Mas sardi mengirim surat kembali. Waktu tempuh yang tak bisa cepat membuat keluarga di Jawa tak bisa tepat hari mendapat kabar meninggalnya si kembar. Kabar duka itu datang dua hari setelah datangnya surat lain yang Mas Sardi kirimkan.
Dalam surat yang pertama Mas Sardi mengatakan kepada Ayah bahwa Ia telah membawa si kembar ke dukun bayi. Lalu Ia mengatakan bahwa si kembar mengidap sawan. Namun dalam surat itu tertulis bahwa sawan itu bukanlah sawan langsung, melainkan sawan turunan dari seseorang.
Aku tidak tahu kenapa kalimat-kalimat dari surat Mas Sardi itu membuat ayahku menangis tersedu-sedu. Pasalnya ayahku itu orang yang kuketahui selama itu tak pernah menangis. Beliau selalu tegas dan bijaksana. Tak pernah menjatuhkan air mata sepedih apapun yang di hadapinya. Berbeda dengan Simbok yang lebih mudah menangis, setiap apa pun permasalahan yang dihadapi pasti diiringi dengan tangisan.
Pada saat ayah menangis, aku tidak menanyakan apa alasannya melainkan langsung ku ambil alih surat di tangannya itu. Di surat pertama belum kutemukan hal sepedih tangisan ayah. Di surat kedua lah aku menemukan kabar yang begitu memilukan dari pulau nan jauh di sana. iku Dari situ lah kuduga bahwa ayah terlalu sedih dengan kepergian cucu pertamanya yang bahkan belum sempat beliau temui itu. Kabar itu kami semua berduka.
Dari situ lah awal mula ayah mulai sakit-sakitan. Tak sampai satu tahun kemudian ayah menghembuskan nafas yang terakhir kalinya. Kesedihan kami pun berlipat ganda.
Aku baru tahu kalau sawan bisa menjadi sebuah penyakit turunan. Sawan yang kutahu adalah salah satu penyakit umum yang diderita masyarakat baik tua, dewasa, maupun anak-anak, dan balita. Penyakit sawan lebih sering menyerang pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Ketika seseorang mendadak mengalami perubahan tingkah laku dan kesehatan fisik dengan tanpa alasan, maka orang tua akan menghubungkannya dengan sawan.
Penyakit ini umum di sebutkan di Jawa. Namun bukan rahasia lagi. Biasanya penyakit ini di kaitkan dengan unsur magis. Misal, seseorang mengalami sakit demam, menggigil sedangkan suhu badan panas tinggi, telapak tangan dan kaki berkeringat, dada berdetak kencang kemudian akan dihubungkan dengan sawan, yakni sawan pada orang meninggal, petir, juga kejadian tertentu. Padahal, apabila dirunut secara logika orang tersebut mengalami ketakutan atau kaget terhadap sebuah peristiwa yang menyedihkan, menakutkan, menjengkelkan, menyedihkan sehingga terbawa pikiran dan menyebabkan tegang hingga sakit. Dan jika pasien ini dibawa ke rumah dokter maka prediksinya akan berbeda yaitu terjadi peradangan karena virus atau bakteri tertentu.
Sawan pada bayi, balita, dan ibu hamil biasanya dihubungkan dengan terlanggarnya mitos sehingga berakibat pada sakit. Berikut beberapa contoh penyakit sawan; pertama, ketika bayi menangis rewel tanpa sebab hingga tidak bisa didiamkan maka orang tua panik dan orang pintar akan mengatakan anak tersebut terkena sawan karena bapak atau ibunya bepergian tanpa membawa penangkal sawan.
Kedua, peristiwa pada ibu hamil yang tiba-tiba sakit panas atau perut sakit padahal belum waktunya melahirkan, dukun bayi akan menandainya sebagai terkena sawan karena suami melakukan pekerjaan tertentu atau menyakiti binatang tertentu. Ketiga, saat anak balita terkena ruam parah pada lipatan pergelangan kaki, tangan, atau leher maka diasumsikan terkena sawan karena orang tua melihat orang menyembelih binatang tanpa menyebut nama si anak atau jabang bayi sehingga terkena sawan. Demikian peristiwa-peristiwa penyakit yang dianggap sebagai penyakit sawan oleh masyarakat.
