"Apakah Anda…" Fariza memandang wanita paruh baya itu dengan penuh semangat.
Wanita paruh baya itu ragu-ragu sejenak, mungkinkah dia melakukan kesalahan? Namun, saat melihat Satria duduk tak jauh dari sana, akhirnya ia memastikan bahwa ia tidak bertemu orang yang salah.
"Ini aku!" Wanita paruh baya itu mengulurkan tangannya dan memberi isyarat. "Saat itu aku pingsan di jalan. Perutku sangat besar. Kemudian, kamu meresepkan sesuatu untukku. Aku hanya minum obat itu lalu beberapa saat kemudian, aku tidak merasakan sakit lagi. Kamu memang dokter jenius!"
Fariza selalu disebut sebagai dokter jenius di kehidupan sebelumnya, dan dia tidak pernah merasa terkejut sekarang. Gadis dengan rok bermotif bunga yang akan meresepkan obat untuk wanita paruh baya itu tiba-tiba berhenti ketika dia mendengar dua kata tersebut. Apakah Fariza pantas disebut dokter jenius?
Tatapan penuh penghinaan melintas di mata gadis itu. Dia menoleh ke arah Fariza, "Apakah kamu juga seorang mahasiswa kedokteran?"