Download App

Chapter 2: 1

Namaku Nohan Madaharsa. Artinya, selalu bahagia dan nafsu cinta. Apik to jenengku? Tapi aku ya heran, apa orang tuaku itu doain anaknya biar jadi jalang? Bukannya berburuk sangka. Tapi kan aneh, masa ada nafsunya di arti namaku? Aneh kan?Aku ini laki- laki. Aku ini ganteng, imut-imut. Kalau bahasa orang kota, aku ini unyu. aku tahu, soalnya aku sering nonton sinetron. Bukan sinetron yang panjang- panjang seperti uttaran atau yang baru keluar seperti arcana. Tapi yang pendek- pendek, seperti FTV. Oh … kalau pendek namanya bukan sinetron ya?

 

Iya… lupa. Balik yang tadi, aku ini ganteng. Ingat lo ya, aku ini ganteng! Soalnya, ibu dan bapak sering bilang kalau aku ini ayu (cantik).Tapi aku ini laki-laki! Mana ada laki- laki yang ayu? Iya to? Kalau laki- laki itu, ya ganteng! Cuma ganteng! Bukan ganteng-ganteng serigala lho ya. Aku gak punya hobi berauw-auw ria. Aku ini cuma ganteng seperti pemain ganteng- ganteng serigala. Mirip- mirip Aliando. Jangan-jangan kami ini saudara yang terpisah?

Oke ini mulai ngaco. Aku tadi bahas apa ya?

Aku ini asalnya dari desa. Dari kampung, cah ndeso. Tapi … itu dulu. Sekarang aku jadi cah kuta (anak kota). Bapak sama ibuku menang lotre, itu kata bapak. Jadinya, kami jadi orang kaya dan hijrah ke kota. Kata Ibu, aku juga harus lanjutin kuliah yang sempat terancam gak jadi.

"Le (sebutan orang jawa untuk anak laki-laki) ... nanti kalau sudah lulus SMA gak lanjut gak apa ya le? Bapak sama ibu gak punya uang."

Tapi … itu dulu. Sekarang kami itu orang kaya, kami orang kota. Jadi sekarang aku bisa mikuli uyah, maaf maksudnya kuliah. Aku gak pernah maksa bapak sama ibu buat nyekolahin aku setinggi langit. Aku cukup sadar diri gimana perekonomian kami waktu itu. Nah tapi kalau sekarang kan keadaan lain. Jadi gak apa to?

"Le bangun, dah pagi. Hari ini hari pertama kuliah kamu. Nanti telat."

"Iya bu, Nohan dah bangun." Ibuku itu memang Ibu terbaik. Beliau selalu telaten ngerumat (merawat) anaknya.

"Eh, anak ibu 'dah rapi ternyata." Sambut ibu setelah aku keluar dari kamar. "Aduh le, koen iki lanang tapi kok yo cek ayune to (kamu ini laki-laki tapi kok cantik sekali)" Ibu nyubit pipiku gemas. Ini memang sering terjadi kok.

"Ibu ini lho, berapa kali harus Nohan bilang? Nohan ini laki-laki. Nohan ini ganteng bukan cantik!" Protesku yang disambut dengan gelak tawa "Memangnya ibu lupa kalau anak ibu ini laki-laki? Kan ibu yang ngelahirin." Sungutku masih cemberut.

"Lha yo iku le, lek koen iku anake wong liya. Ibu yo ora percaya lek koen iku duwe peli. (Lha ya itu, kalau kamu itu anak orang lain. Ibu juga nggak percaya kalau kamu itu punya penis)."

Aku jadi tambah cemberut, merengut, mbesengut. Sebenarnya candaan model begini juga udah biasa di keluarga kami, guyonane kusruh (candaannya jorok). Tapi aku tahu, mereka gak ada maksud apa-apa. Murni bercanda.

"Ya udah Nohan berangkat." Kataku sambil mencium punggung tangan ibu, anak baik kan aku?

"Sing Pinter yo le. Ojo nggondok, mengko susune gedhe ( yang pinter ya. Jangan ngambek ntar payudaranya besar)"

"NOHAN INI LAKI-LAKI GAK PUNYA PAYUDARA!" Jeritku kesal sambil jalan ke kampus. Kampusku dekat, cuma jalan kaki sepuluh menit.

Woah  jadi ini to yang namanya kampus? Weh ... gedhe, bagus. Aku beneran gak nyangka bisa sekolah di tempat sebagus ini. Lho … itu ngapain ya, kok semua baris di lapangan? YA AMVELOPE! AKU TELAT OSPEK! Aku langsung lari ke lapangan. Tapi langkahku langsung dihentikan oleh sosok laki-laki yang tinggi. Orang itu berkacak pinggang di depanku.

"Beraninya kamu telat dihari pertama OSPEK!"

Astagay nagay ini orang apa Jin? Ya Gusti pangeran, pencipta alam semesta dan seisinya. Makhluk apa yang engkau hadirkan dihadapan hamba saat ini, ya Gusti. Kok ya ada orang gantengnya kayak gini. Bahkan hamba yang sudah Engkau ciptakan teramat ganteng ini masih mengakui bahwa ciptaanMu yang satu ini sangatlah sempurna ya Gusti.

