Icha menghentikan taksi lain, tapi hatinya tergelitik untuk sekedar melihat. Mungkin itu karena ikatan antara jabang bayi dan ayahnya. Gadis itu pun meminta sopir taksi untuk menunggu sejenak.
"Jangan lama-lama, ya, Mbak." Sopir taksi itu sedang terburu-buru, karena harus pulang ke rumah.
Icha mengurungkan niatnya. "Tidak apa-apa. Kalau begitu, kita pergi." Ia masuk kembali. Sebelum pintu tertutup, sebuah tangan mendadak muncul, dan terjepit.
"Astaga! Kenapa dia memegang pintu, padahal sudah tahu ada penumpangnya," gerutu sopir.
Icha mendorong pintu ke arah luar. Ia tidak tahu, kenapa orang itu menahan pintunya. Saat menengadah, wajah Icha berubah pucat.
"Pak … Al~" suaranya seakan tersekat di tenggorokan. Kedua mata membulat sempurna.
"Mbak, mengenal orang itu?" Sopir taksi pun bertanya. Ia lebih senang jika memang penumpang itu mengenal orang yang menahan pintu. "Kalau, Mbak, saling kenal. Saya harap, Mbak, keluar. Saya harus pulang, karena istri saya hendak melahirkan."