Download App
4.77% Another World Chronicles Universe / Chapter 30: Chapter 28. Berakhirnya Pertarungan

Chapter 30: Chapter 28. Berakhirnya Pertarungan

Pukulan dan tebasan dari kedua gadis memang tidak berpengaruh apapun pada kondisi fisiknya. Namun ada yang aneh pada mereka berdua. Kobaran api pada tangan Aisyah menyala-nyala. Begitu juga cahaya bersinar milik pedang Florensia. Pedang Great Sword miliknya mengalami gesekan dengan dua elemen dari mereka. Panas dan silau yang tergambar dari ekspresi Vega. Apa-apaan ini? Aku sudah memprediksi kekuatan Grand Master. Tetapi gadis ini? Siapa dia sebenarnya! jeritnya dalam hati. Aisyah akhirnya berhasil memantulkan serangan ke belakang. Vega terpental dan perutnya kesakitan.

"Tch!"

Florensia berlari sambil kedua tangan memegang pedang tidak kasat mata. Kemudian menebas tubuh Vega dengan seluruh kekuatannya. Aisyah berlari kencang. Menendang dengan kedua kakinya. Vega terpental walau hanya sejengkal saja. Ketika dia berniat meluncurkan serangan balasan, tiba-tiba Vega menerima telepati dari laki-laki berseragam putih.

"Mundur sekarang. Kau tidak akan bisa mengalahkan mereka."

"Apa yang kaukatakan? Aku belum—"

"Para Knights Templar menuju kemari. kemungkinan besar kau akan kalah berhadapan dengan mereka. Apalagi, kemunculan seorang gadis berhijab tiba-tiba merusak rencanaku."

"Kalau begitu—"

"Aku punya mainan yang bagus mengenai rencana selanjutnya. Ke depannya, kau bisa menggunakan tanpa menahan diri lagi. Bagaimana?" tawarnya.

Vega mengalami dilemma. Dia tidak menyangka yang semula hanya menghabiskan waktu kebosanan dengan laki-laki berseragam putih, berubah menjadi berantakan. Dia yakin, orang itu sudah memikirkan rencana tersebut dengan matang. Tidak ada pilihan lain bagi Vega kecuali menuruti rekannya. Dia berteriak marah, mengayunkan Great Sword bermotif tengkorak. Melepaskan serangan bulan sabit pada mereka dan menghilang.

"Menghilang?" gumam Florensia.

Dari kejauhan, laki-laki berseragam putih tersenyum kecut. Melihat para pengikut Florensia bersikeras utnuk menemui Grand Master. Beberapa menit berselang, Vega datang dengan ekspresi marah.

"Aku tahu kau sedang kesal. Tapi … orang itu menarik juga," katanya terkekeh.

"Menarik? Yang kau maksud itu gadis berhijab itu?" tanya Vega.

"Ya. Siapa sangka bahwa gadis itu masih hidup. Kalau tidak salah, Boss dan kita telah menghabisi semuanya di desa itu, bukan?"

Laki-laki terus tersenyum tanpa henti. Senyuman yang tidak dipaksakan dan memunculkan aura misteriusnya. Vega merasa akan ada hal yang menarik peristiwa ini. Dia memilih menunggu dan berlatih untuk mengalahkan kedua gadis tersebut.

Di tempat sekolah, para Knights Templar datang untuk menolong Florensia. Minta maaf karena terlambat respon. Argon berlutut, berusaha menahan rasa sedih akibat tidak mampu melindungi Grand Master dari dalam bahaya. Kemudian, mereka berterima kasih pada Aisyah karena telah melindunginya.

"Kenapa kalian berlutut padaku? Sungguh aku baik-baik saja. Yang paling penting sekarang, kita harus membawa dua orang korban untuk diautopsi. Salah satu dari kalian apakah punya kenalan kepolisian?" tanya Aisyah.

"Kami rasa tidak punya kenalan polisi. Tapi—"

"Tapi?" tanya Aisyah.

"Saya tahu siapa yang anda maksud," ucap Argon penuh percaya diri.

Seketika, ekspresi Florensia menjadi rumit. Dia memiliki firasat buruk soal ini. Tiba-tiba, Florensia menghampiri Argon dan mencengkram kedua bahunya sampai dia terasa sakit.

"Aduh aduh aduh sakit! Apa-apaan, Grand Master?" tuntut Argon.

"Kau berniat untuk memanggilnya kemari, 'kan?"

"Memangnya kenapa?"

"Aku tidak sudi bertemu dengannya!" bentak Florensia dengan mata melotot ke arahnya.

Aisyah memiringkan kepala. Dia menoleh pada para pengikutnya. Mereka juga memiliki reaksi yang sama dengan Aisyah.

"Siapa yang kau maksud?" tanya Aisyah.