"Sampeyan orang apa jin?"

"NGGAK SOPAN!" Orang itu melotot sampai matanya mau copot. Rahangnya mengeras garang. Dari ekspresinya kok orang ini kayak mau makan aku to. Tapi gak apa, aku rela. Diemut- emut sama dia.

Kenapa? Kalian kaget? Kenapa aku kok jalang? Sini- sini mendekat, biar aku bisikin! Aku ini suka sama laki-laki. Iya! Aku homo. Aku punya peli tapi aku suka peli yang lain. Mungkin efek dari namaku. Tapi ini rahasia lho. Bapak sama ibuku gak tau soal ini. Jadi jangan bilang siapa- siapa!

"Lho, aku kan cuma tanya to mas."

"Tomas ...Tomas, namaku bukan Tomas!" Orang itu mendesis, kayak nahan amarah gitu lho.

"Lha yang bilang nama mas Tomas itu siapa? Nama mas itu..." Sek,sebentar aku masih baca name tag yang gelantungan di lehernya. Namanya..."Adinata Rajendra. Wah, nama mas apik. Artinya apa?"

"Paling unggul dan paling tampan."

Namanya kok sombong sekali. Pantas aja kalo orangnya songong. Tapi gak apa. Orang ganteng mah bebas.

"Ngapain senyum- senyum?"

Lho masa sih? "Gak apa mas. Aku cuma terpesona sama mas. Kayaknya aku ini naksir sama mas."

Dia senyum, iya beneran! Mas Rajendra tersenyum. Dan senyumnya itu lho … hadeh Kangmas kalau kayak gini caranya Nimas gak tahan. Ya Gusti Pangeran sempurna sekali ciptaanmu yang satu ini. Dan Gusti, akan lebih sempurna lagi kalau ciptaanmu itu jatuh cinta sama hamba ya Gusti. Amin.

Mas Rajendra mendekat ke arahku, bikin jantungku jadi dag dig dug gendang dut. Aku mau dicium to? Haduuuuh harus siap- siap. Mulutku gak bau kan? Oh, gak. Aku tadi gosok gigi kok.

"Jadi kamu naksir sama aku?" Mas Rajendra tersenyum.

Aku mengangguk mantap

"Tapi kamu telat, jadi harus tetap di hukum."

Mas Rajendra tersenyum lebih manis. Mas … kamu tahu gak kalau senyummu itu seperti matahari yang melelahkan es batu. Anget- anget semriwing.

"Sekarang kamu push up!"

"Tapi Mas-nya rebahan di bawahku ya?"

Mas Rajendra mengernyit. "Buat apa?"

"Ya biar aku semangat to Mas." Jawabku sambil senyum super ganteng.

"Ternyata kamu ini modus juga ya? Ntar kalo ada yang bangun gimana?" Bisik mas Rajendra yang otomatis bikin aku klepek- klepek. Sama yang bangun- bangun itu lho.

"Gak apa Mas, aku orangnya tanggung jawab kok."

GYUTT … aku langsung nemplok di lengannya mas Rajendra. Ooh … ugh … ehm … kokoh. Lengannya mas Rajendra ini kuat, padat. Kebayang rasanya kalau aku tidur di peluk sama lengan kekar kayak gini. Berasa tidur di langit ke tujuh. Kangmas peluk Nimas.

"Di, ternyata kamu di sini? Aku cariin dari tadi."

Pengganggu! Ini siapa lagi? Aku gak suka! Apalagi datang trus main tarik tangannya mas Rajendra. Mas Rajendra itu eksklusif milikku! Jadi gak ada orang lain yang boleh nyentuh mas Rajendra. Cuma aku!

"Ada apa Ya?" Mas Rajendra tanya sama laki-laki pengganggu itu. Tapi laki-laki itu malah ngeliatin aku yang masih nempel di lengannya mas Rajendra.

"Itu sapa sih Di? Kenalan lo?" Laki-laki pengganggu itu nunjuk aku.

"Bukan. Dia angkatan baru. Namanya Nohan Madaharsa."

Ih … Maws Rajendra jahat! Kok hubungan kita gak diakuin? Kenapa gak bilang aja kalau aku ini calon pacarnya? Gak mungkin kan kalau mas Rajendra gak suka sama aku? Lha wong akunya aja ganteng gini kok.

"Ooh … NooHaan ..." Laki-laki pengganggu itu ngeliatin aku dari atas ke bawah, balik lagi ke atas.

"Apa to liat-liat?" Aku mendengus gak suka. Emangnya aku maling, diliatin seperti itu? Awas saja nanti, aku gigit … GRRR ....

"Cih, biasa aja. Manisan juga gue."

Eeeeeh … ini orang maksudnya apa to? Ganteng kayak gini kok katanya biasa aja.

"Heh, lo dengerin gue baik-baik! Nama gue Toya."

