Download App
2.75% Touch My Heart, Hubby / Chapter 10: Pesta pernikahan

Chapter 10: Pesta pernikahan

Satu hari menjelang pernikahan, rumah Oman semakin ramai dengan banyaknya pekerja dari wedding organizer. Kamar Damian selesai didekorasi. Begitupun dengan rumah dan halaman.

Julia duduk merenung di tengah ranjang. Hari-hari bebasnya akan hilang mulai besok. Ia menekuk kedua lututnya, menopang dagu, dan kedua mata menatap lurus ke depan.

Gaun pengantin yang menggantung di samping meja rias itu begitu indah. Sayang sekali, orang yang akan memakainya tidak akan memiliki kehidupan yang indah. Menikah tanpa cinta dengan orang seperti Damian merupakan bencana bagi Julia.

"Kenapa kau harus menjadi gaun pengantinku? Kau tahu? Kau akan jadi gaun pengantin paling menyedihkan karena dipakai olehku," gumam Julia dengan pandangan tertuju di tempat yang sama sejak tadi. 

***

Keesokan pagi, tim penata rias sedang mendandani Julia yang sudah memakai gaun pengantin. Satu orang sibuk menghias kuku-kuku cantik sang pengantin. Yang lainnya menyiapkan sepatu dan kerudung untuk menutupi kepala dan wajah gadis itu.

"Jari Anda sangat lentik, Nona. Saya sangat iri," ucap wanita yang menghias kuku Julia.

"Benar. Selain jari yang lentik, Anda juga memiliki wajah yang cantik, dan nasib yang sangat baik. Bisa menikah dengan laki-laki tampan seperti Mas Damian, aku rela, meski jadi istri ketiga," seloroh penata rias yang selesai mendandani Julia. Ia berandai-andai, bagaimana jika ia berada di posisi Julia saat ini.

'Kalian berpikir seperti itu karena tidak tahu seperti apa iblis bernama Damian itu. Jika bisa, aku lebih rela bertukar tempat dengan kalian.' Julia menggumam dalam hati sambil tersenyum getir.

"Sudah selesai," ucap penata rias saat ia selesai memasang kerudung yang menutup kepala dan wajah gadis itu.

Dodit masuk ke kamar Julia. "Ayo, Julia!" Ia menjemput gadis itu karena acara akan segera dimulai. 

Julia menarik napas panjang. Ia bangun dan menggandeng lengan ayah tirinya yang terlihat tampan dalam balutan jas hitam. Andai saja, sifat laki-laki tampan di sampingnya itu tidak buruk, Julia akan sangat bangga menjadi putrinya.

Dodit mengantar Julia sampai ke altar pernikahan. Menyerahkan tangan gadis itu kepada Damian, laki-laki angkuh, sombong, dan dingin seperti gunung es. Mereka berdiri di depan pendeta yang memulai acara dengan liturgi.

Setelah semua nasihat diucapkan dan beberapa sesi adat dilakukan, mereka pun mulai mengucapkan ikrar pernikahan.

"Saya, Damian Putra Sanjaya berjanji, akan menerima engkau, Julia Smith sebagai istriku yang sah dan satu-satunya dari sekarang ini dan seterusnya, baik pada waktu senang atau susah, baik pada waktu kaya atau miskin, pada waktu sehat ataupun sakit. Saya berjanji, akan mencintai, mengasihi dan selalu hidup bersama-sama dengan rukun dan damai dan hanya maut yang dapat menceraikan kita sebagaimana yang difirmankan Tuhan. Saya mengucapkan janji ini, dengan hati yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan sidang jemaat-Nya." 

 

"Saya, Julia Smith berjanji, akan menerima engkau, Damian Putra Sanjaya sebagai suamiku yang sah dan satu-satunya dari sekarang ini dan seterusnya, baik pada waktu senang atau susah, baik pada waktu kaya atau miskin, pada waktu sehat ataupun sakit. Saya berjanji, akan mencintai, mengasihi dan selalu hidup bersama-sama dengan rukun dan damai dan hanya maut yang dapat menceraikan kita sebagaimana yang difirmankan Tuhan. Saya mengucapkan janji ini, dengan hati yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan dan sidang jemaat-Nya."

Pengucapan sumpah pernikahan telah dibacakan keduanya secara bergantian. Damian memasangkan cincin pernikahan, lalu bergantian dengan Julia yang memakaikan cincin itu di jari suaminya. Ya, mulai hari ini, dia resmi menjadi istri Damian Putra Sanjaya.

