"Hei, sosismu jatuh !."
Aku tersentak dan mencegah kejatuhan sosisku.
"Memikirkan apa, eh ?," Tanya Louis.
Aku tidak menjawab dan melemparkan sosisku yang berlumur sosis kearahnya.
"Kau mulai peperangan !, Ixchel !," Louis bangkit dan mengejarku dengan kaki panjangnya. Ia melemparku dengan sembarang barang dan ketika rumahnya cukup berantakan, aku melompat kelar dan kembali ke rumahku.
"Clean the house Louis !," Ejekku.
"Ixchel !," Pekiknya.
Lanjut setelah kemarin, pukul 18.00 kami kembali ke kantor setelah istirahat sejenak. Tidak pantas disebut istirahat sebenarnya. Setelah tidak di rumah berhari – hari, kami harus membersihkannya.
Aku menatap komputerku seperti biasa.
"Ixchel, kau tahu dimana pusat perdagangan anak terbesar ?," Tanya Justin.
"Dari yg kudapat Oregon," Jawabku.
"Oke, Steve, coba kau hack system di Oregon itu," Ujar Louis.
"Almatnya, Agent Rose !."
"Middle highway 14, St. Yolk 15, Oregon," Ujarku.
Nama samaranku, sebagai agen, Rose. Hanya Steve, Justin dan Louis yg memanggiku Ixchel di kantor ini. Apa nama samaran untuk yg lainnya ?, tidak ada. Atasanku menyuruhku untuk memakai nama samaran karena namaku mencolok. Tidak banyak yg menggunakan nama Ixchel.
"Strong system," Gumam Steve.
"Come on, Steve," Gumamku.
Jari – jari pria 30 tahun itu memencet keyboardnya tidak karuan. Sementara kami fokus dengan layarnya yg hitam hijau tak karuan.
"Yeah !."
"Yeah !," Kami yg tidak paham ikut bersorak dengan Steve. Dalam sekejap setelah menjebol sistem komputer jaringan perdagangan anak di Oregon, Steve menemukan jaringan underground trafficking yg mengagumkan. Kami langsung menyiapkan dan menyusun data ? data yg ditemukan Steve.
Dan pukul 20.00 nanti, seseorang akan datang ke kediaman Mark saat ini untuk melakukan transaksi. Kami melaju ke kantor polisi dan menemui Sir Theodore.
"US Holdings ?, silahkan," Sambutnya.
"Seluruh laporan siap, sir," Ujarku.
"Oke, ikuti aku."
Kami mengikuti Sir Theodore ke ruang kerjanya .
"Mr. Mark sudah menjual 120 anak sejak pertama kali ia bergabung dg jaringan ini. Dan soal korupsinya, aku mendapat laporan resmi dari Dep. Keuangan. Semua bukti telah terkumpul dan anda bisa membuat surat penangkapan," Jelasku.
"Nice."
Seorang wanita yg duduk di mejanya sedari tadi akhirnya berdiri dan memberikan secarik kertas kepada kami. Surat penangkapan.
"Kalian siap melakukan penangkapan dengan armada kami ?," Tanya Sir Theodore.
"Siap, laksanakan !."
Kami segera beranjak, mengingat transaksi akan dilakukan pukul 20.00. Kami menaiki mobil polisi tanpa sirine, diikuti 4 mobil lain. Karena seluruh penghuni rumah harus ditangkap dan diselidiki menurut surat penangkapan.
Dan benar saja, rumah mewah ini tanpa penjagaan karena semuanya berada di dalam untuk melakukan transaksi.
Kami langsung masuk dan memborgol sau persatu orang, agak ricuh karena terdapat perlawanan dan dua orang tertembak.
Aku memborgol salah satu pelayan wanita dan tiba – tiba mendengar suara dari sebuah ruangan.
"Ruangan apa itu ?," Tanyaku.
"Gudang, nona."
"Ada siapa disana ?," Tanyaku lagi.
"Aku tidak tahu."
Aku membawa pelayan itu ke mobil lalu kembali ke gudang. Ada suara gesekan kardus dan "BRAAK !."
Aku menendang pintunya dan langsung terbuka.
"Siapa di dalam !."
Aku menodongkan pistolku dan berjalan masuk.
"Siapa di dalam !."
Tiba – tiba tubuhku ditarik dan terseret secara cpat dan kuat, aku sama sekali tidak bisa bergerak.
"Louis !,mmm...., Lou !."
Tak lama kemudian aku tidak sadar.
Louis menggigit bibirnya sambil mengacak rambutnya.
"Agent Rose !, dimana kau !," Pekiknya panik.
"Tak ada jejaknya, para pelayan bahkan tidak melihatnya," Ujar Sir Harry, salah satu polisi yg ikut.
Louis kembali menelpon ponsel Ixchel entah untuk keberapa kalinya.
Waktu menunjukkan pukul 00.00 tepat dan tidak ditemukan jejak apapun. Justin menepuk pundak Louis, "Kita harus pulang dulu, Lou. Sambil mencari jejak, tenanglah kita kan temukan dia," Hibur Justin.
"Bagaimana aku bisa tenang ?!."
"Louis !, Agent Rose tidak akan ditemukan dengan emosi !, dinginkan kepalamu," Ujar Steve.
Louis menghela napas kasar dan naik mobil. Ia sama sekali tidak bisa tenang, para target telah tertangkap dan dipastikan tidak ada yg kabur. Tapi mereka kehilangan Ixchel.
Sesampainya di rumah, Louis langsung memasuki rumah Ixchel melalui pintu belakang. Ia menyalakan lampu rumah dan mencari Ixchel ke seluruh sudut rumahnya.
