Download App
77.27% YOU. / Chapter 16: Bertahan

Chapter 16: Bertahan

"Luce apa kau pulang bersamaku?" Tanya Jill.

"Tidak. Aku masih harus memindahkan file-file ini. Kau duluan saja." Jawab Lucinda.

"Kau yakin? Ini sudah malam. Apa mau aku tunggu?" Tawarnya.

"Wah kenapa ada malaikat yang sangat baik ya di tempat kumuh ini? Hahaha tidak perlu menungguku. Kau pulang saja." Canda Lucinda.

"Dasar kau ini, aku serius kau malah bercanda. Oh! Jangan-jangan kau mau di jemput oleh pacar rahasiamu itu ya?" Goda Jill dengan senyuman di wajahnya.

"Pacar apanya! Sudah berkali-kali kubilang, dia bukan pacarku!" Tolak Lucinda.

"Sudahlah, kalau begini aku akan makin lama pulang. Kabari aku jika kau sudah sampai rumah!" Tegas Jill.

"Baik ibu negara ku! Sana pergi!" Usir Lucinda.

"Ya ya ya."Jawab Jill lalu pergi meninggalkan Lucinda.

Gara-gara perkataan Jill, Lucinda langsung mengingat tentang Leon. Kemana perginya Leon? Pemuda itu menghilang lagi. Setelah hari itu Lucinda benar-benar tidak mengetahui keberadaan Leon. Rasanya seperti Leon lenyap begitu saja.

"Aish! Kenapa aku jadi kepikiran dengan pria gila itu? Bukankah bagus jika dia tidak mengganggu hidupku lagi? Ya ya anggap saja kemarin adalah hari-hari sialku. Anggap saja begitu." Ucap Lucinda pada dirinya sendiri.

Lucinda lalu mencoba untuk melanjukan pekerjaannya lagi, namun tiba-tiba saja di handphonya berbunyi karena mendapat panggilan masuk. Lucinda mengambil handphonya dan melihat siapa yang meneleponnya.

"Hah? Leon? Sejak kapan aku punya nomornya? Lalu apa-apaan tanda hati ini? Dia memang sudah gila." Rutuk Lucinda lalu mengangkat telepon dari Leon.

"Mau apa lagi kau? Sejak kapan aku jadi punya nomormu hah!" Ucap Lucinda.

Lucinda tidak mendengar adanya jawaban dari Leon.

"Halo? Kau mendengarku? Kalau kau cuma mau bermain-main aku akan tutup teleponnya." Ancam Lucinda.

"Tu... tunggu." Jawab Leon yang terdengar sangat lemah. Ini terasa sangat aneh bagi Lucinda. Kenapa suara Leon seperti itu? Apa terjadi sesuatu padanya? Lucinda mulai merasa khawatir. Bagaimanapun juga Leon pernah menyelamatkan hidupnya.

"Kau kenapa? Kenapa suaramu seperti itu? Kau tidak apa apa?" Tanya Lucinda khawatir.

"To..Tolong aku."

***

Saat ini Leon benar-benar terpojok. Kini badannya sudah dipenuhi lebam dan luka. Meski dengan semua tenaga yang ia kerahkan, masih ada 3 orang lagi yang bertahan. Sebuah keberuntungan bagi Leon jika 6 orang lawannya tidak ada yang bersenjatakan api dan mereka juga tidak terlalu hebat bahkan bisa dibilang seperti amatiran. Namun, tentu saja sialnya beberapa dari mereka ada yang memiliki pisau lipat dan sudah melukai sisi kiri dari perut Leon. Darah kini sudah mulai membasahi baju Leon.

Leon yang sudah merasa kesakitan karena luka-luka yang didapatnya, mencoba berdiri untuk menghadapi 3 orang yang masih tersisa. Terlihat 2 diantaranya memegang sebuah balok kayu dan yang seorang lagi memegang sebuah pisau. Salah seorang dari mereka maju untuk mencoba memukul Leon. Leon berhasil menghindar, namun orang yang satunya lagi berhasil memukulkan kayu itu ke lengan kanan Leon. Tangan Leon terasa sangat nyeri dan sulit untuk digerakkan.

Leon menahan rasa sakit itu dan mencoba untuk bersikap biasa saja. Leon melayangkan tendangan kearah orang yang memukulnya. Tendangan Leon berhasil membuat orang itu menjatuhkan kayu yang dipegangnya. Leon merebut kayu itu dan langsung memukulkannya tepat di kepala orang tersebut hingga darah mengalir dari kepala orang itu. Kedua temannya tidak tinggal diam, mereka mencoba menyerang Leon kembali. Salah satu dari mereka kembali berhasil melukai Leon. Mereka menusuk bahu Leon dengan pisau dan yang satunya lagi berhasil melayangkan tinjunya pada wajah Leon. Kini darah mengalir dari hidung dan bahu Leon.

Leon mencoba mundur. Kali ini ia merasa sudah berada diambang batasnya. Melawan 6 orang sekaligus bukan hal yang mudah. Kepala Leon sudah terasa sangat pusing, mungkin ini efek dari pukulan dan juga karena pendarahan yang dialaminya.

'Aku harus punya kesempatan untuk kabur.' Pikir Leon.

Dengan tenaga terakhir yang ia punya, Leon mencabut pisau yang ada di bahunya. Leon menahan semua rasa sakit yang menjalar disluruh tubuhnya. Kali ini adalah kesempatan terakhir untuk Leon agar bisa lari dari sini. Sebelum tenaganya benar-benar habis, ia harus bisa membuat 2 orang didepannya ini pingsan atau mati. Hanya itu pilihan yang ada. Jika tidak, maka yang akan mati adalah dirinya sendiri.