Saat pendeta memersilakan laki-laki itu untuk mencium pasangannya, ia turun begitu saja dari altar. Damian bahkan tidak membuka penutup wajah Julia. Di balik kerudung renda tipis berwarna putih itu, Julia menangis.

Bukan karena ia kecewa laki-laki itu tidak menerimanya sebagai istri, tetapi karena rasa malu. Ia ditinggalkan begitu saja setelah pertukaran cincin. Mereka seharusnya melakukan pelemparan bunga bersama, tetapi Julia melakukannya sendiri.

Tajamnya lidah melebihi pedang. Benar, lidah para tamu undangan yang membicarakan keburukan keluarga Julia, membuat wanita itu tidak berani mengangkat kerudungnya. Bahkan saat ibunya hendak membantu mengangkat kerudung yang menutupi wajahnya, ia menolak.

Ia tidak mau air matanya dilihat sang ibu. Nada, Rudi, dan Oman, melihat pengantin wanita itu dengan pandangan iba. Oman pergi bersama anak dan menantunya. Mereka pergi ke kamar Damian.

Tok! Tok! Tok!

"Damian, buka pintunya!" teriak Oman dengan emosi.

"Ada apa, Pah?" tanya Damian dengan wajah tanpa dosa. Ia membuka pintu dengan malas.

"Ada apa, kamu, bilang?" Oman memegangi dadanya.

Damian dan kedua orang yang berdiri di belakang Oman pun panik. Laki-laki itu lupa dengan penyakit ayahnya. Demi membuat sang ayah tenang, ia pun mencari alasan.

"Papa tenang dulu. Damian tadi sakit perut, makanya bergegas pergi. Jangan berpikir berlebihan." 

"Benar begitu?" tanya Oman.

"Benar, Pah. Makanya Damian bertanya ada apa, karena Damian sedang merapikan baju dan ingin segera turun."

"Ya sudah, cepat turun! Kasihan Julia," kata Nada memerintah.

"Iya." Damian menjawab singkat. Ia masih harus berpura-pura sampai acara selesai. Setelah itu, ia akan bebas.

Ia turun dan menghampiri Julia. Meminta maaf kepada para tamu undangan karena meninggalkan acara tanpa pamit. Ia membuka kerudung yang menutup wajah Julia, menghapus air mata di pipi wanita itu, dan meminta maaf.

"Jangan menangis! Aku minta maaf. Tadi, perutku tiba-tiba sakit. Mungkin karena terlalu gugup," ucap Damian dengan suara sedikit keras. Ia sengaja melakukannya agar semua orang mendengarnya.

'Benar-benar aktor hebat. Dia pikir, aku tidak tahu kalau semua yang diucapkannya hanya kebohongan? Aku tidak akan pernah tunduk padamu, iblis berwujud manusia.'

Oman tersenyum melihat putranya meminta maaf pada Julia. Ia tidak tahu jika laki-laki itu hanya bersandiwara di depannya. Perhatian dan kasih sayang palsu itu hanya dirasakan oleh Julia.

Acara berlangsung dengan meriah. Sejak pagi, tamu undangan berdatangan silih berganti. Julia sudah lelah. Namun, para tamu tidak juga berkurang. 

Keluarga Oman sangat terpandang. Tamu yang hadir bukan hanya dari Desa Parangkaris saja, tetapi dari beberapa desa tetangga. Menurut catatan di meja penerima tamu, sudah hampir dua ribu tamu undangan yang datang sejak pagi sampai sore.

Tengah malam, setelah acara berakhir. Damian merapikan bajunya ke dalam koper. Ia menggandeng Julia untuk berpamitan kepada ayahnya.

"Kamar pengantin sudah disiapkan. Kenapa harus kembali ke Jakarta malam ini juga? Kamu bisa pergi besok pagi 'kan? Setelah acara resepsi, kalian pasti lelah," ucap Oman mencegah mereka pergi. Namun, laki-laki itu bersikeras ingin mengajak Julia pergi malam itu juga.

Akhirnya, Oman mengalah. Ia mengizinkan Damian membawa Julia pergi ke Jakarta. Nada dan Rudi, saling melempar pandangan saat mobil Damian keluar dari gerbang rumah besar itu.