Si Toya ... Toya itu melipat tangannya di depan dada dan natap aku sinis setelah nunjuk- nunjuk aku dasar tembelek, dipikir aku takut apa? Aku balas tatapannya, lebih sinis lagi.

Eh … tunggu! Apa itu tadi? Meski cuma sekilas tapi aku yakin, aku liat kalau dia tadi menyeringai.

"Di, lo bisa ikut gue kan? Kita masih ada urusan yang harus diselesaiin lho."

Si Toya itu senyum manis ke mas Rajendra. Aku gak suka! Aku langsung narik mas Rajendra ke belakangku. "Kamu ini apa-apaan to? Mas Rajendra gak akan kemana- mana! Mas Rajendra cuma ada urusan sama aku."

Aku berkacak pinggang dan natap dia sejudes mungkin, biar dia takut. Meski aku gak yakin kalau muka gantengku ini bisa keliatan nyeremin.

Si Toya … Toya itu terkikik sambil nutup mulutnya pakai jari. Ih … dasar sok cantik.

"Aku akan pergi." Kata mas Rajendra yang berjalan melewatiku dan menarik lengan Toya.

Huh! Mas Rajendra ini, aku gak terima. Pokoknya kemana mas Rajendra pergi aku ikut. Tapi sepertinya aku ini emang gak perlu khawatir. Soalnya mas Rajendra memang lagi sibuk ngerjain tugas- tugas ospek. Walau begitu aku tetep sebel. Aku ini lagi marah lho sekarang. Aku di cuekin. Aku gak direken. Aku dianggap gak ada. Dan yang paling bikin amarahku berkobar mas Rajendra ketiduran di pangkuan cowok pengganggu itu! Awas saja mas Rajendra! Belum apa-apa kelakuannya dah nakal gini trus ntar gimana nasibku kalau sudah jadian? Kalau memang masih nakal juga ntar tak BDSM-in

Cuuuuurr ….

Mas Rajendra bangun gelagapan lalu ngeliat aku dengan tatapan marah. Ya wajar sih, sedangkan  si Toya cowok pengganggu itu langsung pergi sambil ngomel- ngomel gak jelas karena bajunya yang ikutan basah.

Maaf ya, tapi aku gak peduli tuh. No reken, don't gubris.

"Kenapa kamu nyiram aku?" Tanya mas Rajendra setelah narik nafas panjang.

"Mas Rajendra kelihatan tambah ganteng kalau lagi basah."

Yang ini aku jujur lho. Dengan air yang netes- netes dari rambutnya, matanya yang sayu karena bangun tidur dan bibir yang setengah terbuka. Mas Rajendra kelihatan ... sekseh. HADUH mas ... Nohan padamu mas. Aku tresno marang sliramu (suka sama kamu).

Gyut ....

Eh … eh … lho … mas? Mau ngelakuin sekarang? HADUH mas jangan buru-buru gini to, aku belum siap ini lho. Waduh ... jangan pingsan … jangan pingsan … kuatlah diriku ....

"Ngg … mas kok … kancing bajuku … dilepas ..." Aduh … aduh ... mukaku rasanya panas. Kipas … kipas mana kipas?

"Nohan ...."

Ahh ... suaranya. Serak … serak basah, mendesah. "I … iya mas."

"Sini, maju lebih dekat."

Aduh mas Rajendra ini ambigay. Kalian tau gak? Gak tau to? Sekarang ini mas Rajendra itu lagi dalam posisi duduk dan aku berdiri di depannya. Mas Rajendra narik kemejaku --yang kancingnya dah dia buka lebih dulu-- biar lebih dekat ke dia.

"Sshh … ahh." aku merem, merasakan sensasi saat tangan mas Rajendra menyentuh kulit putihku yang mulus.

"Kamu ngapain sih pake mendesah segala?"

Lho?

"Mas Rajendra ngapain to?"

"Apaan? Cuma mau ngelap muka pake baju kamu aja kok."

Iiih … mas Rajendra ini, kirain mau ngapa-ngapain aku. Jadi sebel aku!

"Jam berapa sekarang? Kayaknya udah sore ya? Ayo kuantar pulang. Kancingin baju kamu."

Mas Rajendra berdiri dan jalan ninggalin aku. Setelah sampai di pintu, dia sadar kalau aku gak ngikutin dia. Jadi mas Rajendra berbalik dan jalan lagi ke arahku. Tapi mas Rajendra telat! Aku sudah terlanjur ngambek. Dan aku ini susah dirayu lho kalau sudah njegot.

Aku berbalik, kalau istilah orang jawa nyingkur. Mas Rajendra malah meluk aku dari belakang dan ngancingin bajuku. Aku bisa rasain hembusan nafas mas Rajendra di leherku. Semriwing. Aku deg- degan, mas Rajendra ini benar-benar bikin aku klepek- klepek. Mas Rajendra genggam tanganku erat dan aku gak henti- hentinya tersenyum

"Dah nggak marah lagi kan?" Tanya mas Rajendra

"Mas aku tresno marang sliramu."


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login