Kedua orang itu menatap Leon dengan sedikit rasa takut karena aksi Leon yang mencabut pisau dari bahunya sendiri dengan raut wajah yang biasa saja. Keraguan mulai muncul dari hati 2 orang itu. Mereka tidak menyangka jika mereka akan melawan monster seperti Leon. Bahkan sudah 4 teman-temannya yang menjadi korban. Tidak tahu apakah teman-teman mereka pingsan atau bahkan sudah mati, yang jelas mereka semua sekarang sudah terkapar di tanah. Meski dengan luka yang seperti itu, kedua orang itu masih tidak yakin bisa menangani Leon.

Leon tersenyum melihat wajah kedua orang yang masih tersisa itu tergambar raut ketakutan. Terkadang gertakan seperti ini diperlukan untuk bertahan hidup. Sepertinya orang-orang ini tidak terlalu profesional pikir Leon. Dengan senyuman terukir di wajah Leon, meski sebenarnya itu dilakukan agar kedua orang itu terkecoh dan menganggap Leon tidak merasa kesakitan.

"Bagaimana? Kau masih sanggup untuk melawanku?" Ejek Leon.

"Kau tidak usah banyak omong! Kami tahu kau sebenarnya sedang kesakitan kan!" Jawab salah satu diantaranya.

"Wah wah sepertinya kau melupakan nasib teman-temanmu yang sudah tidak sadar ini ya." Balas Leon.

"Kau sialan!" Teriak orang itu.

Orang itu lalu berlari kearah Leon. Leon berhasil memancing salah satu dari mereka. Karena sudah dipenuhi oleh amarah, pergerakan orang itu mejadi tidak stabil. Orang itu melayangkan tinju yang sangat mudah dihindari oleh Leon. Dengan cepat, setelah Leon menghindari serangan yang ceroboh itu, Leon menusukkan pisau itu langsung kekepala orang itu dan langsung mencabutnya kembali. Darah mengalir deras dan menyembur kesegala arah.

'Bagus, sekarang tinggal satu lagi.' Pikir Leon

Leon menatap orang itu dengan senyuman di wajahnya dan tangan yang penuh darah. Sejak awal Leon sudah menyadari jika orang ini adalah yang paling penakut dari teman-temanya. Bahkan ia bisa bertahan selama ini karena selalu berada di belakang teman-temanya. Raut wajah yang penuh dengan rasa takut itu tergambar jelas di wajahnya. Leon pikir ia bisa memanfaatkan kesempatan ini.

"Bagaimana? Kau mau bernasib sama seperti teman-temanmu?" Tanya Leon dengan nada yang mengejek.

Terlihat orang itu menjadi sangat ketakutan, bahkan kini wajahnya sudah terlihat dangat pucat. Leon mencoba berjalan perlahan kearah orang itu, mencoba menciptakan suasana ngeri agar tergetnya semakin ketakutan. Hanya beberapa langkah lagi untuk Leon sampai ke orang itu, tiba-tiba saja orang itu langsung berlutut.

"To..tolong ampuni aku. A...aku masih punya keluarga yang harus kuhidupi."Ucap orang itu dengan suara yang bergetar meminta Leon untuk membebaskannya.

Rencana Leon berhasil. Ternyata orang ini bodoh sesuai dengan yang Leon kira. Sebenarnya Leon sudah tidak sanggup untuk berdiri lagi. Namun ia benar-benar harus menahannya sampai ia bisa membuat orang itu pergi.

"Pergi. Sebelum kau kubunuh." Ucap Leon dengan menatap tajam orang itu.

Tanpa ada keraguan sedikitpun orang itu bangkit dan langsung lari menjauhi Leon dan meninggalkan teman-temannya. Leon bernafas lega. Setidaknya, orang itu cukup bodoh untuk bisa dimanfaatkan oleh Leon. Leon merasa tubuhnya sudah sampai kebatasannya, namun ia harus menjauh dari sini. Ia tidak bisa ambil resiko jika salah satu dari mereka bangun atau orang yang tadi memanggil bantuan. Dengan langkah yang berat, Leon menjauh dari tempat itu hingga akhirnya ia bisa menemukan tempat yang dirasa aman baginya. Leon mencoba mengambil handphonenya dan menghubungi seseorang.

"Mau apa lagi kau? Sejak kapan aku jadi punya nomormu hah!" Jawab orang itu setelah ia mengangkat teleponnya. Rasanya saat ini Leon benar-benar merindukannya.

"Halo? Kau mendengarku? Kalau kau cuma mau bermain-main aku akan tutup teleponnya." Ucap orang itu lagi.

"Tu... tunggu." Jawab Leon yang akhirnya bisa mengeluarkan suaranya dengan susah payah.

"Kau kenapa? Kenapa suaramu seperti itu? Kau tidak apa apa?" Tanyanya. Leon tersenyum saat mendengar pertanyaan Lucinda yang terselip nada khawatir.

"To..Tolong aku." Jawab Leon yang kali ini semakin melemah. Rasa sakit kembali menjalar keseluruh tubuhnya. Ia sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi

"Kau dimana! Kau kenapa!" Pekik Lucinda.

"A..aku akan kirimkan lokasiku." Jawab Leon lalu memutuskan panggilan. Yang harus ia lakukan sekarang adalah memberikan lokasinya pada Lucinda.

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C16
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login