik Hilman di telinga Eva.
"Oh, terima kasih, Mas. Kamu telah memberikan apa yang aku impikan."
Hilman bukan penyanyi, tidak tahu apa itu jiwa seni atau semacamnya. Tapi Eva tahu Hilman selalu menghargainya. Hilman selalu menghargai orang di sekelilingnya. Hilman terlalu baik buat dirinya. Ia sangat bahagia saat Hilman melakukan segalanya untuk Eva.
"Sama-sama, Sayang. Bagaimana kalau sekarang kita duduk dan makan?" Hilman membawa Eva menuju ke meja yang sudah ada makanan di atasnya.
"Iya, Mas. Kamu mau apa? Biar aku ambilkan," kata Eva bertanya pada Hilman. Eva mengambil piring dan nasi.
Hilman tidak menolak apa yang akan diambilkan oleh Eva. Bagi Hilman, apa saja yang diberikan Eva, ia akan menerimanya. Walaupun Eva memberinya racun pun, ia akan menerimanya.
Saking cintanya Hilman pada Eva, membuat dirinya tidak akan memandang wanita lain, termasuk Laila. Bukankah sudah jelas, Laila hanyalah orang ketiga dari hubungan percintaan Hilman dan Eva? Bagi Hilman, Laila tidak sebanding dengan Eva. Eva di atas segala-galanya dibandingkan dengan Laila yang baru saja masuk menjadi bagian hidupnya.
Hilman mengajak Eva untuk duduk di kursi. Mereka makan dengan Hilman yang menyuapi Eva. Karena hal itu, membuat Redho yang melihatnya menjadi naik darah.
"Sampai kapanpun saya tidak rela anakku bersama wanita itu!" geram Redho.
"Tenang, Pa. Urusan percintaan anak kita, jangan terlalu ikut campur, Pa. Biarkan mereka!" ucap Seruni. Seruni mencoba menenangkan Redho dan mengelus dadanya.
"Tapi bagaimana dengan Laila? Papa tidak ingin mengecewakan Fattah di surga. Papa tidak ingin Hilman mencampakkan menantu kita," tutur Redho di samping istrinya.
"Tidak, Pah. Pasti almarhum Fattah dan almarhumah Maisaroh akan menerimanya. Kita tidak bisa memisahkan cinta mereka. Biarlah perasaan cinta Hilman dengan Laila tumbuh dengan perlahan!"
"Kamu selalu membelanya, Ma," tolak Redho yang tidak suka.
Bagaimana ia bisa menerima Eva menjadi menantunya, kalau Eva sendiri tidak pernah menghormatinya sebagai mertua. Hilman pun tidak pernah mendengar apa yang dimintanya.
***