"Ixchel !," Panggilnya.
Tak ada jawaban.
"Ixchel !." Ia duduk dengan kesal di sofa rumah Ixchel sambil mengacak – acak rambutnya. " Dimana kau ?!."
Ketika mulai lelah dan hampir terpejam, ia teringat sesuatu. Ia pergi kembali ke kamarnya dan menyalakan laptopnya. Mencoba melacak ponsel Ixchel. Gadis cerdas itu selalu menyalakan GPS nya.
"Nah !."
Ia langsung berlari ke mobilnya dan mengikuti kemana GPS nya mengarahkannya,
"110701 Horizons Boulevard, Amityville."
Hampr 20 KM dari pusat kota. Dan waktu menunjukkan pukul 01.30 sekarang. Syukurlah jalanan begitu lengang dan ia sampai di sebuah kawasan industri. Ia menelpon Ixchel dan mendengar nada dering, perlahan ia mendekati sumber suara sambil membawa senter karena gelap sekali.
Ia membuka beberapa semak belukar dan mendapati sinar kotak dari sebuah ponsel. Itu ponsel Ixchel.
"Sial !, penculik melempar ponsel ini agar Ixchel tidak terlacak !," Umpat Louis.
Ia kembali masuk ke dalam mobil dan melaju tanpa arah.
...
Cipratan air panas itu membuatku seketika terbangun.
"Dia bangun !."
Aku menatap satu persatu mereka yg juga sedang menatapku. Empat orang pria Asia bertubuh kekar dan dempal. Salah satunya
botak, dan satunya berkumis tebal. Sementara yg lainnya berhidung bengkok.
Si kumis tebal menarik lakban di mulutku. Sial !, sakit sekali.
"Siapa kalian ?," Tanyaku parau.
Si otot paling besar sepertinya bos, ia mendekatiku dan menyentuh daguku.
"Kau tumbuh jadi gadis yg cantik sekali ya ?," Ujarnya dg seringai yg memuakkan.
"Apa aku mengenalmu ?," Tanyaku.
"Kau tidak mengenaliku ?," Ia balik bertanya.
"Tidak," Jawabku seadanya.
Tiba – tiba pria yg lain tertawa tebahak – bahak.
"Dia mirip dg Grey," Ujar si botak.
Grey ?, mereka mengenal kakakku ?.
"Kalian kenal Grey ?," Tanyaku polos.
Aku bukan tidak takut, tap berusah tenang adalah taktik untuk mencari celah bagaimana kita bisa melarikan diri dari penculikan.
"Kau disini untuk mati, jangan harap bisa bertemu Grey," Ujar si botak.
"Kau seperti mengancam anak kecil, paman," Ujarku.
"PAMAN ?!," Ia terdengar geramnya.
"Namaku Alex !, dan aku baru 38 tahun, jangan panggil aku paman !," Ujar si botak, maksudnya Alex.
"Lalu kau tahu usiaku ?, kau pantas dipanggil paman !," Sahutku.
"Berapa usianya ?," Tanya Alex pada salah satu rekannya.
"Berapa usiamu ?," Tanya si kumis tebal.
"20 tahun," Jawabku bangga.
"Sudahlah paman, jangan sok muda lagi," Ujar si berotot.
"Sampai kapan kalian mau menyekapku paman – paman !," Pekikku.
"Diam saja kau, kalau masih mau hidup !."
Alex mendorong kepalaku dan menyuntikkan sesuatu ke kepalaku.
Dan aku kembali tak sadarkan diri.
06.45 A.M
Aku terbangun karena merasa ada yg aneh. Kedua tanganku digantung dan tubuhku dibuat berlutut, tubuhku disangga tanganku dan rasanya ngilu sekali.
"Sarapan !."
Si kumis tebal melemparkan burger padaku.
"Oh tidak sampai ya ?."
Ia mengambil burger itu dan menjejalkannya ke mulutku. Aku pun mengunyahnya, hampir separuhnya terjatuh karena aku tak bisa memegangnya.
Tak lama kemudian si berotot masuk.
"Selamat pagi, Ixchel. Kau mau pulang ?," Tanya nya.
Dia tahu namaku ?.
"Tentu," Jawabku pendek.
"Beri aku kode keamanan komputer kepolisian," Ujarnya.
"Aku bukan polisi," Jawabku.
"BYURR !!!."
Aku disiram air dingi, bukan. Itu Air beku !.
"Bohong," Ujarnya.
"Aku bukan polisi ! aku tidak tahu !," Pekikku mulai kesal karena ngilu dan menggigil.
"Kalau begitu kode keamanan US Holdings," Tanya Alex.
"Aku tidak tahu."
"Bohong."
"BYUUR !."
Setelah beberapa kali menyiramku, mereka mengeluarkan selang.
"Berapa kode keamanan US Holdings !?."
"Aku tidak tahuu !!."
Aku terus dicecar pertanyaan itu hingga tubuhku basah kuyup. Dan dsemprot hingga kepalaku pening.
"Kau masih mau hidup atau tidak ?!," Tanya Si kumis tebal.
Aku hanya bisa mengangguk. Dan akhirnya pingsan.
Louis..., mum.., aku tidak kuat.
Aku kembali terbangun ketika tubuhku diseret lagi. Rasanya aku seperti karung, padahal aku tidak seberat itu. Salah satu dari mereka menjambak rambutku.
"Kau pasti lelah kan?," Entah siapa yg bertanya.
Oh, Alex menjambak rambutku dan menatapu dg tatapan yg menjijikkan.
Lau entah apa lagi yg disuntikkan mereka.
"Akh.."
"Louis...," Gumamku lemah.