Laki-laki tua berkumis putih menghampiri mereka. Tongkat kayu digenggam dan mengenakan baju seragam batik warna biru kecoklatan. Sepatu pantofel dan kaos kaki hitam dia kenakan.

"Putraku bernama Hugo. Aku yakin, dia pasti senang ada kasus yang unik di sekolah ini."

"Pak Setiawan!"

Ketika mau menyapa beliau, Aisyah berpikir keras. Entah kenapa, nama Hugo tidak begitu asing di telinganya.

"Unik kata anda bilang?" tambah Aisyah.

Pak Tono, guru BK bergegas menuju lokasi kejadian. Dia melihat dua siswa tewas di tempat. Bekas penggalan dan kepala di sampingnya, membuat para guru maupun siswa berpaling. Memuntahkan isi perutnya. Ada yang menangis, sedih dan marah. Aisyah dan Florensia berusaha mendekati para siswa. Tetapi, muncullah seorang laki-laki berseragam hitam. Mengenakan kacamata dan berambut perak. Mata birunya berkilau, menengok para korban.

"Anda—"

"Kau pasti Aisyah Marwadhani. Benar kan?"

Aisyah mengangguk pelan. Laki-laki berambut perak melihat Florensia beserta para pengikutnya. Melantunkan doa untuk para korban yang berjatuhan. Langkah kaki berjalan menuju tempat kejadian, berjongkok sambil mencolek darah mereka.

"Siapa kau? Berani-beraninya masuk ke dalam sekolah tanpa izin!" sembur Pak Tono

Namun laki-laki berambut perak mengabaikan suara lantangnya. Karena tidak terima, Pak Tono mencengkram baju kerahnya dengan ekspresi dongkol.

"Apa kau yang telah membunuh murid-muridku, huh!"

"Pak Tono! Bukan dia yang melakukannya?"

"Bisa saja bukan dia menyuruh orang lain untuk—"

"Bisakah kau berhenti bicara. Atau mulutmu akan kusumpal dengan air sungai styx!" katanya melotot tajam pada Pak Tono.

Aisyah ingat dengan orang itu. Laki-laki berambut perak bernama Goro Tsukishima. Dia terlihat karismatik dan memancarkan aura keren pada area sekitarnya. Namun, karena situasi memburuk, dia tidak ada waktu untuk menebar pesona. Kemudian, Goro melirik pada Aisyah.

"Anda pasti Goro, bukan?"

"Ya, itu benar.

"Kalau begitu, kenapa Gufron atau orang lain tidak angkat telponnya?"

"Gufron sedang tidak ada di sini. Dia sibuk di dunia lain."

Jawaban barusan tidak memuaskan Aisyah. Tiba-tiba, Goro menghubungi melalui smartphone. Sedang berbincang dengan seseorang. Sorot matanya menunjukkan arah pembicaraan yang serius.

"Aisyah!" teriak Fanesya dari kelas.

"Fanesya!" balasnya disertai pelukan erat.

Ketika mereka berdua saling berpelukan, ada beberapa polisi dan petugas ambulans datang untuk menjemput korban. Terlihat banyak kerumunan yang menghampiri di pagar sekolah. Goro mengetahuinya saat di belakang kerumunan, terdapat seorang gadis berambut pink sedang mengunyah snack dengan santainya. Dia tidak bisa ke sana karena polisi sedang berjaga. Goro yang melihatnya, menepuk jidat dia sendiri.

"Dasar bodoh. Kenapa harus lewat di sana?" gumam Goro.

Sambil menunggu dia datang, iseng-iseng Goro menyalakan smartphone miliknya, membuka sebuah aplikasi. Setelah programnya berjalan, terlihat dia sedang bersama dengan seorang wanita bernama Nuansha Wening. Kemudian, Goro menekan tombol play.

"Apa?"

"Bukan apa-apa. Aku tidak menyangka kau mempercayai mereka begitu saja."

"Kenyataannya tidak kok. Kalau aku menyelesaikan semuanya sendirian, mereka jadi malas dan tidak mau berusaha untuk menikmati hidup. Selain itu, lawan yang kuhadapi … bukanlah mereka," ucapnya lirih.

Nuansha sudah menduga dia akan menjawab seperti itu. Namun entah kenapa wanita berambut pirang penasaran dengan status miliknya. Ketika dibuka, ternyata membuat dirinya kaget.

Nama: ?

Umur: ? Tahun

Ras: Timeline Keepers

Level: ∞

Ability: [???]

Skill: [???]

"Tidak mungkin. Dia ini siapa sebenarnya …" gumamnya shock.

Setelah video telah selesai diputar, Goro berharap kapten kapal Argo tidak melakukan hal yang merepotkan nantinya.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C30
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login