Benar yang dikatakan Azlan. Mendekati lokasi gua penyekapan Kak Han-Han, pasukan yang bekerjasama dengan Paman Will telah banyak bersiap di sana. Di hadapan kami sekitar beberapa puluh depa, Kak Li Ho yang memimpin pasukan Lacey tampak telah dikepung pasukan musuh. Jumlah mereka beberapa kali lipat dari orang-orang Gravor Silk.
"Dad, panah!" Daddy mengangguki ucapanku. "Bersiaplah dengan panah kalian!"Aku mengaba-abakan orang-orangku demikian juga dengan Daddy.
"Tuan Li Ho, jumlah mereka terlalu banyak!" Aku mulai mendengar teriakan pasukan Lacey.
"Tetap bersama! Berkumpul di tengah!" Kak Li Ho terdengar menyemangati orang-orangnya.
Aku mengangkat tangan kiriku dan mengaba-abakan pasukan kami untuk menyerang.
"Ahhh...!"
Berbagai jeritan menggema dari mereka yang terkena bidikan anak panah kami.
"Duke Rein, Nona Bree." Kak Li Ho tampak terkejut melihat kedatangan kami.
"Bree memaksa untuk ikut kemari. Dia tidak ingin lepas tangan mengenai Tabib Muda." Aku hanya memandang sinis pada Daddy yang baru saja mengatakan ucapannya yang terdengar seperti sindiran bagiku.
"Adik Han-Han ada di dalam gua. Mereka sudah memulai ritualnya."
Aku segera berlalu menuju gua setelah mendengar ucapan Kak Li Ho. Aku mengetahui seluk-beluk gua ini. Ini adalah salah satu tempat yang sering digunakan Paman Will. Aku yakin mereka pasti menggunakan bagian tengah gua saat ini.
Gua ini memiliki banyak ruangan, ada ruangan alami, ada yang memang sengaja dibangun. Di tengah-tengah gua terdapat satu ruang besar, bisa dikatakan sebagai aula dari gua ini.
Aku menyisiri dalam gua dengan hati-hati. Namun, aku mengurungkan langkahku melangkah menuju aula gua saat mendengar suara pria yang sedang berbicara.
"Ayah, apa maksud semua ini?" Itu suara Leon. Aku sangat mengenal suara pemuda itu.
"Leon, banyak hal yang belum dirimu mengerti. Apa yang sedang Ayah usahakan sekarang adalah untuk kebaikan hidupmu kelak."
Sepertinya dia sedang berdebat dengan Paman Will. Benar kata Kak Li Ho kalau Leon tidak terlibat.
"Dengan mempertaruhkan wanita yang kuinginkan?"
"Leon, Leon. Jangan terlalu naif. Tabib Muda Han-Han itu sudah bersuami dan dia dengan tegas telah menolakmu. Ingatan yang hilang akan kembali lagi suatu waktu. Kau memang masih muda, tapi jangan jadikan cinta membuat dirimu kehilangan akal sehat."
Nada bicara Paman Will terdengar sangat penuh kebencian. Itu bukan suara yang biasanya penuh wibawa.
"Lihat wanita itu! Wanita yang tak sadarkan diri itu adalah ibu Tabib Han. Mereka berdua memiliki kutukan ular. Dan wanita yang mengendalikannya itu adalah penyihir yang mengendalikan bangsa ular." Nada bicara Paman Will sangat penuh provokasi. Apakah beliau ingin membuat Leon mengikuti jejaknya, memberontak?
"Wanita itu telah membuat kesepakatan dengan Ayah. Kalau Ayah bisa menyerahkan mereka berdua dan dia mendapat apa yang selama ini dicarinya, akan mudah bagi kita untuk mengambil Provinsi Heal dan berada dalam kekuasaan kita. Kau tahu betapa terhinanya Ayah karena keputusan memihak Kaisar Abraham. Kita mulai dari Kota Heal ini dan nanti kita akan membalas Kaisar Abraham."
Ya Tuhan! Paman Will benar-benar merencanakan sebuah pemberontakan.
"Tidak, Ayah! Tidak! Hentikan! Ini semua tidak bisa dibenarkan. Ayah terlalu dibutakan ambisi." Aku yakin Leon pasti sangat syok saat ini. Ini tidak pernah ada dalam bayangan kami selama ini.
"Kau masih muda, Leon. Pikiranmu masih terlalu naif. Ayah tidak akan membiarkanmu mengacau."
"Uggh."
Apa yang Paman Will lakukan pada Leon? Suara lenguhan apa itu? Aku mencoba lebih menjulurkan leherku, tapi aku kembali bersembunyi saat kembali mendengar suara percakapan Paman Will.
"Nyonya, apakah sebaiknya saya memberikan ramuan penghilang kesadaran? Dengan ramuan ini, Lady ini akan kehilangan kontrol atas pikiran dan mengikuti sugesti yang kita berikan."