*BERSAMBUNG*  


CREATORS' THOUGHTS
Sekar_Laveina_6611 Sekar_Laveina_6611

halo kakak2 reader termuach

dukung penulis dong, hehe.

follow instagram penulis juga ya

ps, review, dan komen2 kakak2 selalu penulis tunggu. terima kasih

Chapter 11: Hari pertama di Jakarta

Setelah perjalanan panjang dari Sukabumi, akhirnya mereka tiba di Jakarta. Mobil Damian masuk ke garasi, lalu ia menyuruh Julia turun. Mereka pergi ke pintu depan.

Ting! Tong!

Damian membunyikan bel. Julia sedikit heran, kenapa laki-laki itu harus menekan bel di rumah sendiri? Rasa heran Julia terjawab saat pintu terbuka.

Seorang wanita membuka pintu dengan memakai baju tidur seksi. Baju tidur putih berenda di bagian dada itu mencetak underwear berwarna merah menyala yang dipakai wanita itu. Wajahnya tampak syok saat melihat Damian datang membawa Julia.

"Kak Damian, dia … siapa?" tanya gadis itu dengan ragu.

"Dia pembantu baru di sini," jawab Damian dengan nada merendahkan Julia.

'Sialan! Laki-laki ini benar-benar iblis.' Julia tidak berkata apa-apa. Percuma saja. Jika ia bicara pun, tidak ada bedanya. Apa yang dikatakan laki-laki itu pasti lebih dipercaya oleh gadis yang berdiri di depannya.

Seorang wanita paruh baya, datang menghampiri mereka. Ia adalah ibu dari mantan istrinya, Gabriela. Wanita itu sudah dianggap ibu kandungnya oleh Damian. Sesekali, Clara, wanita paruh baya itu menginap di rumah mantan menantunya.

"Kalia sudah datang?" tanya Clara dengan ramah. Di balik wajah tuanya masih tersisa kecantikan dan keanggunan di masa mudanya. 

"Iya, Ma. Mama sudah bangun? Ini baru jam lima pagi," kata Damian dengan cemas. Ia khawatir Clara kedinginan. Dengan penuh perhatian, ia membuka jaket yang dipakainya lalu menutupi tubuh Clara. "Jangan sampai, Mama, sakit nanti."

'Dia bisa bersikap seperti malaikat pada kedua wanita itu. Siapa mereka?'

"Terima kasih, Dam. Apakah dia, Julia?" tanya Clarisa Ricardo yang sering dipanggil sebagai Mama Clara oleh Damian.

"Tante, kenal dengan wanita ini?" tanya Iris dengan pupil mata membesar.

"Tidak, tapi Kimo yang memberitahu tadi pagi. Istrimu cantik sekali, Dam." Clara menyentuh pipi Julia dan memuji kecantikannya yang alami.

"I-istri?!" Iris membelalak saat Clara mengatakan wanita itu adalah istri Damian.

Sementara laki-laki itu diam saja melihat sepupu iparnya terkejut. Ia malas untuk memberitahu mereka. Biarkan saja mereka menginterogasi Julia sendiri.

Damian masuk ke kamarnya di lantai atas. Sementara Iris masih menunggu jawaban dari tantenya, Clara. Iris adalah sepupu mantan istrinya, Gabriel.

"Kimo memberitahu Tante, katanya Damian sedang melangsungkan pernikahan tadi pagi. Jadi, pasti wanita ini adalah istrinya. Benar 'kan, Sayang?" tanya Clara kepada Julia. Ingin memastikan jika tebakannya tidak salah.

Julia hanya menjawab dengan anggukan kecil. Ia tidak merasa bangga menjadi istri laki-laki itu. Rasanya lebih baik diakui sebagai pembantu.

'Sialan! Kenapa tidak ada yang memberitahu kalau Kak Damian akan menikah hari ini? Brengsek! Dia milikku. Tidak boleh ada yang menikah dengannya selain aku. Tapi, kenapa aku bisa kecolongan? Brengsek!'

"Mari masuk, Julia!" Clara meraih tangan wanita itu dan membawanya ke ruang tamu. "Oh, ya. Dia, Iris, keponakan Tante. Dan, Tante adalah mantan mertuanya Damian, Clarisa. Biasanya, Damian memanggilku Mama Clara. Kau juga bisa memanggilku seperti itu jika mau," ucap Clarisa panjang lebar.

'Benar-benar rumah yang sangat kacau. Mantan mertua dan sepupu mantan istri, tinggal di rumahnya. Laki-laki itu bodoh atau terlalu berbakti sih?' Julia menggumam dalam hati. Merasa rumah itu sangat aneh.