Penangkal sawan sendiri bermacam-macam, seperti contoh gunting, pisau, sapu lidi, sapu jerami, kaca, sisir dll.
Pengobatan pada keluarga yang mengalami sakit sawan dengan membawa si sakit berobat kepada dukun pijet bayi atau orang pintar. Di sini si sakit akan diberi obat berupa rempah-rampah yang telah diberi mantera-mantera atau doa-doa yang dikenal dengan sebutan sawanan.
Sawanan biasanya berupa rempah-rempah Jawa di antaranya daun dlingo, bangle, adas waras, kunyit, bawang merah, ketumbar, laos, jinten, kulit pohon secang, kayu manis, akar wangi, cendana, daun kemukus, daun kemuning. Rempah-rempah tersebut diambil sedikit tiap jenis dan ditumbuk jadi satu kemudian ditambah dengan jenis sawan penyebab sakit dan ditempelkan atau dibalurkan pada tubuh si sakit pada tiap persendian utamanya ubun-ubun dan belakang telinga.
Aku teringat kembali peristiwa itu. Ketika simbok berkata bahwa sawan itu turunan dari ritual yang ayah lakukan. Sesaat setelah Simbok berbaring di ranjangnya. Beliau memegang tanganku dan mengatakan hal yang aneh.
"Sawan itu di sebabkan oleh ayahmu." Kata Simbok dengan suara yang lemah setengah berbisik.
Aku memang sedikit terkejut. Namun kuingat kembali peristiwa surat itu membuat aku tahu penyesalan apa yang bisa membuat ayahku menangis begitu tersedu-sedu. Ternyata beliau dipenuhi rasa bersalah kala itu.
"Maksud simbok apa mbok?" Tanyaku yang masih belum mengerti.
"Ayahmu terlambat menyadari bahwa ritual yang Ia lakukan mengemban sawan yang mengerikan." Simbok menghela nafas. Ia mulai menatap awang-awang. Berusaha mengingat kejadian pahit yang selama ini terpendam diantara mereka berdua.
Aku mengambil kursi yang berada di sisi lemari kayu di sisi ranjang simbok. Pantulan sosok simbok terlihat dari kacanya. Kutarik kursi itu ke sisi ranjang agar aku bisa lebih dekat dengan simbok. Kupegang tangannya supaya bisa menyalurkan energi penyemangat agar Simbok lebih kuat untuk menceritakan kelanjutan kisah dari kematian si kembar.
Bibir Simbok mengatup kencang seolah menahan tangis yang begitu dalam. Sebelum sepatah kata pun mampu terucap Ia telah memenuhi pelipisnya dengan basah air matanya yang mulai mengalir perlahan namun deras.
Mulailah Ia bercerita.
Malam itu Simbok sedang menumbuk kopi. Tak ada seorang pun yang menemani, terakhir kali Mas Kardi membantunya sebentar kemudian Ia juga minta izin agar bisa pergi ke pagelaran sintren di kampung Utara.
Ketika semua orang pergi menonton pagelaran. Tiba-tiba ayah keluar dari kamar. Ia berlari keluar rumah dengan terburu-buru. Simbok sempat bertanya namun ayah bahkan tak sempat mendengar seluruh pertanyaannya.
Kemudian keesokan harinya dengan penuh khawatir Simbok menunggu kepulangan mereka yaitu ayah dan Mas Sardi, karena Mas Kardi sudah pulang malam itu juga.
Dengan tergopoh-gopoh Mas Sardi di papah oleh ayah dan Kabul. Simbok mempersilahkan mereka masuk. Membiarkan Kabul membaringkan Mas Sardi ke ranjangnya. Kemudian Simbok membuatkan dua gelas teh.
Di situlah malamnya ayah menceritakan apa yang terjadi dengan Mas Sardi sebenarnya pada hari itu. Sebelumnya simbok tak pernah tahu bahwa Mas Sardi selama ini mempunyai kelainan atas kelahirannya. Karena itu simbok sangat terkejut dengan penuturan Ayah kepadanya malam itu.
Ayah mengatakan hal yang benar-benar membuat Simbok terkejut setengah mati. Pasalnya selama ini tak pernah ada yang salah dengan Mas Sardi atau pun anak yang lainnya.