Paman Will sudah benar-benar kehilangan jati dirinya. Aku harus melakukan sesuatu. Tapi kalau aku keluar sekarang, mungkin hanya akan memperburuk keadaan. Aku sebaiknya memantau keadaan dengan baik. Mereka juga tidak menyadari aku di sini. Aku harus fokus menemukan keberadaan orang-orang kami.
"Usul Anda bagus juga, Tabib Will. Segera lakukan!" Itu suara yang sama dengan wanita yang menemui Daddy waktu itu.
Aku melihat dalam temaram cahaya obor, Paman Will mempersiapkan ramuan yang disarankannya dan ketika wanita penyihir itu menurunkan tubuh Edellyn, Paman Will langsung meminumkan ramuan tersebut.
"Edellyn, di mana Mutiara Ular?" Wanita itu mulai menanyai korban mereka. Aku yakin itukah Lady Edellyn, Mommy Kak Han-Han.
"Nyonya, Anda selalu menanyakan ini padaku. Aku sudah kehilangan mutiara itu."
Wanita penyihir itu terlihat mengepalkan tangan kanan dan semakin mengeratkan kepalannya. Tindakannya itu membuat Lady Edellyn menjerit kesakitan. Aku yakin itu perbuatan wanita penyihir itu.
"Berhentilah bertindak heroik. Siheyuan tidak peduli akan keselamatanmu, untuk apa kau mengorbankan hidupmu untuk sesuatu yang sia-sia."
Dasar wanita penyihir! Dia berusaha menyesatkan pikiran Lady Edellyn. Dengan ramuan Paman Will tadi serta kekuatan sihir wanita itu, pasti Lady Edellyn yang sudah setengah sadar akan mudah untuk dimanipulasi.
"Sia-sia?" Benar kan? Lady Edellyn mulai linglung.
"Itu benar. Hidupmu akan sia-sia kalau terus melawan demi menyelamatkan Siheyuan. Mereka mengkhianatimu. Mereka meninggalkanmu. Bertahun-tahun dirimu hilang, namun tak seorangpun berusaha untuk menemukanmu bahkan untuk mencari informasi apakah dirimu masih hidup atau tidak."
Hebat sekali permainan kotor wanita itu. Dasar manusia kurang akhlak.
"Semua sia-sia?"
"Benar sekali, Edellyn. Mereka menganggap dirimu tak lebih dari orang yang sudah mati. Patutkah mereka kau lindungi? Tentu tidak, kan?"
"Tentu...tentu itu tidak patut. Mereka pengkhianat!"
"Kau siap untuk menghancurkan mereka?"
"Ya, Edellyn siap. Edellyn sudah terlalu banyak menderita demi mereka."
Wanita penyihir bangsat itu sangat puas melihat Lady Edellyn yang sudah dalam kendalinya. Kalau saja aku tidak memikirkan akibat yang akan lebih buruk, aku sudah sangat ingin menyerangnya sekarang. Namun, dengan aku yang belum mengetahui di mana Kak Yue ataupun Kak Han-Han, aku tidak boleh gegabah.
"Gunakan Mutiara Biru dan hancurkan mereka semua! Sihirku akan mengirimkan serangan dahsyat pada mereka." Dengan penuh manipulasi wanita itu terus memberi sugesti pada Lady Edellyn.
"Fokus di mana Mutiara Biru berada dan keluarkan!"
"Mutiara Biru...?" Lady Edellyn benar-benar sudah jatuh dalam manipulasi sihir mereka.
"Ya, bagus! Fokuslah terus!"
Tiba-tiba sinar putih melingkupi tubuh Lady Edellyn dan Wanita itu terus memberikan sugestinya yang penuh manipulasi.
Mereka berjalan menuju aula gua dan dari tempatku sekarang aku mesti kembali ke mulut gua untuk bisa mencapai aula gua.
Aku bergegas menuju mulut gua dan saat aku tiba di sana aku melihat titik terang berwarna kebiruan berada di tengah aula. Di salah satu sisi aula ada Kak Yue dan Ratu Ular. Mereka sepertinya juga mengikuti arah gerak sinar biru itu.
Sementara wanita penyihir itu terus mempengaruhi Lady Edellyn.
"Terus Lady Edellyn! Ambil Mutiara Biru dan lepaskan segelnya! Dengan begitu kekuatannya akan kita miliki, Edellyn!"
"Ya, kita harus membalas mereka semua." Ujar Lady Edellyn penuh kebencian.
Lady Edellyn terlihat menangkap sinar biru itu. Lalu Lady Edellyn mengambil pedang yang terlihat olehnya dan melukai sedikit tangannya. Dia menggenggam sinar biru tadi dengan tangannya yang berdarah.
Sinar biru melesat masuk ke tubuh Lady Edellyn. Kak Yue sepertinya ingin menyerang, tetapi dihalangi oleh ular yang didekatnya.
Wanita penyihir itu terlihat meracaukan sesuatudan dari gerakannya sepertinya dia ingin menguasai apa yang masuk ke tubuh Lady Edellyn tadi.
"Tidak semudah itu, Nyonya Altar."