Iris pergi ke kamar Damian. Julia memandangnya dengan tatapan jijik. Ternyata wanita itu memiliki hubungan yang sangat intim dengan suaminya.

'Aku tidak peduli.' Julia menarik napas panjang. 

Di kamarnya, Damian baru saja membuka kancing kemeja. Ia berniat mandi dan berendam dalam bak air hangat untuk menghilangkan rasa lelahnya. Setelah resepsi pernikahan selesai, ia langsung mengemudi jarak jauh.

Tubuhnya terasa seperti remuk. Belum sempat membuka baju, Iris masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Dada bidang dan perut berotot laki-laki itu terekspos bebas di depan Iris.

"Ada apa?" tanya Damian. Ia duduk di tepi ranjang.

"Kakak … sudah menikah lagi?"

"Hem," jawab Damian singkat. Ia tidak ingin membahas Julia, tetapi gadis itu justru semakin banyak bertanya.

"Kenapa, Kak Damian, tidak memberitahu aku dan tante?"

"Aku tidak berniat menikah lagi. Dia adalah wanita yang dibeli ayah untuk melunasi hutang-hutang ayah tirinya. Aku terpaksa menikah dengannya," jawab Damian.

'Huh, ternyata hanya gadis belian. Kak Damian bilang, dia terpaksa. Artinya, aku masih memiliki kesempatan untuk mendapatkannya.'

Iris tersenyum mendengar jawaban sepupu iparnya itu. Ia sudah memiliki perasaan sejak laki-laki itu menikah dengan kakak sepupunya, Gabriel. Ia sudah berusaha mendekati laki-laki itu sampai sejauh ini.

"Oh, begitu. Kalau begitu, Iris permisi. Maaf karena sudah mengganggu, Kakak."

"Hem."

Damian merebahkan tubuhnya dengan kaki menjuntai ke lantai. Ia sangat lelah dan ingin mandi. Namun, setelah Iris pergi, niatnya mandi pun diurungkan. 

Ia tertidur dengan posisi seperti itu. Satu lengannya menutupi mata, sedangkan dadanya terbuka dengan kemeja yang tidak terkancing. Setengah jam kemudian, Julia masuk ke kamar itu.

Laki-laki yang belum begitu pulas itu kembali terbangun. Ia membelalak saat melihat Julia berada di kamarnya. Wanita itu terlihat sedang mencari baju ganti.

"Siapa yang mengizinkan, kamu, masuk ke kamarku?!" tanya Damian dengan suara yang memekakkan telinga.

Julia berjingkat kaget mendengar teriakan Damian. Ia masuk ke kamar karena tidak membawa baju ganti. Saat Damian menyeretnya dari kamar pengantin, ia hanya memakai baju tidur.

Tidak ada baju untuknya sama sekali. Lalu, bagaimana ia mengganti baju tidurnya itu? Julia tidak diizinkan membawa baju sama sekali oleh Damian.

"A-aku mau mencari baju ganti," jawab Julia dengan suara gemetar.

Damian melangkah dengan cepat. Ia menarik tangan Julia. Membawa gadis itu dengan kasar menuruni anak tangga menuju kamar tamu di bawah.

Bruk!

"Aw …. Dasar brengsek! Tidak bisakah kau bicara baik-baik?" tanya Julia dengan kesal. Ia dibanting ke lantai dengan kasar oleh suaminya di hari pertama setelah pernikahan.

"Heh! Baik-baik? Bicara dengan wanita murahan sepertimu, tidak berguna jika harus bicara baik-baik." 

Iris dan Clara menghampiri mereka. Mereka melihat Julia duduk di lantai di kamar tamu. Iris tersenyum senang, tetapi Clara tidak suka melihatnya.

"Kamarmu di sini! Jangan berani-berani masuk ke kamarku, mengerti!" Damian kembali ke kamarnya setelah berkata seperti itu.

Iris pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi ke kantor. Sementara Clara, ia masuk ke kamar Julia. Ia membantu gadis itu untuk bangun.

"Ada apa sebenarnya? Kenapa Damian terlihat sangat membencimu?" tanya Clara dengan dahi mengernyit. 

Sepasang pengantin baru, seharusnya sedang mesra-mesranya memadu kasih. Namun, yang dilihat oleh Clara itu jauh berbeda dengan pasangan pengantin baru pada umumnya. Ia mengira, mereka menikah karena saling mencintai. Sampai Julia menceritakan apa yang membuat dirinya, menikah dengan laki-laki itu.

*BERSAMBUNG* 


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C10
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT